A. Pendahuluan
Sesuai dengan proses
tumbuh kembang, pemantauan perlu dilakukan sejak awal yaitu sewaktu dalam
kandungan sampai dewasa. Dengan pemantauan yang baik akan dapat dideteksi
adanya penyimpangan secara, dini sehingga tindakan koreksi yang dilakukan akan
mendapatkan hasil yang lebih memuaskan.
Dengan kata lain bila penyimpangan
terdadi pada usia dini dan dideteksi sedini mungkin, maka tindakan koreksi akan
memberikan hasil yang memuaskan, sedangkan bila penyimpangan tejadi pada usia
dini tetapi baru dideteksi pada usia yang lebih lanjut, hasil koreksi akan
kurang memuaskan. Upaya untuk membantu agar anak tumbuh kembang secara optimal
dengan cara deteksi adanya penyimpangan dan intervensi dini perlu dilaksanakan
oleh semua pihak sejak mulai dari tingkat keluarga, petugas kesehatan mulai
dari kader kesehatan sampai dokter spesialis, dan di semua tingkat pelayanan
kesehatan mulai dari tingkat dasar sampai pelayanan yang lebih spesialistis.
Dengan telah adanya program deteksi dan intervensi dini terhadap penyimpangan
tumbuh kembang yang dilaksanakan di masyarakat melalui program posyandu,
program Bina Keluarga Balita (BYB), program di Puskesmas maka sudah harus perlu
dipikirkan sistim tatalaksana untuk fasilitas selanjutnya sebagai sarana
rujukan selanjutnya yang termasuk juga tempat rujukan yang paling akhir yang
dapat menangani secara holistik dan komplit.
Dalam,
makalah ini akan dibicarakan kompetensi atau tugas dan peran dari tiap, tingkat
pelayanan mulai dari tingkat pelayanan dasar/keluarga sampai dari tingkat
pelayanan dasar/keluarga sampai tingkat pelayanan kesehatan yang ada. di Rumah
Sakit Kabupaten.
B. Beberapa Pengertian:
Deteksi dini adalah upaya penjaringan dan penyaringan yang
dilaksanakan untuk menemukan penyimpangan kelainan tumbuh kembang secara dini
dan mengetahui serta mengenal faktor-faktor resiko terjadinya kelainan tumbuh
kembang tersebut.
Sedangkan
intervensi dini maksudnya adalah suatu kegiatan penanganan segera terhadap
adanya penyimpangan tumbuh kembang dengan cara yang sesuai dengan keadaan,
misalnya perbaikan gizi, stimulasi perkembangan atau merujuk ke pelayanan
kesehatan, dan pendidikan yang sesuai, sehingga anak dapat mencapai kemampuan
yang optimal sesuai dengan umumya.
Tumbuh
kembang optimal adalah tercapainya proses tumbuh kembang yang sesuai dengan
potensi yang dimililki oleh anak. Dengan mengetahui penyimpangan tumbuh kembang
secara dini sehingga upaya-upaya pencegahan, stimulasi dan penyembuhan serta
pemulihannya dapat clibenkan dengan indd= yang jelas sedini mungkin pada
masa-masa peka proses tumbuh kembang anak sehingga hasilnya dapat diharapkan
akan tercapai.
Tingkat-tingkat pelaksanaan deteksi dini penyimpangan tumbuh
kembang anak dan penangannya.
A. Tingkat keluarga/kelompok Bina Keluarga Ballia (BK6)
1.
Tugas dan peran keluarga:
Memantau tumbuh kembang anak sesuai kelompok umur dengan memanfaatkan sarana
yang ada, seperti: KMS balita, Kartu Kembang Anak, Kalender Tumbuh Kembang
Anak.
Melakukan stimulasi terhadap anak sesuai dengan tingkat perkembangan perkembangan
anak.
Melaporkan dan membahas tmgkat perkembangan anak dengan kader Posyandu/BKB.
Melaksanakan stimulasi sesuai nasehat kader BKB/Posyandu dalam rangka
meningkatkan kemampuan anak.
2.
Tugas dan peran Kelompok BKB:
Memantau tumbuh kembang anak melalui ibu balita pada setiap pertemuan kelompok
dengan menggunakan sarana yang ada (13 LS balita, Kartu Kembang Anak, Kartu
Asuh Ibu, dll.)
Memberikan penyuluhan dan cara stimulasi kepada ibu balita sesuai dengan
kelompok umur anak.
Melakukan rujukan bagi setiap anak dengan penyimpangan tumbuh kembang.
Untuk
melaksanakan tugas dan peran tersebut di atas, diperlukan alat/instrumen yaitu:
1.
Keluarga:
Kalender Tumbuh Kembang Balita.
Kartu Menuju Sehat (KMS).
Kartu Kembang Anak (KKA).
Buku pedoman Deteksi Dini Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak bagi keluarga.
2.
Kelompok BKB:
Alat Permainan Edukatif.
Kartu Asuh Anak.
Kartu Kembang Anak.
KMS Balita.
Buku Paket Penyuluhan BKB
B. Pelaksam kegiatan deteksi dini dan intervenst penyimpangan
Tumbuh Kembang di tingkat Puskesmas
Tugas
dan peran Puskesmas:
1.
Pelayanan Balita dan Anak Prasekolah (Apras)
a.
Memantau dan mendeteksi dini setiap balita yang berkunjung dan dirujuk dengan
cara:
Mempelajari tumbuh kembangnya dalam KMS.
Melakukan pemeriksaan antropometri dan rrencatat pads gmfik KMS.
Melakukan deteksi dini dengan menggunakan pedoman tumbuh kembang anak dan kartu
tumbuh kembang.
Menilai tumbuh kembang anak secara individu.
b.
Menegakkan diagnose penyimpangan tumbuh kembang balita dan apras yang
berkunjung dan dirujuk.
c.
Melakukan intervensi pada kelainan/gangguan clan masalah/penyimpangan tumbuh
kembang berupa:
Intervensi pelayanan kesehatan sesuai dengan pedoman program (ISPA, Diane,
Campak, Malaria, Anameia, Infeksi Telinga) dan terhadap penyaldt lainnya sesuai
dengan buku pedoman pengobatan dasar di Puskesmas serta buku pedoman kerja
Puskesmas.
Intervensi penyimpangan tumbuh kembang di tingkat pelayanan dasar.
Penanganan:
a.
Penanganan langsung pada:
Kelambatan motorik kasar.
Gangguan bicara karena, kurang latihan.
Gangguan motorik halus.
Sosialisasi yang kurang (anak tak suka berkawan, suka mengganggu/menyerang
kawan).
Malnutrisi dan anemia diberikan makanan tambahan dan sirup besi.
Anak dengan berat badan di atas batas normal perlu diberi nasehat pembenan
makanan seimbang.
Anak dengan kelainan khusus seperti: Muntah tanpa gangguan organic, Gangguan
buang air besar, Cengeng berlebihan, Penakut, Mengompol pada anak di atas 5
tahun, d1l.
Kasus-kasus,
tersebut ditangani mengacu pada buku pedoman pelayanan kesehatan jiwa di
puskesmas dan rumah sakit.
b.
Merujuk kasus-kasus penyimpangan tumbuh kembang seperti:
Autisme.
Hiperaktif dan gangguan berkonsentrasi.
Pengukuran lingkaran kepala anak (PLKA) tidak normal.
Kelainan-kelainan benwWfungsi tubuh (hidrosefalus, spina, bifida, strabismus).
I-Epotiroidea.
Perawakan pendek.
Perawakan tinggi.
Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani langsung
c.
Konseling (support dan maintenance untuk
kasus-kasus yang tidak dapat ditangani lebih lanjut).
2.
Pembinaan Kader, guru TK, pengelola TPA, pengelola Bina, Anaprasa (Bina. Anak
Prasekolah Desa)
C. Pelaksanaan kegiatan deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang
di tingkat Rumah Sakit Kabupaten
Tugas
dan peran Rumah Sakit Kabupaten:
1. Memantau dan mendeteksi dini setiap balita yang berkunjung dan
dirujuk ke rumah sakit.
2. Menegakkan diagnosis secara multidisipliner penyimpangan tumbuh
kembang balita yang berkunjung dan dirujuk.
3.
Melakukan intervensi secara multidisipliner.
4.
Merujuk penderita ke Rumah Sakit tipe B/Afinstansi kompeten.
5.
Metaksanakan koordinasi dalam, menegakkan diagnosis dan melaksanakan.
Intervensi.
Sarana dan prasarana
Seyogyanya
di setiap Rumah Sakit Kabupaten ada, unit pelayanan kesehatan anak terpadu yang
melibatkan beberapa. disiplin ilmu/keahlian yang dinamakan Klinik Tumbuh
Kembang Anak
Adapun
tujuan Klinik Tumbuh Kembang Anak adalah sebagai berikut:
Tujuan umum:
Mengoptimalisasikan
tumbuh kembang anak sesuai dengan potensi dan keterbatasannya.
Tujuan khusus:
1.
Mendeteksi, mendiagnosa, menstimulasi, mengobati, dan 'follow-up' anak yang
dirujuk ataupun datang sendiri dengan penyimpangan tumbuh kembang.
2.
Merujuk kasus-kasus yang tidak dapat ditangani setempat ke pusat-rujukan yang
lebih lengkap atau instansi yang berkompeten atau Yayasan khusus sesuai dengan
kasus yang ditangani.
Tim
Klinik Tumbuh Kembang terdiri atas:Dokter Anak,Dokter AM Kebidanan, Dokter Ahli
Syaraf, Dokter Ahli Radiologi, Ahli Gizi, Ahli Fisioterapi. Dokter Ahli Mata,
Dokter Ahli THT,Psikolog.
Untuk
semua anggota tim perlu ditanamkan konsep Klinik Tumbuh Kembang dan Rumah
Salcit Kabupaten yang sudah mempunyai tim seperti di atas akan dapat menjadi
pusat rujukan baik dari Puskesman maupun dari Rumah Salcit Kabupaten lain yang
belum lengkap.
Instrumen
Untuk
melaksanakan kegiatan di Klinik Tumbuh Kembang maka diperlukan alat-alat
seperti alat untuk mendeteksi gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, USG,
EEG, EKG, Rontgent dan ditunjang suatu laboratorium, yang memadai.
Ringkasan
Telah
diuraikan tatalaksana kegiatan deteksi dini dan intervensi penyimpangan tumbuh
kembang anak mulai tmgkat keluarga/kelompok BKB sampai ke Rumah Sakit
Kabupaten.
Dengan
makin meningkatnya kesadaran masyarakat tentang deteksi dini penyimpangan
tumbuh kembang anak, maka pelayanan yang memadai perlu dipersiapkan secara baik
mulai dari tingkat pelayanan dasar sampai tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
Hal ini penting oleh karena kemungkinan adanya kasus rujukan yang seharusnya
akan mendapat pelayanan yang lebih memadai.
KARAKTERISTIK ANAK USIA DINI
Batasan
usia anak usia dini bisa bervariasi, tergantung pada dasar yang digunakan.
Pndangan mutakhir yang dianut di negara-negara maju, istilah anak usia dini
(early childhood) lajim digunakan untuk mendeskripsikan anak dengan rentang
usia 0-8 tahun. Bila dikaitkan dengan sistem pendidikan yang berlaku di
Indonesia, rentang usia tersebut mencakup anak pada kelas-kelas rendah (1-3) di
Sekolah Dasar, Taman Kanak-kanak (TK) dan yang sederajat, Kelompok Bermain
(Kober), dan anak di Tempat Penitipan Anak (TPA). Sesuai dengan komunitas
peserta pelatihan guru/kepela SD, ikhtisar bahasan anak usia dini yang dimaksud
di sini lebih dibatasi pada anak usia sekitar 4-7 tahun.
Lalu,
siapa dan seperti apakah anak usia dini itu? Pertanyaan singkat ini seperti
mudah untuk dijawab, tetapi tidak pernah tuntas dibicarakan orang. Pandangan
para ahli pun tentang anak cenderung berbeda satu sama lain dan berubah dari
waktu ke waktu. Adakalanya anak dipandang sebagai individu yang dibentuk oleh
bawaannya, dan kadang-kadang pula ia dipandang sebagai individu yang ditentukan
oleh lingkungannya. Suatu waktu ia dianggap sebagai miniatur orang dewasa, tapi
pada kesempatan lain ia dianggap sebagai individu yang berbeda secara total
dari orang dewasa. Adanya perbedaan atau perubahan pandangan tentang anak
sebagaimana diilustrasikan di atas mengingatkan penulis akan sebuah ungkapan
yang berbunyi sebagai berikut: "The nature of child is a gift of nature,
but the image of child is a man's creation". Meskipun tak sepenuhnya
setuju dengan ungkapan tersebut, penulis dapat mengambil sekurang-kurangnya dua
makna yang terkait dengan bahasan tentang pembelajaran berorientasi
perkembangan ini.
Pertama, pernyataan
tersebut menegaskan bahwa pandangan dan persepsi masing-masing orang tentang
anak bisa berbeda satu sama lain dan bisa berubah dari waktu ke waktu, meskipun
anak yang dipersepsikan secara berbeda tersebut sesungguhnya masih merupakan
anak yang sama. Ini penting dicatat karena kenyataannya adalah bahwa cara
pandang seseorang tentang anak dapat mempengaruhi dan kadang menentukan cara
perlakuan yang bersangkutan dalam mendidik anak. Lebih lanjut, pemikiran ini mengimplikasikan
pentingnya kita, pendidik, berupaya untuk memperoleh pemahaman yang
komprehensif dan akurat tentang anak sesuai dengan pengetahuan dan hasil
berbagai studi terkini tentang anak.
Kedua, ungkapan di
atas juga menyiratkan bahwa hakikat anak itu merupakan suatu misteri yang
mungkin tidak pernah diketahui secara pasti. Kerahasiaan hakikat anak ini
membuat para ahli terus berpikir dan mencari pengetahuan yang lebih benar
tentang anak. Dan dari upaya-upaya mereka itulah dihasilkan berbagai konsep,
gagasan, dan pengetahuan tentang anak dan cara pendidikannya sehingga dunia
ilmu pengetahuan dan pendidikan anak terus berkembang dari waktu ke waktu.
Meskipun
relatif nisbi sifatnya, pengetahuan yang dihasilkan oleh para ahli tentu bukan
merupakan sesuatu yang sia-sia untuk dipelajari. Kita, umat manusia, bahkan
punya mandat untuk terus memikirkan dan mempelajari berbagai fenomena
kehidupan, termasuk dunia anak. Dengan demikian, adanya perbedaan dan perubahan
pandangan itu tiada lain merupakan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Karena
pada syariatnya, perbedaan dan perubahan tersebut menyebabkan berkembangnya
ilmu pengetahuan secara terus-menerus. Terjadinya perubahan pandangan juga
bukan merupakan suatu kekeliruan masa lalu, melainkan lebih merupakan refleksi
dari dinamika pemikiran yang pada gilirannya menjadi anugrah kemajuan yang
diwariskan kepada umat manusia.
Selanjutnya,
karena tidak adanya satu teori atau konsep yang mampu menjelaskan seluruh
fenomena perkembangan dan belajar anak secara lengkap, kajian terhadap berbagai
sumber terkini yang penulis temukan tentang perkembangan dan belajar anak akan
menjadi bagian awal dari proses penstrukturan konsep pembelajaran berorietasi
perkembangan. Hal ini sejalan dengan yang ditempuh S. Bredekamp & C. Copple
(1997:9) dalam mengkonseptualisasikan praktek pendidikan yang berorientasi
perkembangan (Developmentally Approriate Practice) sebagaimana tercermin
dalam pernyataannya sebagai berikut: Because development and learning are so
complex,
no one theory is sufficient to explain these phenomena. However, a broad-based
review of the literature on early childhood education generates a set of
principles to inform early childhood practice.
Mengingat
begitu banyak dan luasnya pengetahuan, teori, dan/atau rujukan tentang
perkembangan anak, bahasan tentang anak di sini tidak secara serta merta
mengupas berbagai hal tentang anak. Aspek-aspek bahasan yang disajikan di sini
dengan sendirinya dipilih secara selektif sesuai dengan keperluan penulisan
makalah, yakni yang terkait dengan perilaku belajar anak. Cara studi seperti
ini menghasilkan suatu pemahaman tentang dunia anak yang secara singkat dapat
dideskripsikan sebagai berikut ini (Bredekamp, S., 1987; Bredekamp, S. and
Copple, C., 1997; Brenner, B. 1990; Peck, J.T., et al, 1987; Kellough, R.D. et
al, 1996).
Anak
bersifat unik. Masing-masing anak berbeda satu sama lain. Anak memiliki
bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang kehidupan masing-masing. Dengan
demikian, meskipun terdapat pola urutan umum dalam perkembangan anak yang dapat
diprediksi, pola perkembangan dan belajarnya tetap memiliki perbedaan satu sama
lain. Di samping memiliki universalitas, menurut Bredekamp (1987), anak juga
memiliki keunikan tersendiri seperti dalam gaya belajar, minat, dan latar belakang
keluarga.
Anak
mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan. Perilaku yang
ditampilkan anak umumnya relatife asli, tidak ditutup-tutupi. la akan marah,
kalau memang mau marah; dan ia akan menangis, kalau memang mau menangis. la
memperlihatkan wajah yang ceria di saat bergembira, dan ia memperlihatkan muka
murung ketika bersedih hati, tak peduli dimana ia berada dengan siapa.
Anak
bersifat aktif dan energik. Anak lajimnya senang melakukan berbagai
aktivitas. Selama terjaga dari tidur, anak seolah tak pernah berhenti dari
beraktivitas, tak pernah lelah, dan tak pernah bosan. Terlebih lagi kalau anak
dihadapkan pada suatu kegiatan baru dan menantang. Bagi anak, gerak dan
aktivitas merupakan suatu kesenangan. Anak akan lebih tahan untuk melakukan sesuatu
yang melibatkan gerakan fisik daripada duduk dan memperhatikan sesuatu yang
dijelaskan oleh guru. Lebih lanjut, aktivitas dan gerak fisik juga merupakan
kebutuhan belajar dan perkembangan. Gerakan-gerakan fisik sangat esensial tidak
hanya untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan fisik, tetapi juga untuk
meningkatkan dapat meningkatkan banyak bidang perkembangan lainnya sosial,
emosional, kreativitas, dan kognitif (Bredekamp, 1987; R. Pica,
1997).
Anak
itu egosentris. Dengan sifatnya yang egosentris, ia lebih cenderung melihat
dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Karena itu
tidaklah heran kalau anak kadang masih berebut alat-alat mainan, menangis bila
menghendaki sesuatu yang tidak dipenuhi oleh orang tuanya, atau memaksakan
sesuatu terhadap orang lain. Karakteristik seperti ini terkait dengan
perkembangan kognitifnya. Menurut Piaget, anak seusia ini (2-7 tahun) sedang
berada pada fase transisi dari fase praoperasional (2-7 tahun) ke fase
operasional konkrit (7-11 tahun). Sementara pada fase praoperasional pola
berpikir anak bersifat egosentrik dan simbolik, pada fase operasional konkrit
anak sudah mulai menerapkan logika untuk memahami persepsi-persepsi. Menurut
Berk (1988), anak yang berada pada masa transisi ini masih berpikir menurut
kedua pola berpikir tersebut secara bergantian atau kadang-kadang secara
simultan. Misalnya, ia mengetahui jawaban yang benar untuk sesuatu, tetapi
tidak memahami logika di balik jawaban itu.
Anak
memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal. Karakteristik
perilaku seperti ini terutama menonjol pada sekitar usia 4-5 tahun. Karena itu
adalah sangat lajim jika anak pada usia ini banyak memperhatikan, membicarakan,
dan mempertanyakan berbagai hal yang sempat dilihat dan didengarnya, terutama
terhadap hal-hal yang baru. Dengan karakteristik seperti ini, Peck, J.T., et al
(1987) memandang masa anak usia dini ini sebagai masa yang bergairah untuk
belajar.
Anak
bersifat eksploratif dan berjiwa petualang. Terdorong oleh rasa ingin tahu
yang kuat terhadap segala hal, anak lajimnya senang menjelajah, mencoba, dan
mempeiajari hal-hal baru. la senang membongkar pasang alat-alat mainan yang
baru dibelinya. Kadang-kadang ia terlibat secara intens dalam
memperhatikan, mempermainkan, dan/atau melakukan sesuatu dengan benda-benda
yang dimilikinya
Anak
umumnya kaya dengan fantasi. Anak senang dengan hal-hal yang bersifat
imajinatif. la kadang-kadang dapat bercerita melebihi pengalaman-pengalaman
aktualnya atau kadang bertanya tentang hal-hal yang gaib sekalipun. Ini berarti
bahwa cerita dapat merupakan suatu kegiatan yang banyak digemari oleh anak.
Anak
masih mudah frustrasi. Umumnya anak masih mudah menangis atau mudah marah
bila keinginannya tidak terpenuhi. Kondisi seperti ini terkait dengan sifat
egosentrisnya
yang masih kuat, sifat spontanitasnya yang masih tinggi, serta rasa empatinya
yang masih relatif terbatas.
Anak
masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu. Anak belum memiliki rasa
pertimbangan yang matang, termasuk berkenaan dengan hal-hal yang membahayakan.
Ini mengimplikasikan perlunya lingkungan perkembangan dan belajar yang aman
bagi anak sehingga anak dapat terhindar dari kondisi-kondisi yang membahayakan.
Anak
memiliki daya perhatian yang pendek. Anak lajimnya memiliki daya perhatian
yang pendek, kecuali terhadap hal-hal yang secara intrinsik menyenangkan. la
masih sangat sulit untuk duduk dan memperhatikan sesuatu untuk jangka waktu
yang lama. Menurut Berg (1988), sepuluh menit adalah waktu yang wajar bagi anak
usia sekitar 5 tahun untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman.
Anak
merupakan masa belajar yang paling potensial. Masa anak usia dini kadang
disebut golden age atau magic years. Diungkapkan oleh Brenner, B.
(1990: 29), "Of all the ages and stages that children go through, no time
seems to have more potential for learning than these early years". Guna
mewujudkan pemahaman ini, sejak tahun 1990-an bahkan NAEYC mengkapanyekan
masa-masa awal kehidupan ini sebagai masa-masanya belajar dengan slogannya
sebagai berikut, "Early Years are Learning Years".
Anak
semakin menunjukkan minat terhadap teman. Seiring dengan perkembangan
keterampilan fisiknya, anak usia ini menjadi semakin berminat pada
teman-temannya. la mulai menunjukkan kemampuan untuk bekerja sama dan
berhubungan dengan teman-temannya. la sudah memiliki penguasaan sejumlah
perbendaharaan kata yang cukup untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam
memilih teman, mereka masih melakukannya terutama berdasarkan kesamaan aktivitas
dan preferensi. Namun perlu diingat bahwa sikap egosentris anak pada usia ini
kadang-kadang masih melekat pada sikapnya.
Singkatnya,
anak adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan
dengan sangat pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya. la
memiliki dunia dan karakteristik sendiri yang jauh berbeda dari dunia dan
karakteristik orang dewasa. la sangat aktif, dinamis, antusias, dan hampir
selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya, serta seolah-olah tak
pernah berhenti "belajar".
CARA ANAK BERKEMBANG DAN BELAJAR SECARA BERMAKNA
Para ahli konstruktivis mengasumsikan bahwa pada dasarnya anak itu
memiliki kemampuan untuk membangun dan mengkreasi pengetahuan. Menurut
pandangan ini (Schickedanz, at al, 1990), pengetahuan pada dasarnya dibangun.
pengetahuan itu tidak terletak di manapun, melainkan dibangun oleh anak dengan
berinteraksi dengan lingkungannya.
Asumsi di atas mengimplikasikan bahwa keterlibatan, kreativitas,
dan inisiatif anak dalam proses belajar merupakan hal yang sangat esensial.
Suatu pengalaman belajar akan bermakna bagi anak kalau ia berbuat atas
lingkungannya. Kesempatan anak untuk mengkreasi dan/atau memanipulasi objek
atau ide merupakan hal yang utama dalam proses belajar. Dijelaskan oleh
Greenberg (1994) bahwa anak akan terlibat dalam belajar secara lebih intensif
jika ia membangun sesuatu daripada sekedar melakukan atau menirukan sesuatu
yang dibangun oleh orang lain. Secara lebih jauh, ia melukiskan suasana belajar
anak yang bermakna itu sebagai berikut (Greenberg, 1994: 88): Children learn as
they live, work, play, and converse with peers. As they exchange ideas, they
challenge each other every bit as much as many adults challenge them--to think,
to reconstruct their ideas because they have new information and viewpoints.
Sesuai
dengan dunia anak, proses belajar juga perlu dibuat secara natural, hangat, dan
menyenangkan. Penerapan aktivitas yang bersifat bermain (playful activity) serta
kesempatan anak untuk berinteraksi dengan teman dan lingkungan sekitarnya
sangat diutamakan. Karena anak merupakan individu yang unik dan sangat
variatif, maka unsur variasi individual dan minat anak juga sangat
diperhatikan. Dengan kepedulian akan unsur ini, motivasi belajar anak
diharapkan akan muncul secara intrinsik.
Memperkaya
pandangan para ahli konstruktivis, Vygotsky (Berk, 1994) sangat menekankan
pentingnya pengalaman interaksi sosial bagi perkembangan proses berpikir anak.
la meyakini bahwa aktivitas mental yang tinggi pada anak terbentuk melalui
dialog dengan orang lain. Kesimpulan ini tercermin dari ungkapanya sebagai
berikut: ...mind extends beyond the skin and inseparably joined with other
minds. Social experience shapes the ways of thinking and interpreting the world
available to individuals. ... higher forms of mental activity are jointly
constructed and transferred to children through dialogues other people.
Berkenaan dengan konsep motivasi, para ahli konstruktivis
menjelaskan bahwa
motivasi
itu muncul dari interaksi individu dengan pengalaman eksternal. Sebagai hasil
pengalaman terdahulu, setiap anak membawa segala pengetahuan yang telah
dimilikinya terhadap pengalaman-pengalaman barunya. Jika suatu pengalaman
belajar tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk mengkreasi suatu pengetahuan
baru semuanya sudah familier atau terlalu mudah, maka pengalaman itu akan
membosankan. Sebaliknya, bilamana pengalaman belajar itu terlalu asing bagi
anak tak ada sedikitpun bekal pengetahuan anak yang berkaitan dengan pengalaman
barunya itu atau terlalu sukar, maka pengalaman itu akan mencemaskan dan anak
akan menarik diri atau menolak berhubungan dengan pengalaman baru itu. Yang
paling tepat adalah apabila pengalaman belajar itu mengandung sebagian unsur
yang sudah familier bagi anak dan sebagian lainnya masih baru. Dalam situasi
seperti ini anak bisa tertarik untuk berinteraksi dengan pengalaman barunya itu
dan bisa memiliki kesempatan untuk memanipulasi atau mengkreasikan sesuatu
(Schickedanz, at al, 1990).
Bredekamp dan Rosegrant (1991/92) akhirnya menyimpulkan bahwa anak
akan belajar dengan baik dan bermakna bila:
1.
Anak merasa aman secara psikologis serta kebutuhan-kebutuhan fisiknya
terpenuhi.
2.
Anak mengkonstruksi pengetahuan.
3.
Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak-anak
lainnya.
4. Kegiatan belajar anak merefleksikan suatu lingkaran yang tak
pernah putus yang mulai dengan kesadaran kemudian beralih ke eksplorasi,
pencarian, dan akhirnya ke penggunaan.
5.
Anak belajar melalui bermain.
6.
Minat dan kebutuhan anak untuk mengetahui terpenuhi.
7.
Unsur variasi individual anak diperhatikan.
Dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip perkembangan dan belajar
anak secara umum, melalui penelusuran berbagai referensi dan temuan-temuan
ilmiah yang sangat komprehensif, Bredekamp, S. & Copple, C. (1997) akhirnya
sampai pada kesimpulan sebagai berikut ini.
Ranah-ranah
perkembangan anak: fisik, sosial, emosional, dan kognitif-saling terkait secara
erat. Perkembangan dalam satu ranah berpengaruh dan dipengaruhi oleh
perkembangan dalam ranah-ranah yang lain.
Perkembangan dalam satu ranah dapat membatasi atau memfasilitasi
perkembangan yang lain. Misal, keterampilan bahasa anak mempengaruhi
abilitasnya untuk membangun hubungan sosial dengan orang lain; begitu juga
keterampilan interaksi sosialnya dapat mendukung atau
menghambat
perkembangan bahasanya. Ini mengimplikasikan bahwa pendidik perlu sadar akan
dan menggunakan saling keterjalinan ini dalam cara-cara yang membantu anak
berkembang secara optimal dalam seluruh bidang perkembangan dan yang membuat
hubungan yang bermakna antar ranah perkembangan tersebut.
Perkembangan
terjadi dalam suatu urutan yang relatif berurutan, dan abilitas, keterampilan,
serta pengetahuan selanjutnya dibangun berdasarkan apa yang sudah diperoleh
terdahulu.
Penelitian tentang perkembangan manusia mengindikasikan bahwa
urutan pertumbuhan dan perkembangan yang relatif stabil dan dapat diprediksi
terjadi pada anak selama masa usia dini. Perubahan--perubahan yang dapat
diprediksi terjadi dalam seluruh ranah perkembangan-fisik, emosi, sosial,
bahasa, dan kognitif-walaupun manifestasi dari cara-cara perubahan tersebut
serta makna yang melekat pada perubahan tersebut bisa bervariasi dalam konteks
kultur yang berbeda. Pengetahuan tentang perkembangan anak ini memberikan
kerangka acuan umum bagi guru dalam menyiapkan lingkungan belajar, merencanakan
tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran kurikulum yang realistik, serta
pengalaman-pengalaman belajar yang tepat.
Perkembangan
berlangsung dengan rentang yang bervariasi antar anak dan juga antar bidang
perkembangan dari masing-masing fungsi.
Variasi individual sekurang-kurangnya memiliki dua dimensi, yakni
variabilitas dari rata-rata perkembangan dan keunikan masing-masing individu
sebagai individu. Masing-masing anak merupakan pribadi yang unik dengan pola
dan waktu pertumbuhan individualnya, dan juga bersifat individual dalam hal
kepribadian, temperamen, gaya belajar, serta latar belakang pengalaman dan
keluarga. Dengan adanya sejumlah variasi di antara anak yang berusia kronologis
sama, usia anak harus diakui terbatas sebagai indeks kasar tentang kematangan
perkembangan. Lebih lanjut, pengakuan akan variasi individual menuntut bahwa keputusan-keputusan
tentang kurikulum dan interaksi guru-anak sejauh mungkin diindividualisasikan. Penekanan pada
ketepatan individual tidak sama dengan "individualism". Alih-alih,
pengakuan ini menuntut bahwa anak dipertimbangkan tidak semata-mata sebagai
anggota dari kelompok seusianya, yang diharapkan berperikau sesuai dengan norma
kelompok yang sudah ditentukan, tanpa adaptasi akan variasi individual.
Pengalaman-pengalaman
awal memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap perkembangan anak.
Periode-periode optimal terjadi untuk tipe perkembangan dan belajar tertentu.
Pengalaman-pengalaman awal anak bersifat kumulatif dalam arti
bahwa
jika suatu pengalaman terjadi secara jarang, maka pengalaman itu bisa memiliki
sedikit pengaruh. Sebaliknya, jika pengalaman tersebut terjadi dengan sering,
maka pengaruhnya bisa kuat, kekal, dan bahkan semakin bertambah. Pengalaman
awal juga dapat memiliki pengaruh yang tertunda terhadap perkembangan
berikutnya. Misalnya, suatu upaya pembentukan perilaku yang bersandar pada
ganjaran-ganjaran ekstrinsik (seperti permen atau uang), suatu strategi yang
bisa sangat efektif untuk jangka pendek, dalam kondisi tertentu dapat
mengurangi motivasi intrinsik anak dalam jangka waktu yang lama. Lebih lanjut,
pada periode tertentu dari masa kehidupan, beberapa jenis belajar dan
perkembangan terjadi sangat efisien. Misalnya, tiga
tahun pertama kehidupan tampak menjadi periode yang optimal bagi perkembangan
bahasa. Dan
walaupun ketertundaan perkembangan bahasa (karena defisit secara fisik atau
lingkungan) dapat diperbaiki lebih lanjut, intervensi tersebut biasanya
memerlukan upaya yang berat. Sama halnya, usia-usia prasekolah tampak optimum
bagi perkembangan gerak-gerak motorik yang fundamental. Pada sisi lain, anak
yang pengalaman-pengalaman motor awalnya sangat terbatas bisa memerlukan upaya
keras untuk memperoleh kompetensi fisik dan juga bisa mengalami
pengaruh-pengaruh tertunda ketika mencoba berpartisipasi dalam olah raga atau
aktivitas-aktivitas kebugaran dalam hidup selanjutnya.
Perkembangan
berlangsung dalam arah-arah yang dapat diprediksi ke arah kompleksitas,
organisasi, dan internalisasi yang lebih meningkat.
Belajar selama usia dini berlangsung dari pengetahuan behavioral
ke pengertahuan simbolik atau representasional. Misalnya, anak sudah belajar
mengitari rumah dan setting keluarga lainnya jauh sebelum mereka
memahami konsep kata kiri dan kanan atau membaca peta rumah. Ini
mengimplikasikan perlunya memberikan kesempatan kepada anak untuk memperluas
dan memperdalam pengetahuan behavioral mereka dengan menyediakan sejumlah
pengalaman langsung dan dengan membantu anak memperoleh pengetahuan simbolik
melalui representasi pengalaman mereka dalam sejumlah media seperti gambar,
konstruksi model, bermain dramatik, deskripsi verbal dan tertulis.
Perkembangan
dan belajar terjadi dalam dan dipengaruhi oleh konteks sosial dan kultural yang
majemuk.
Menurut model ekologis, perkembangan anak sangat baik dipahami
dalam konteks sosiokultural keluarga, setting pendidikan, dan masyarakat yang
lebih luas. Konteks yang bervariasi tersebut saling berikorelasi dan semuanya
memiliki
pengaruh terhadap perkembangan anak. Pemahaman ini
menuntut guru untuk belajar tentang kultur mayoritas anak yang mereka layani
jika kultur mereka berbeda dengan kulturnya. Namun, mengakui bahwa
perkembangan dan belajar dipengaruhi oleh konteks-konteks sosial dan kultural
tidak menuntut guru untuk memahami semua nuansa-nuansa (perbedaan-perbedaan
yang sangat kecil) dari setiap kelompok kultural yang ia hadapi dalam kerjanya,
ini merupakan tugas yang tidak mungkin.
Anak
adalah pembelajar akfif, mengambil pengalaman fisik dan sosial serta juga
pengetahuan yang ditransmisikan secara kultural untuk mengkonstruk pemahaman
mereka sendiri tentang lingkungan sekitar mereka.
Anak berkontribusi terhadap perkembangan dan belajarnya sendiri di
saat mereka berupaya memaknai pengalaman sehari-harinya di rumah, sekolah, dan
di masyarakat. Sejak lahir, anak secara aktif terlibat dalam mengkonstruksi
pemahaman mereka sendiri dari pengalaman mereka, dan pemahaman ini diperantarai
oleh dan secara jelas terkait dengan konteks sosiokultural.
Perkembangan
dan belajar merupakan hasil dari interaksi kematangan biologis dan lingkungan,
yang mencakup baik lingkungan fisik maupun sosial tempat anak tinggal.
Manusia merupakan produk dari keturunan dan lingkungan, dan
kekuatan-kekuatan ini saling berinterelasi. Kaum behavioris berfokus pada
pengaruh-pengaruh environmental sebagai penentu belajar, sementara kaum
maturationis menekankan hamparan yang sudah ditentukan sebelumnya, yakni
karakteristik heriditas. Masing-masing perspektif sampai tarap tertentu benar,
namun tak ada satu perspektif pun yang memadai untuk menjelaskan belajar atau
perkembangan. Dewasa ini, perkembangan lebih sering dipandang sebagai hasil
proses interaktif transaksional antara individu yang tumbuh-berubah dan
pengalamanpengalamannya dalam dunia sosial dan fisik.
Bermain
merupakan suatu sarana penting bagi perkembangan sosial, emosional, dan
kognitif anak, dan juga merefleksikan perkembangan anak.
Aktivitas
bermain anak merupakan konteks yang sangat mendukung proses perkembangan.
Bermain memberi kesempatan kepada anak untuk memahami lingkungan, berinteraksi
dengan yang lain dalam cara-cara sosial, mengekspresikan dan mengontrol emosi,
serta mengembangkan kapabilitas-kapabilitas simbolik mereka. Aktivitas bermain
anak memberi orang dewasa wawasan tentang perkembangan anak dan kesempatan
untuk mendukung perkembangan dengan strategi-strategi baru.
Vygotsky
meyakini bahwa bermain mengarahkan perkembangan. Bermain memberikan suatu
konteks bagi anak untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan yang baru
diperoleh dan juga untuk berfungsi pada puncak kapasitas mereka yang berkembang
untuk mengambil peran-peran sosial baru, mencoba tugas-tugas baru dan
menantang, dan memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Selain itu untuk
mendukung perkembangan kognitif, bermain memainkan fungsi-fungsi penting dalam
perkembangan fisik, emosi, dan sosial anak. Anak mengekspresikan dan
merepresentasikan ide-ide, pikiran, dan perasaan mereka ketika terlibat dalam
bermain simbolik. Selama bermain anak dapat belajar mengendalikan emosi,
berinteraksi dengan yang lain, memecahkan konflik, dan memperoleh rasa
berkemampuan. Melalui bermain, anak juga dapat mengembangkan imajinasi dan
kreativitas anak. Karena itu, bermain yang diinisiasi oleh anak dan didukung
oleh guru merupakan komponen yang esensial dari pembelajaran berorientasi
perkembangan.
Perkembangan
mengalami percepatan bila anak memiliki kesempatan untuk mempraktekkan
keterampilan-keterampilan yang baru diperoleh dan juga ketika mereka mengalami
tantangan di atas level penguasaannya saat ini.
Anak akan cenderung malas dan tidak termotivasi bila dihadapkan
pada kegiatan yang terlalu mudah dan tidak menantang. Sebaliknya, kegiatan yang
terlalu sulit dan membuat anak selalu gaga) akan mendorongnya mengalami
frustrasi. Pemahaman ini didasarkan pada pemikiran bahwa perkembangan dan
belajar adalah proses dinamis yang mempersyaratkan orang dewasa memahami
kontinum itu. Guru atau pendidik lainnya perlu mengamati anak dengan cermat
untuk mencocokkan kurikulum dan pembelajaran dengan kompetensi, kebutuhan, dan
minat anak yang muncul, clan kemudian membantu anak beralih dengan mentargetkan
pengalaman-pengalaman yang menantang mereka, tetapi tidak membuat mereka
frustrasi.
Anak
mendemonstrasikan mode-mode untuk mengetahui dan belajar yang berbeda serta
cara yang berbeda pula dalam merepresentasikan apa yang mereka tahu.
Para ahli tenang belajar dan para ahli psikologi perkembangan
telah mengakui bahwa manusia memahami lingkungan dengan banyak cara dan bahwa
individu cenderung memiliki cara belajar yang lebih disukai atau lebih kuat.
Prinsip perbedaan modalitas ini mengimplikasikan bahwa guru harus menyediakan
tidak hanya kesempatan bagi individu anak untuk menggunakan cara-cara belajar
yang disukainya serta mempergunakan kekuatan-kekuatannya, tetapi juga
kesempatan untuk membantu
anak
mengembangkan mode-mode atau kapabilitasnya yang kurang kuat.
Anak
berkembang dan belajar terbaik dalam suatu konteks komunitas yang dirasa aman
dan menghargai, memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiknya, dan dirasa aman secara
psikologis.
Kondisi seperti ini akan mendorong anak untuk berekspresi dan
beraktualisasi secara optimal. Anak memiliki keleluasaan untuk bergerak,
berperilaku, dan menyatakan pendapat tanpa terbebani dengan tekanan-tekenan
psikologis. Begitu pun keamanan fisiknya terjamin sehingga ia bisa terhindar
dari hal-hal yang bisa membahayakan. Karena itu,
praktek-praktek pendidikan yang berorientasi perkembangan memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan fisik, sosial, dan emosional serta juga perkembangan
intelektualnya.
Daftar Pustaka
Departemen
Kesehatan RI (1995): Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita, Jakarta.
Djaiihar
Ismail (1996): Tatalaksana penyimpangan tumbuh kembang balita di tingkat
pelayanan dasar. Disampaikan pads Lokakarya Deteksi Dini Tumbuh Kembang di
Bandung, 25 Maret - 27 Maret 1996.
Moersintowarti,
NB (1996): Pengembangan RSU Dati H sebagai pusat rujukan penyimpangan tumbuh
kembang anak balita. Disampaikan pads Lokakarya Deteksi Dini Tumbuh Kembang,
Bandung, 25 Maret - 27 Maret 1996.
Moersintowarti,
NB (1996): Klink Tumbuh Kembang Anak, suatu sarana pemantauan. Kongres Nasional
Emu Kesehatan Anak X, Bukittinggi, 16-20 Jun 1996.
Satgas
Instrumen Komite Tumbuh Kembang Anak Indonesia (1995): Pedoman Deteksi Dini
Penyimpangan Tumbuh Kembang Balita bagi petugas.
Djauhar Ismail.Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Anda sedang membaca artikel tentang Makalah Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbang dan anda bisa menemukan artikel Makalah Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbang ini dengan url http://anekamakalahkita.blogspot.com/2013/01/makalah-stimulasi-deteksi-dan_11.html. Anda dapat Mengcopy Artikel Makalah Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbang ini untuk kepentingan pendidikan. Semoga artikel Makalah Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbang ini bermanfaat Bagi Anda. Mohon tinggalkan komentar setelah Anda membaca artikel Makalah Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbang ini. untuk dijadikan sebagai perbaikan dari artikel ini. bagi yang mau menyumbangkan makalah kirim melalui email sangmahasiswaabadi@gmail.com