Thursday, 10 January 2013

Makalah biogas



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Energi merupakan komponen penting untuk menunjang aktivitas dan usaha produktif maupun dalam menghasilkan barang dan jasa. Sumber energi dapat berasal dari energi fosil, energi matahari, air, angin atau energi dari sumber daya hayati (bioenergi). Kelangkaan bahan bakar minyak sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Persediaan minyak bumi di dunia makin lama makin menipis dan harganya makin melonjak. Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan sumber energi makin meningkat, terutama dari minyak bumi. Untuk itu, sumber energi selain minyak bumi sangat diperlukan salah satunya adalah bioenergi.

Bionergi merupakan sumber energi (bahan bakar) yang dihasilkan oleh sumber daya hayati seperti tumbuh-tumbuhan, minyak nabati, dan limbah peternakan dan pertanian. Jenis energi yang dihasilkan berupa energi dalam bentuk gas (biogas), cair (biofuel), atau padat (biomass). Energi tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk menghasilkan panas (kalor), gerak (mekanik), dan listrik tergantung pada alat yang digunakan dan kebutuhan dari pengguna. Dengan kekayaan dan keragaman sumber daya hayati yang ada di Indonesia, pemanfaatan bioenergi merupakan pilhan yang tepat dalam rangka penyediaan energi yang terbarukan, murah, dan ramah lingkungan.
Salah satu sumber energi terbarukan yang berasal dari sumber daya alam hayati adalah biogas. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi yang relatif kurang oksigen (anaerob). Sumber bahan baku untuk menghasilkan biogas yang utama adalah kotoran ternak sapi, kerbau, babi, kuda dan unggas, dapat juga berasal dari sampah organik. Namun sampai saat ini pemanfaatan limbah kotoran ternak sebagai sumber bahan bakar dalam bentuk biogas ataupun bioarang sangat kurang karena teknologi dan produk tersebut merupakan hal yang baru di masyarakat. Padahal biogas merupakan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan, dapat dibakar seperti gas elpiji (LPG) dan dapat dugunakan sebagai sumber energi penggerak generator listrik.
Prospek pengembangan teknologi biogas ini sangat besar terutama di daerah pedesaan dimana sebagian besarnya masyarakat bekerja dibidang peternakan dan pertanian. Pada umunya masyarakat yang berprofesi sebagai petani mempunyai hewan ternak seperti unggas, kambing, sapi, kerbau, dll. Selama ini limbah kotoran ternak hanya dimanfaatkan sebagai pupuk itupun kurang optimal. Limbah kotoran ternak yang menumpuk menimbulkan efek pencemaran seperti pencemaran terhadap air tanah, pencemaran terhadap udara, dan memicu timbulnya efek rumah kaca. Untuk itu dikembangkan teknologi baru untuk memanfaatkan dan menaikkan nilai keekonomisan dari limbah tersebut salah satunya dengan jalan memanfaatkannya sebagai bahan baku pembuatan biogas.

1.2    Perumusan Masalah
·      Bagaimana mengolah limbah kotoran ternak menjadi biogas?
·      Bagaimana kualitas dari bahan bakar yang dihasilkan dibanding dengan bahan bakar fosil yang ada?

1.3    Tujuan
·      menghasilkan sumber energi (bahan bakar) yang terbarukan, murah dan ramah lingkungan,
·      mengurangi pencemaran akibat limbah kotoran ternak,
·      mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sumber energi tak terbarukan seperti minyak bumi.

1.4    Manfaat
·      mengurangi pengeluaran masyarakat untuk membeli bahan bakar,
·      menambah pendapatan masyarakat,
·      mengurangi dampak buruk penggunaan bahan bakar minyak bumi terhadap lingkungan,
·      meningkatkan kebersihan dan sanitasi lingkungan.
BAB II
DASAR TEORI


2.1         Sumber Energi Terbarukan
Secara umum sumber energi dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumber energi terbarukan dan sumber energi tak terbarukan. Sumber energi tak terbarukan merupakan yang sifatnya habis sekali pakai dan tidak dapat terbentuka lagi atau berkelanjutan. Misalnya gas alam, minyak bumi, dan batu bara. Sedangkan sumber energi terbarukan merupakan sumber energi yang dapat dengan cepat diisi oleh alam dalam proses yang berkelanjutan. Dengan kata lain sumber energi yang tidak akan habis jika dimanfaatkan dengan benar. Misalnya sinar matahari, angin, bioenergi, panas bumi, dll.
Saat ini pemanfaatan sumber energi terbarukan (renewal energy) mulai dikembangkan. Hal ini terjadi karena kenaikan harga minyak bumi dan gas bumi dan juga berkurangnya cadangan minyak bumi dan gas. Salah satu sumber energi terbarukan yang mulai dikembangkan di Indonesia yaitu biogas. Biogas merupakan sumber renewal energy yang mampu menyumbangkan andil dalam usaha memenuhi kebutuhan bahan bakar. Bahan baku sumber energi ini merupakan bahan nonfossil, umumnya adalah limbah atau kotoran ternak yang produksinya tergantung atas ketersediaan rumput dan rumput akan selalu tersedia, karena dapat tumbuh kembali setiap saat selama dipelihara dengan baik. Sebagai pembanding yaitu gas alam yang tidak diperhitungkan sebagai renewal energy, gas alam berasal dari fosil yang pembentukannya memerlukan waktu jutaan tahun.
Alasan lain yang timbul akhir-akhir ini akan perlunya pemanfaatan sumber energi alternatif tersebut yaitu [2]
(a)      perlunya menurunkan emisi CO2 sesuai dengan protokol Kyoto,
(b)     kenyataan bahwa produksi bahan bakar minyak dunia telah mencapai titik puncaknya sementara kebutuhan energi meningkat dengan pesat,
(c)      dimulainya konflik politik dan militer yang dipicu oleh perebutan sumber minyak bumi.

2.2         Biogas
Biogas [1] adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan oleh proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak cocok untuk sistem biogas sederhana. Di daerah yang banyak industri  pemrosesan makaan antara lain tahu, tempe, ikan, pindang atau brem bisa menyatukan  saluran limbahnya ke dalam sistem biogas, sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut diatas berasal dari bahan organik yang homogen.
Bahan bakar biogas tidak menghasilkan asap merupakan suatu pengganti yang unggul untuk menggantikan bahan bakar minyak atau gas alam. Gas ini dihasilkan dalam proses yang disebut pencernaan anaerob, merupakan gas campuran metan (CH4) , karbondioksida (CO2), dan sejumlah kecil nitrogen, amonia, sulfur dioksida, hidrogen sulfida, dan hidrogen. Secara alami, gas ini terbentuk pada limbah pembuangan air, tumpukan sampah, dasar danau atau rawa. Mamalia termasuk manusia menghasilkan biogas dalam sistem pencernaannya, bakteri dalam sistem pencernaan menghasilkan biogas untuk proses mencerna selulosa. Biomassa yang mengandung kadar air yang tinggi seperti kotoran hewan dan limbah pengolahan pangan cocok digunakan untuk bahan baku pembuatan biogas.
Limbah peternakan merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas, sementara perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan karena menumpuknya limbah peternakan. Polutan yang dihasilkan dari dekomposisi kotoran ternak yaitu BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemichal Oxygen Demand), bakteri patogen, polusi air, debu, dan polusi bau. Di banyak negara berkembang kotoran ternak, limbah pertanian, dan kayu bakar digunakan sebagai bahan bakar. Hal inilah yang menjadi perhatian karena emisi metan dan karbondioksida yang menyebabkan efek rumah kaca dan mempengaruhi perubahan iklim global.
Jika dilihat dari segi pengolahan limbah, proses anaerob juga memberikan beberapa keuntungan yaitu menurunkan nilai COD dan BOD, total solid, volatile solid, nitrogen nitrat, dan nitrogen organik. Bakteri caliform dan patogen lainnya, telur insek, parasit, bau juga dihilangkan atau menurun. Di daerah pedesaan yang tidak terjangkau listrik, penggunaan biogas memungkinkan untuk belajar dan melakukan kegiatan komunitas di malam hari. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Kesetaraan biogas dengan beberapa sumber energi lain
1 m3 Biogas
0.46 Kg LPG
0.62 liter Minyak tanah
3.5 Kg Kayu bakar
Sumber : Departemen Petanian (2009) [1]
Beberapa alasan lain mengapa biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif dan semakin mendapat perhatian yaitu :
(a)      harga bahan bakar yang terus meningkat,
(b)     dalam rangka usaha untuk memperoleh bahan bakar lain yang dapat diperbarui,
(c)      dapat diproduksi dalam skala kecil di tempat yang tidak terjangkau listrik atau energi lainnya,
(d)     dapat diproduksi dalam kontruksi yang sederhana.

2.3         Proses Pencernaan Anaerob
Proses pencernaan anaerob, yang merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara[2]. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Proses anaerob dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang luas meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas.



Tabel 2.1 Kondisi pengoperasian pada proses pencernaan anaerob
Parameter
Nilai
Temperatur
Mesofilik
Termofilik

35o C
54o C
pH
7-8
Alkalinitas
2500 mg/L Minimum
Waktu retensi
10-30 hari
Laju terjenuhkan
0.15-0.35 kg.VS/m3/hari
Hasil biogas
4.5-11 m3/kg.VS
Kandungan metana
60-70 %

Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu[2] :
(a)      Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik kompleks menjadi sederhana, perubahan bentuk strukutur polimer menjadi monomer;
(b)     Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bakteri asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana ini yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amonia.
(c)      Metanogenik, pada tahp ini terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu untuk mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida.







Untuk lebih jelasnya proses pembentukan biogas dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini :
Gambar 2.1 Diagram alur proses fermentasi anaerobik

Bakteri yang berperan dalam proses pencernaan anaerobik yaitu bakteri hidrolitik yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri fementatif yang mengubah gula dan asam amino menjadi asam organik, bakteri asidogenik merubah asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan asam asetat, dan bakteri metanogenik yang menghasilkan gas metan dari asam asetat, hidrogen, dan karbondioksida. Bakteri metanogenik akan menghasilkan biogas yang bagus (kandungan gas metan tinggi) pada suhu 25o-30o C. Di dalam digester biogas terdapat dua jenis bakteri yang sangat berperan yaitu bakteri asidogenik dan bakteri metanogenik. Kedua bakteri ini harus dipertahankan jumlahnya seimbang. Bakteri-bakteri inilah yang merubah bahan organik menjadi gas metan dan gas lainnya dalam siklus hidupnya.
Kandungan gas metan dalam biogas yang dihasilkan tergantung pada jenis bahan baku yang dipakai. Sebagai contoh komposisi biogas dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kompisisi gas (%) dalam biogas yang berasal dari kotoran ternak dan sisa pertanian
Jenis Gas
Kotoran Sapi
Campuran Kotoran Sapi dan Sampah Pertanian
Metana (CH4)
65.7
55-70
Karbondioksida (CO2)
27.0
27-45
Nitrogen (N2)
2.3
0.5-3.0
Karbonmonoksida (CO)
0.0
0.1
Oksigen (O2)
0.1
6.0
Propan (C3H8)
0.7
-
Hidrogen Sulfida (H2S)
Tidak Terukur
Sedikit sekali
Nilai Kalor (kkal/m3)
6513
4800-6700

Kegagalan proses pencernaan anaerobik dalam digester biogas bisa dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri metanogenik terhadap bakteri asam yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri metanogenik. Kondisi keasaman yang optimal pada pencernaan anaerobik yaitu sekitar pH 6,8 sampai 8, laju pencernaan akan menurun pada kondisi pH yang lebih tinggi atau rendah.
Bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik membutuhkan beberapa elemen sesuai dengan kebutuhan organisme hidup seperti sumber makanan dan kondisi lingkungan yang optimum. Bakteri anaerob mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih cepat dibanding nitrogen. Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen dinyatakan dengan rasio karbon/nitrogen (C/N), rasio optimum untuk digester anaerobik berkisar 20 - 30. Jika C/N terlalu tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi dengan karbon akibatnya gas yang dihasilnya menjadi rendah. Sebaliknya jika C/N rendah, nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amonia (NH 4) yang dapat meningkatkan pH. Jika pH lebih tinggi dari 8,5 akan menunjukkan pengaruh negatif pada populasi bakteri metanogen. Kotoran ternak sapi mempunyai rasio C/N sekitar 24. Hijauan seperti jerami atau serbuk gergaji mengandung persentase karbon yang jauh lebih tinggi, dan bahan dapat dicampur untuk mendapatkan rasio C/N yang diinginkan. Rasio C/N beberapa bahan yang umum digunakan sebagai bahan baku biogas disajikan pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Rasio karbon dan nitrogen (C/N) dari beberapa bahan baku
Bahan
Rasio C/N
Kotoran bebek
8
Kotoran manusia
8
Kotoran ayam
10
Kotoran kambing
12
Kotoran babi
18
Kotoran domba
19
Kotoran sapi/kerbau
24

Slurry kotoran sapi mengadung 1,8 - 2,4% nitrogen, 1,0 - 1,2% fosfor (P205), 0,6 - 0,8% potassium (K 20), dan 50 - 75% bahan organik. Kandungan solid yang paling baik untuk proses anaerobik yaitu sekitar 8%. Untuk limbah kotoran sapi segar dibutuhkan pengenceran 1 : 1 dengan air. Teknologi pencernaan anaerob bila digunakan dalam sistem perencanaan yang matang, tidak hanya mencegah polusi tetapi juga menyediakan energi berkelanjutan, pupuk dan rekoveri nutrien tanah. Untuk itu proses ini dapat mengubah limbah dari suatu masalah menjadi suatu yang menguntungkan.
Tabel 2.4 Potensi produksi gas dari berbagai jenis kotoran hewan
Jenis Kotoran
Produksi Gas per Kg (m3)
Sapi/Kerbau
0.023-0.040
Babi
0.040-0.059
Unggas
0.065-0.116
Manusia
0.020-0.028

2.4    Teknologi Digester
Saat ini berbagai bahan dan jenis peralatan biogas telah banyak dikembangkan sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan kotoran ternak. Secara umum terdapat dua teknologi yang digunakan untuk memperoleh biogas. Pertama, proses yang sangat umum yaitu fermentasi kotoran ternak menggunakan digester yang didesain khusus dalam kondisi anaerob. Kedua, teknologi yang baru dikembangkan yaitu dengan menangkap langsung gas metan dari lokasi tumpukan sampah tanpa harus membuat digester khusus. Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan biogas ditampilkan pada gambar berikut.
Gambar 2.2 Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan biogas
Sumber : Departemen Pertanian (2009)[1]

Beberapa keuntungan kenapa digester anaerobik lebih banyak digunakan antara lain :
1.    Keuntungan pengolahan limbah
(a)      Digester anaerobik merupakan proses pengolahan limbah yang alami
(b)      Membutuhkan lahan yang lebih kecil dibandingkan dengan proses kompos aerobik ataupun penumpukan sampah
(c)      Memperkecil volume atau berat limbah yang dibuang
(d)     Memperkecil rembesan polutan
2.    Keuntungan energi
(a)      Proses produksi energi bersih
(b)     Memperoleh bahan bakar berkualitas tinggi dan dapat diperbaharui
(c)      Biogas dapat dipergunakan untuk berbagai penggunaan
3.    Keuntungan lingkungan .
(a)      Menurunkan emisi gas metan dan karbondioksida secara signifikan
(b)      Menghilangkan bau
(c)      Menghasilkan kompos yang bersih dan pupuk yang kaya nutrisi
(d)     Memaksimalkan proses daur ulang
(e)      Menghilangkan bakteri coliform sampai 99% sehingga memperkecil kontaminasi sumber air
4.    Keuntungan ekonomi
Lebih ekonomis dibandingkan dengan proses lainnya ditinjau dari siklus ulang proses
Bagian utama dari proses produksi biogas yaitu tangki tertutup yang disebut digester. Desain digester bermacam-macam sesuai dengan jenis bahan baku yang digunakan, temperatur yang dipakai dan bahan konstruksi. Digester dapat terbuat dari cor beton, baja, bata atau plastik dan bentuknya dapat berupa seperti silo, bak, kolam dan dapat diletakkan di bawah tanah. Sedangkan untuk ukurannya bervariasi dari 4-35 m3. Biogas dengan ukuran terkecil dapat dioperasikan dengan kotoran ternak 3 ekor sapi, 7 ekor babi atau 500 ekor unggas.

Gambar 2.3 Beberapa macam digester
Sumber : Departemen Pertanian (2009)[1]

Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau digunakan langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan generator listrik, patromas biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur dll.

2.5    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesuksesan Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak
Untuk memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas, diperlukan beberapa syarat yang terkait dengan aspek teknis, infrastruktur, manajemen dan sumber daya manusia. Bila faktor tersebut dapat dipenuhi, maka pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas sebagai penyediaan energi dipedesaan dapat berjalan dengan optimal.
Terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi optimasi pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas yaitu : (Dede Sulaeman, 2009)
1.    Ketersediaan ternak
Jenis, jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi bagi pengembangan biogas. Hal ini karena biogas dijalankan dengan memanfaatkan kotoran ternak.Kotoran ternak yang dapat diproses menjadi biogas berasal dari ternak ruminansia dan non ruminansia seperti sapi potong, sapi perah dan babi; serta unggas.
Jenis ternak mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkannya. Untuk menjalankan biogas skala individual atau rumah tangga diperlukan kotoran ternak dari 3 ekor sapi, atau 7 ekor babi, atau 500 ekor ayam.
2.    Kepemilikan Ternak
Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadi dasar pemilihan jenis dan kapasitas biogas yang dapat digunakan. Saat ini biogas kapasitas rumah tangga terkecil dapat dijalankan dengan kotoran ternak yang berasal dari 3 ekor sapi atau 7 ekor babi atau 500 ekor ayam. Bila ternak yang dimiliki lebih dari jumlah tersebut, maka dapat dipilihkan biogas dengan kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber atau semen) atau beberapa biogas skala rumah tangga.
3.    Pola Pemeliharaan Ternak
Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi optimal. Kotoran ternak lebih mudah didapatkan bila ternak dipelihara dengan cara dikandangkan dibandingkan dengan cara digembalakan.


4.    Ketersediaan Lahan
Untuk membangun biogas diperlukan lahan disekitar kandang yang luasannya bergantung pada jenis dan kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk membangun biogas skala terkecil (skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x 2m). Sedangkan skala komunal terkecil membutuhkan lahan sebesar 40m2 (8m x 5m).
5.    Tenaga Kerja
Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja yang berasal dari peternak/pengelola itu sendiri. Hal ini penting mengingat biogas dapat berfungsi optimal bila pengisian kotoran ke dalam reaktor dilakukan dengan baik serta dilakukan perawatan peralatannya.
Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak optimalnya biogas disebabkan karena: pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani unit tersebut; kedua, peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan lain selain memelihara ternak.
6.    Manajemen Limbah/Kotoran
Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai untuk menghasilkan biogas, frekuensi pemasukan kotoran, dan pengangkutan atau pengaliran kotoran ternak ke dalam raktor. Bahan baku (raw material) reaktor biogas adalah kotoran ternak yang komposisi padat cairnya sesuai yaitu 1 berbanding 3. Pada peternakan sapi perah komposisi padat cair kotoran ternak biasanya telah sesuai, namun pada peternakan sapi potong perlu penambahan air agar komposisinya menjadi sesuai.
Frekuensi pemasukan kotoran dilakukan secara berkala setiap hari atau setiap 2 hari sekali tergantung dari jumlah kotoran yang tersedia dan sarana penunjang yang dimiliki. Pemasukan kotoran ini dapat dilakukan secara manual dengan cara diangkut atau melalui saluran.
7.    Kebutuhan Energi
Pengelolaan kotoran ternak melalui proses reaktor an-aerobik akan menghasilkan gas yang dapat digunakan sebagai energi. Dengan demikian, kebutuhan peternak akan energi dari sumber biogas harus menjadi salah satu faktor yang utama. Hal ini mengingat, bila energi lain berupa listrik, minyak tanah atau kayu bakar mudah, murah dan tersedia dengan cukup di lingkungan peternak, maka energi yang bersumber dari biogas tidak menarik untuk dimanfaatkan. Bila energi dari sumber lain tersedia, peternak dapat diarahkan untuk mengolah kotoran ternaknya menjadi kompos atau kompos cacing (kascing).
8.    Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)
Energi yang dihasilkan dari reaktor biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak, menyalakan petromak, menjalankan generator listrik, mesin penghangat telur/ungas dll. Selain itu air panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk proses sanitasi sapi perah.
Pemanfaatan energi ini dapat optimal bila jarak antara kandang ternak, reaktor biogas dan rumah peternak tidak telampau jauh dan masih memungkinkan dijangkau instalasi penyaluran biogas. Karena secara umum pemanfaatan energi biogas dilakukan di rumah peternak baik untuk memasak dan keperluan lainnya.
9.    Pengelolaan Hasil Samping Biogas
Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk memanfaatkannya menjadi pupuk cair atau pupuk padat (kompos). Pengeolahannya relatif sederhana yaitu untuk pupuk cair dilakukan fermentasi dengan penambahan bioaktivator agar unsur haranya dapat lebih baik, sedangkan untuk membuat pupuk kompos hasil samping biogas perlu dikurangi kandungan airnya dengan cara diendapkan, disaring atau dijemur. Pupuk yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sendiri atau dijual kepada kelompok tani setempat dan menjadi sumber tambahan pandapatan bagi peternak.
10.    Sarana Pendukung
Sarana pendukung dalam pemanfaatan biogas terdiri dari saluran air/drainase, air dan peralatan kerja. Sarana ini dapat mempermudah operasional dan perawatan instalasi biogas. Saluran air dapat digunakan untuk mengalirkan kotoran ternak dari kandang ke reaktor biogas sehingga kotoran tidak perlu diangkut secara manual. Air digunakan untuk membersihkan kandang ternak dan juga digunakan untuk membuat komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai. Sedangkan peralatan kerja digunakan untuk mempermudah/meringankan pekerjaan/perawatan instalasi biogas.
Selain sepuluh faktor di atas, kemauan peternak/pelaku untuk, menjalankan instalasi biogas dan merawatnya serta memanfaatkan energi biogas menjadi modal utama dalam pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas. Tanpa adanya kemauan peternak untuk secara aktif mengoptimalkan biogas, maka faktor-faktor lain tidak akan cukum membantu dalam optimalisasi pemanfaatan biogas.


BAB III
METODOLOGI

3.1    Studi Literatur dan Survei Lokasi
Studi literatur bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan biogas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Studi literatur dilakukan dengan mempelajari dari berbagai sumber yang berhubungan dengan pengolahan biogas seperti buku, majalah, internet dan sumber-sumber relevan lainnya.
Survei lokasi bertujuan untuk menentukan tipe digester yang digunakan dan ketersediaan bahan baku. Dengan adanya survei lokasi ini nantinya diharapkan mampu menghasilkan biogas yang optimal. Sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai.

3.2    Membangun Instalasi Biogas
Bangunan utama dari instalasi biogas adalah Digester yang berfungsi untuk menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester yang paling banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak yamg dihasilkan dan banyaknya biogas yang diinginkan. Lahan yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen, batu kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa prolon.
Gambar 3.1 Tipe digester yang digunakan
Sumber : Departemen Pertanian (2009)[1]
Gambar 3.2 Unit pengolahan biogas

Lokasi yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang sehingga kotoran ternak dapat langsung disalurkan kedalam digester. Disamping digester harus dibangun juga penampung sludge (lumpur) dimana slugde tersebut nantinya dapat dipisahkan dan dijadikan pupuk organik padat dan pupuk organik cair.
Setelah pengerjaan digester selesai maka mulai dilakukan proses pembuatan biogas dengan langkah langkah sebagai berikut:
1.    Mencampur kotoran ternak dengan air sampai terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1 pada bak penampung sementara. Bentuk lumpur akan mempermudah pemasukan kedalam digester
2.    Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian pertama kran gas yang ada diatas digester dibuka agar pemasukan lebih mudah dan udara yang ada didalam digester terdesak keluar. Pada pengisian pertama ini dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang banyak sampai digester penuh.
3.    Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter dan isi rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5 - 5,0 m2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi proses fermentasi.
4.    Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8 karena yang terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru terbentuk gas metan (CH4) dan CO2 mulai menurun. Pada komposisi CH4 54% dan CO2 27% maka biogas akan menyala.
5.    Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api pada kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran ternak secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal.


Comments
0 Comments

No comments: