KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur atas kehadirat
Allah SWT karena berkat rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Perawi al-Kutub al-Sittah (kitab induk yang enam) Al-Muwaththa’,
al-Musnad Imam Ahmad dan Sunan al-Darimy. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Studi Hadits
Penulis mengucapkan terima
kasih terutama kepada Bpk. SUGENG ALI MANSUR, M.PD sebagai dosen pembimbing mata kuliah Studi Hadits,
serta kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Meskipun
dalam penyusunan makalah ini, penulis dapat menyelesaikan dengan baik, namun
penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan di dalamnya.
Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
dan pembaca pada umumnya.
Malang, 1 November 2011
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LatarBelakang
Kutubu Sittah ini termasuk Diantara
kitab yang terbagus penulisan dan penyusunannya, paling banyak benarnya dan
sedikit kesalahannya, paling meluas umum manfaatnya dan paling banyak
faidahnya, paling besar barakahnya, paling mudah kesukarannya, paling baik
penerimaanya.
Makalah ini berikhtiar memperkenalkan secara singkat
Istilah Kutubus Sittah dan saiapa saja perawi dari kutubusittah tersebut serta
karya-karyanya.
1.2
RumusanMasalah
1.
Al-Kutub Al-Sittah
2.
Menjelaskan Para Perawi
Kutubu Sittah.
3.
Karya-karya para perawi
Kutubu Sittah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Al-Kutub Al-Sittah
Istilah Kutubus Sittah digunakan untuk menyebut
enam kitab induk hadits, yaitu :
1. Shahih Al Bukhari
2. Shahih Muslim
3. Sunan An Nasa`I
4. Sunan Abi Dawud
6. Sunan Ibni Majah
Kutubu Sittah ini termasuk Diantara
kitab yang terbagus penulisan dan penyusunannya, paling banyak benarnya dan
sedikit kesalahannya, paling meluas umum manfaatnya dan paling banyak
faidahnya, paling besar barakahnya, paling mudah kesukarannya, paling baik
penerimaannya disisi orang pro dan kontra dan paling penting posisinya
dikalangan semua orang.
Masing-masing kitab enam tersebut
memiliki ciri khas yang hanya diketahui oleh orang yang ahli dibidang ini,
sehingga kitab-kitab tersebut dikenal oleh manusia dan tersebar diseluruh
pelosok negeri Islam dan pemanfaatannya menjadi besar serta para penuntut ilmu
berusaha keras untuk mendapatkannya dan memahaminya.
Banyak sekali karya tulis berupa
syarah dan ta’liq terhadap kitab-kitab tersebut. Sebagiannya mengkaji tentang
mengenal isi kandungan dari matan-matan hadits yang termuat didalamnya, dan
sebagian yang lain mengkaji tentang mengenal kandungan sanad-sanadnya, sebagian
yang lain mengkaji tentang gabungan semua itu.
2.2. Biografi dan karya pengarang Al-kutub al-sittah
1.
Al Bukhari
Pengarang
Bukhori adalah Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al Mughiroh
bin Bardizbah al ja’fi al Bukhori. Dilahirkan hari Jum’at 13 Syawal 194 H di
kota Bukhara, Akan tetapi beliau lebih terkenal dengan sebutan Imam Bukhari,
karena beliau lahir di kota Bukhara, Turkistan.
Al
Imam Al Bukhari wafat pada malam Idul Fithri tahun 256 H. ketika beliau
mencapai usia enam puluh dua tahun. Jenazah beliau dikuburkan di Khartank, nama
sebuah desa di Samarkand. Semoga Allah Ta’ala mencurahkan rahmat-Nya kepada Al
Imam Al Bukhari.
Sewaktu
kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua
matanya. Pada suatu malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim
‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu Al
Imam Al Bukhari, pent), sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan
kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi harinya
sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya.
Ketika
berusia sepuluh tahun, Al Imam Al
Bukhari mulai menuntut ilmu, beliau melakukan pengembaraan ke Balkh, Naisabur,
Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam. Guru-guru beliau banyak
sekali jumlahnya. Di antara mereka yang sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim,
Ubaidaillah bin Musa, Abu Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan
bin Syaqiq, Shadaqah bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi,
Muhammad bin ‘Ar’arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin
Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad
bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman, ‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin
Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, Al Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan
ulama ahlul hadits lainnya.
Begitu
juga Murid-murid beliau tak terhitung jumlahnya. Di antara mereka yang paling
terkenal adalah Al Imam Muslim bin
Al Hajjaj An Naisaburi, penyusun kitab Shahih Muslim. Al Imam Al Bukhari sangat
terkenal kecerdasannya dan kekuatan hafalannya. Beliau pernah berkata, “Saya hafal seratus ribu hadits shahih, dan
saya juga hafal dua ratus ribu hadits yang tidak shahih”. Pada kesempatan yang lain belau berkata, “Setiap hadits yang
saya hafal, pasti dapat saya sebutkan sanad (rangkaian perawi-perawi)-nya”.
Beliau juga pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al Warraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau susun ? (maksudnya : kitab Shahih Bukhari). Beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi saya”.
Beliau juga pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al Warraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau susun ? (maksudnya : kitab Shahih Bukhari). Beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi saya”.
Anugerah
Allah kepada Al Imam Al Bukhari berupa reputasi di bidang hadits telah mencapai
puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan para imam yang hidup sezaman
dengannya memberikan pujian (rekomendasi) terhadap beliau. Berikut ini adalah
sederet pujian (rekomendasi) termaksud:
Muhammad
bin Abi Hatim berkata, “Saya mendengar Ibrahim bin Khalid Al Marwazi berkata,
“Saya melihat Abu Ammar Al Husein bin Harits memuji Abu Abdillah Al Bukhari,
lalu beliau berkata, “Saya tidak pernah melihat orang seperti dia. Seolah-olah
dia diciptakan oleh Allah hanya untuk hadits”.
Abu
Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata, “Saya tidak pernah meliahat di
kolong langit seseorang yang lebih mengetahui dan lebih kuat hafalannya tentang
hadits Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dari pada Muhammad bin Ismail
(Al Bukhari).”Muhammad bin Abi Hatim berkata, “ Saya mendengar Abu Abdillah (Al
Imam Al Bukhari) berkata, “Para sahabat ‘Amr bin ‘Ali Al Fallaas pernah meminta
penjelasan kepada saya tentang status (kedudukan) sebuah hadits. Saya katakan kepada
mereka, “Saya tidak mengetahui status (kedudukan) hadits tersebut”. Mereka jadi
gembira dengan sebab mendengar ucapanku, dan mereka segera bergerak menuju
‘Amr. Lalu mereka menceriterakan peristiwa itu kepada ‘Amr. ‘Amr berkata kepada
mereka, “Hadits yang status (kedudukannya) tidak diketahui oleh Muhammad bin
Ismail bukanlah hadits”.
Al
Imam Al Bukhari mempunyai karya besar di bidang hadits yaitu kitab beliau yang
diberi judul Al Jami’ atau disebut juga Ash-Shahih atau Shahih Al Bukhari. Para
ulama menilai bahwa kitab Shahih Al
Bukhari ini merupakan kitab yang paling shahih setelah kitab suci Al Quran.
Hubungannya dengan kitab tersebut, ada seorang ulama besar ahli fikih, yaitu
Abu Zaid Al Marwazi menuturkan, “Suatu
ketika saya tertidur pada sebuah tempat (dekat Ka’bah –ed) di antara Rukun
Yamani dan Maqam Ibrahim. Di dalam tidur saya bermimpi melihat Nabi
Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau berkata kepada saya, “Hai Abu Zaid,
sampai kapan engaku mempelajari kitab Asy-Syafi’i, sementara engkau tidak mempelajari
kitabku? Saya berkata, “Wahai Baginda Rasulullah, kitab apa yang Baginda
maksud?” Rasulullah menjawab, “ Kitab Jami’ karya Muhammad bin Ismail”. Karya
Al Imam Al Bukhari yang lain yang terkenal adalah kita At-Tarikh yang berisi
tentang hal-ihwal para sahabat dan tabi’in serta ucapan-ucapan
(pendapat-pendapat) mereka. Di bidang akhlak belau menyusun kitab Al Adab Al
Mufrad. Dan di bidang akidah beliau menyusun kitab Khalqu Af’aal Al Ibaad.
Ketakwaan dan keshalihan Al Imam
Al Bukhari merupakan sisi lain yang tak pantas dilupakan. Berikut ini
diketengahkan beberapa pernyataan para ulama tentang ketakwaan dan keshalihan
beliau agar dapat dijadikan teladan.
Abu
Bakar bin Munir berkata, “Saya mendengar Abu Abdillah Al Bukhari berkata, “Saya
berharap bahwa ketika saya berjumpa Allah, saya tidak dihisab dalam keadaan
menanggung dosa ghibah (menggunjing orang lain).” Abdullah bin Sa’id bin Ja’far
berkata, “Saya mendengar para ulama di Bashrah mengatakan, “Tidak pernah kami
jumpai di dunia ini orang seperti Muhammad bin Ismail dalam hal ma’rifah
(keilmuan) dan keshalihan”.
Sulaim berkata, “Saya tidak pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri semenjak enam puluh tahun orang yang lebih dalam pemahamannya tentang ajaran Islam, lebih wara’ (takwa), dan lebih zuhud terhadap dunia daripada Muhammad bin Ismail.”
Sulaim berkata, “Saya tidak pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri semenjak enam puluh tahun orang yang lebih dalam pemahamannya tentang ajaran Islam, lebih wara’ (takwa), dan lebih zuhud terhadap dunia daripada Muhammad bin Ismail.”
Al
Firabri berkata, “Saya bermimpi melihat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam di
dalam tidur saya”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepada saya,
“Engkau hendak menuju ke mana?” Saya menjawab, “Hendak menuju ke tempat
Muhammad bin Ismail Al Bukhari”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam berkata,
“Sampaikan salamku kepadanya!” .
Al-Bukhori tergolong orang
yang memiliki sifat penyabar dan memiliki kecerdasan yang jarang dimiliki oleh
orang lain. Kecerdasan dan Ketekunan dalam mempelajari hadis-hadis itulah
kemudian diberi gelar Amir al-Mu’minin fi al-Hadits, oleh
ulama’-ulama’ hadits pada zamanya. Di samping sifat penyabar dan kecerdasan
itu, ia juga terkenal mempunyai sifat Wara’ dalam menghadapi kehidupan, dan
ahli ibadah.
Salah satu karya besar yang
monumental dalam kitab hadis yang ditulis oleh Imam Bukhori adalah Al Jami’ Ash
Shahih oleh penyusunnya. Beliau menyeleksi hadits yang tercantum dalam
kitab ini dari 600 ribu hadits.
Beliau rahimahullah bersusah payah dalam memilih, menyeleksi dan
mencari hadits yang shahih hingga setiap kali hendak menuliskan hadits (dalam
kitab ini), beliau selalu berwudhu dan mengerjakan shalat dua rakaat sembari
memohon petunjuk kepada Allah dalam menuliskannya. Setiap hadits bersanad yang
beliau tuliskan dalam kitab ini memiliki sanad shahih dari
rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sanad yang muttashil(bersambung) dimana para
perawinya telah memenuhi persyaratan dalam hal keadilan dan kesempurnaan
hafalan.
Beliau menyelesaikan penyusunan kitab tersebut selama
enam belas tahun. Setelah itu, beliau mengajukan kitabnya itu kepada Imam
Ahmad, Yahya bin Ma’in, ‘Ali bin Al
Madini, dan mereka menilainya sebagai kitab yang bagus dan memberi
rekomendasi/ persaksian akan keabsahan hadits dalam kitab tersebut. Para ulama
di setiap zaman menerima kitab tersebut dengan sepenuh hati. Al Hafizh Adz
Dzahabi berkata, “Ini adalah salah satu kitab dalam ilmu Islam yang paling
bagus dan paling utama setelah kitab Allah ta’ala.
Jumlah hadits dalam Shahih Al Bukhari termasuk yang
terulang berjumlah 7397 buah dan jika tidak termasuk yang terulang berjumlah
2602 buah. Demikianlah yang disebutkan oleh Al Hafizh Ibnu
Hajar rahimahullah.
Karya-karya
Imam Bukhari
Karyanya yang pertama berjudul “Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien”
(Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien). Kitab ini ditulisnya
ketika masih berusia 18 tahun. Ketika menginjak usia 22 tahun, imam bukhari menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci
bersama-sama dengan ibu dan kakaknya yang bernama Ahmad. Di sanalah beliau
menulis kitab “At-Tarikh” (sejarah) yang terkenal itu. Beliau pernah berkata,
“Saya menulis buku “At-Tarikh” di atas makam Nabi Muhammad SAW di waktu malam
bulan purnama”.
karya imam lainnya antara lain
adalah kitab Al-Jami’ ash Shahih, Al-Adab al Mufrad, At Tharikh as Shaghir, At
Tarikh Al Awsat, At Tarikh al Kabir, At Tafsir Al Kabir, Al Musnad al Kabir,
Kitab al ‘Ilal, Raf’ul Yadain fis Salah, Birrul Walidain, Kitab Ad Du’afa,
Asami As Sahabah dan Al Hibah. Diantara semua karyanya tersebut, yang
paling monumental adalah kitab Al-Jami’ as-Shahih yang lebih dikenal dengan
nama Shahih.
2.
Imam Muslim
Imam
Muslim bernama lengkap Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin
Kausyaz al Qusyairi an Naisaburi. Imam Muslim dilahirkan di Naisabur tahun 202
H atau 817 M. Naisabur, saat ini termasuk wilayah Rusia. Dalam sejarah Islam,
Naisabur dikenal dengan sebutan Maa Wara’a an Nahr, daerah-daerah yang terletak
di belakang Sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah. Dan Imam Muslim wafat pada
Ahad sore, pada tanggal 24 Rajab 261 H dengan mewariskan sejumlah karyanya yang
sangat berharga bagi kaum Muslim dan dunia Islam.
Sejak masih kecil, beliau sudah mulai tertarik untuk
menuntut ilmu. Berbagai tempat telah dikunjunginya untuk memenuhi kegemaranya
tersebut. Beliau menerima hadits dari beberapa gurunya, disamping itu pula dia
menerima dari al-Bukhori sendiri, dan karir intelektualanya mengikuti
al-Bukhori terutama dalam menulis kitab shahihnya. Hubungan keduanya sangat
intim sekali, dan Muslim sangat menghormati al-Bukhori.
Salah satu kitab hadits karya Imam Muslim adalah
al-Jami’ al-Shohih atau dikenal dengan sebutan Shohih Muslim. Yang ia tulis
selama 12 tahun. Jumlah hadits yang terdapat dalam kitab ini, tanpa
diulang-ulang sebanyak 3030 buah, dan jumlah keseluruhanya adalah 10,000 buah
hadis.
Kecenderungan Imam Muslim kepada ilmu hadits tergolong
luar biasa. Keunggulannya dari sisi kecerdasan dan ketajaman hafalan, ia
manfaatkan dengan sebaik mungkin. Di usia 10 tahun, Muslim kecil sering datang
berguru pada Imam Ad Dakhili, seorang ahli hadits di kotanya. Setahun kemudian,
Muslim mulai menghafal hadits dan berani mengoreksi kekeliruan gurunya ketika
salah dalam periwayatan hadits. Seperti orang yang haus, kecintaanya dengan
hadits menuntun Muslim bertuangalang ke berbagai tempat dan negara. Safar ke
negeri lain menjadi kegiatan rutin bagi Muslim untuk mendapatkan silsilah yang
benar sebuah hadits.
Dalam berbagai sumber, Muslim tercatat pernah ke
Khurasan. Di kota ini Muslim bertemu dan berguru kepada Yahya bin Yahya dan
Ishak bin Rahawaih. Di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu
‘Ansan. Pada rihlahnya ke Makkah untuk menunaikan haji 220 H, Muslim bertemu
dengan Qa’nabi,- muhaddits kota ini- untuk belajar hadits padanya. Selain itu
Muslim juga menyempatkan diri ke Hijaz. di kota Hijaz ia belajar kepada Sa’id
bin Mansur dan Abu Mas ‘Abuzar. Di Irak Muslim belajar hadits kepada Ahmad bin
Hanbal dan Abdullah bin Maslamah. Kemudian di Mesir, Muslim berguru kepada ‘Amr
bin Sawad dan Harmalah bin Yahya. Termasuk ke Syam, Muslim banyak belajar pada
ulama hadits kota itu.
Tidak seperti kota-kota lainnya, bagi Muslim, Baghdad
memiliki arti tersendiri. Di kota inilah Imam Muhaddits ini berkali-kali
berkunjung untuk belajar kepada ulama ahli hadits. Terakhir Imam Muslim
berkunjung pada 259 H. Saat itu, Imam Bukhari berkunjung ke Naisabur. Oleh Imam
Muslim kesempatan ini digunakannya untuk berdiskusi sekaligus berguru pada Imam
Bukhari.
Berkat kegigihan dan kecintaannya pada hadits, Imam
Muslim tercatat sebagai orang yang dikenal telah meriwayatkan puluhan ribu
hadits. Muhammad Aja Al Khatib, guru besar hadits pada Universitas Damaskus,
Syria, menyebutkan, hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim, Shahih
Muslim, berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan.
Bila dihitung dengan pengulangan, lanjutnya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sedang menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat dalam karya Muslim berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah hadits yang ditulis dalam Shahih Muslim merupakan hasil saringan sekitar 300.000 hadits. Untuk menyelasekaikan kitab Sahihnya, Muslim membutuhkan tidak kurang dari 15 tahun.
Bila dihitung dengan pengulangan, lanjutnya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sedang menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat dalam karya Muslim berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah hadits yang ditulis dalam Shahih Muslim merupakan hasil saringan sekitar 300.000 hadits. Untuk menyelasekaikan kitab Sahihnya, Muslim membutuhkan tidak kurang dari 15 tahun.
Imam Muslim dalam menetapkan kesahihan hadits yang
diriwayatkkanya selalu mengedepankan ilmu jarh dan ta’dil. Metode ini ia
gunakan untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits. Selain itu, Imam Muslim juga
menggunakan metode sighat at tahammul (metode-metode penerimaan riwayat). Dalam
kitabnya, dijumpai istilah haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana
(menyampaikan kepada kami), akhbarani (mengabarkan kepada saya), akhabarana
(mengabarkan kepada kami), maupun qaalaa (ia berkata). Dengan metode ini
menjadikan Imam Muslim sebagai orang kedua terbaik dalam masalah hadits dan
seluk beluknya setelah Imam Bukhari.
Selain itu, Imam Muslim dikenal sebagai tokoh yang
sangat ramah. Keramahan yang dimilikinya tidak jauh beda dengan gurunya, Imam
Bukhari. Dengan reputasi ini Imam Muslim oleh Adz-Dzahabi disebutan sebagai Muhsin min Naisabur (orang baik dari
Naisabur). Maslamah bin Qasim menegaskan, “Muslim
adalah tsiqqat, agung derajatnya dan merupakan salah seorang pemuka
(Imam).” Senada dengan Maslamah bin Qasim, Imam An-Nawawi juga memberi
sanjungan: “Para ulama sepakat atas kebesarannya, keimanan, ketinggian
martabat, kecerdasan dan kepeloporannya dalam dunia hadits.”
Seperti halnya Imam Buhari dengan Al-Jami’ ash-Shahih
yang dikenal sebagai Shahih Bukhari, Imam Muslim juga memiliki kitab
munumental, kitab Shahih Muslim. Dibanding kitab-kitab hadits shahih karya Imam
Muslim lainnya, Shahih Muslim yang memuat 3.033 hadits memiliki karakteristik
tersendiri. Imam Muslim banyak memberikan perhatian pada penjabaran hadits
secara resmi. Imam Muslim bahkan tidak mencantumkan judul-judul pada setiap
akhir dari sebuah pokok bahasan.
Sebenarnya kitab Shahih Muslim
dipublikasikan untuk Abu Zur’ah, salah seorang kritikus hadits
terbesar, yang biasanya memberikan sejumlah catatan mengenai cacatnya hadits.
Lantas, Imam Muslim kemudian mengoreksi cacat tersebut dengan membuangnya tanpa
argumentasi. Karena Imam Muslim tidak pernah mau membukukan hadits-hadits yang
hanya berdasarkan kriteria pribadi semata, dan hanya meriwayatkan hadits yang
diterima oleh kalangan ulama. Sehingga hadits-hadits Muslim terasa sangat
populis.
Sebenarnya
para ulama berbeda pendapat mana yang lebih unggul antara Shahih Muslim dengan
Shahih Bukhari. Jumhur Muhadditsun berpendapat, Shahihul Bukhari lebih unggul, sedangkan sejumlah ulama Marokko dan
yang lain lebih mengunggulkan Shahih Muslim. Perbedaan ini terjadi bila
dilihat dari sisi pada sistematika penulisannya serta perbandingan antara tema
dan isinya. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengulas kelebihan Shahih Bukhari atas Shahih
Muslim, antara lain, karena Al-Bukhari mensyaratkan kepastian bertemunya dua
perawi yang secara struktural sebagai guru dan murid dalam hadits Mu’an’an agar
dapat dipastikan sanadnya bersambung. Sementara Imam Muslim menganggap cukup
dengan “kemungkinan” bertemunya kedua rawi dengan tidak adanya tadlis.
Al-Bukhari mentakhrij hadits yang diterima para perawi tsiqqat derajat utama
dari segi hafalan dan keteguhannya. Walaupun juga mengeluarkan hadits dari rawi
derajat berikutnya dengan sangat selektif. Sementara Muslim, lebih banyak pada
rawi derajat kedua dibanding Bukhari. Selain itu, kritik yang ditujukan kepada
perawi jalur Muslim lebih banyak dibanding al-Bukhari. Sementara pendapat yang
berpihak pada keunggulan Shahih Muslim beralasan, seperti yang dijelaskan Ibnu
Hajar, Muslim lebih berhati-hati dalam menyusun kata-kata dan redaksinya.
Muslim juga tidak membuat kesimpulan dengan memberi judul bab seperti yang
dilakukan Bukhari lakukan.
Karya-karya Imam Muslim
Sepanjang
hidup Imam Muslim, karya-karya yang berhasil ia tulis antara lain:
1) Al-Asma’ wal-Kuna,
2) Irfadus Syamiyyin,
3) Al-Arqaam,
4) Al-Intifa bi Juludis Siba’,
5) Auhamul Muhadditsin,
6)At-Tarikh, At-Tamyiz,
7) Al-Jami’,
8) Hadits Amr bin Syu’aib,
9) Rijalul ‘Urwah,
10)Sawalatuh Ahmad bin Hanbal,
11) Thabaqat,
12) Al-I’lal,
13) Al-Mukhadhramin,
14) Al-Musnad al-Kabir,
15) Masyayikh ats-Tsawri,
16) Masyayikh Syu’bah,
17) Masyayikh Malik,
18) Al-Wuhdan,
19) As-Shahih al-Masnad
3.
Sunan An Nasa`I
Nama lengkap Imam al-Nasa’i adalah Abu Abd al-Rahman
Ahmad bin Ali bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-khurasani al-Qadi. Lahir
di daerah Nasa’ pada tahun 215 H. Ada juga sementara ulama yang mengatakan
bahwa beliau lahir pada tahun 214 H. Beliau dinisbahkan kepada daerah Nasa’
(al-Nasa’i), daerah yang menjadi saksi bisu kelahiran seorang ahli hadis
kaliber dunia. Beliau berhasil menyusun sebuah kitab monumental dalam kajian
hadis, yakni al-Mujtaba’ yang
di kemudian hari kondang dengan sebutan Sunan al-Nasa’i.
Setahun
menjelang kewafatannya, beliau pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan tampaknya
tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal beliau. Al-Daruqutni
mengatakan, beliau di Makkah dan dikebumikan diantara Shafa dan Marwah.
Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-’Uqbi
al-Mishri.
Sementara
ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia
mengatakan, Imam al-Nasa’i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina.
Pendapat ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Ja’far al-Thahawi (murid al-Nasa’i)
dan Abu Bakar al-Naqatah.
Menurut
pandangan terakhir ini, Imam al-Nasa’i meninggal pada tahun 303 H dan
dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina. Inna lillah wa Inna Ilai Rajiun.
Semoga jerih payahnya dalam mengemban wasiat Rasullullah guna menyebarluaskan
hadis mendapatkan balasan yang setimpal di sisi Allah. Amiiin.
An Nasa`i merupakan seorang
lelaki yang tampan, berwajah bersih dan segar, wajahnya
seakan-akan lampu yang menyala. Beliau adalah sosok yang karismatik dan tenang,
berpenampilan yang sangat menarik. Kondisi itu karena beberapa faktor,
diantaranya; dia sangat memperhatikan keseimbangan dirinya dari segi makanan,
pakaian, dan kesenangan, minum sari buah yang halal dan banyak makan ayam.
Imam Nasa`i memulai menuntut ilmu lebih dini, karena
beliau mengadakan perjalanan ke Qutaibah bin Sa’id pada tahun 230 hijriah, pada
saat itu beliau berumur 15 tahun. Beliau tinggal di samping Qutaibah di
negrinya Baghlan selama setahun dua bulan, sehingga beliau dapat menimba ilmu
darinya begitu banyak dan dapat meriwayatkan hadits-haditsnya.
Imam Nasa`i
mempunyai hafalan dan kepahaman yang jarang di miliki oleh orang-orang pada
zamannya, sebagaimana beliau memiliki kejelian
dan keteliatian yang sangat mendalam. maka beliau dapat meriwayatkan
hadits-hadits dari ulama-ulama kibar, berjumpa dengan para imam huffazh dan
yang lainnya, sehingga beliau dapat menghafal banyak hadits, mengumpulkannya
dan menuliskannya, sampai akhirnya beliau memperoleh derajat yang pantas dalam
disiplin ilmu ini.
Beliau telah
menulis hadits-hadits dla’if,
sebagaimana beliaupun telah menulis hadits-hadits
shahih, padahal pekerjaan ini hanya di lakukan oleh ulama pengkritik
hadits, tetapi imam Nasa`i mampu untuk melakukan pekerjaan ini, bahkan beliau
memiliki kekuatan kritik yang detail dan akurat, sebagaimana yang di gambarkan
oleh al Hafizh Abu Thalib Ahmad bin Sazhr; ‘ siapa yang dapat bersabar
sebagaimana kesabaran An Nasa`i? dia memiliki hadits Ibnu Lahi’ah dengan
terperinci – yaitu dari Qutaibah dari Ibnu Lahi’ah-, maka dia tidak
meriwayatkan hadits darinya.’ Maksudnya karena kondisi Ibnu Lahi’ah yang
dla’if.
Dengan ini menunjukkan, bahwa tendensi beliau bukan
hanya memperbanyak riwayat hadits semata, akan tetapi beliau berkeinginan untuk
memberikan nasehat dan menseterilkan syarea’at (dari bid’ah dan hal-hal yang
diada-adakan)
Sebagaimana
imam Nasa`i selalu berhati-hati dalam mendengar hadits dan selalu selektif
dalam meriwayatkannya. Maka ketika beliau
mendengar dari Al Harits bin Miskin, dan banyak meriwayatkan darinya, akan
tetapi beliau tidak mengatakan; ‘telah menceritakan kepada kami,’ atau ‘telah
mengabarkan kepada kami,’ secara serampangan, akan tetapi dia selalu berkata;
‘dengan cara membacakan kepadanya dan aku mendengar.’ Para ulama menyebutkan,
bahwa faktor imam Nasa`i melakukan hal tersebut karena terdapat kerenggangan
antara imam Nasa`i dengan Al Harits, dan tidak memungkinkan baginya untuk
menghadiri majlis Al Harits, kecuali beliau mendengar dari belakang pintu atau
lokasi yang memungkinkan baginya untuk mendengar bacaan qari` dan beliau tidak
dapat melihatnya.
Imam Nasa`i mempunyai lawatan ilmiah cukup luas,
beliau berkeliling kenegri-negri Islam, baik di timur maupun di barat, sehingga
beliau dapat mendengar dari banyak orang yang mendengar hadits dari para hafizh
dan syaikh.
Di
antara negri yang beliau kunjungi adalah Khurasan, Iraq, Baghdad, Kufah.
Bashrah, Al Jazirah yaitu Haran, Maushil dan sekitarnya. Syam Perbatasan; yaitu
perbatasan wilayah negri islam dengan kekuasaan Ramawi, Hijaz, dan Mesir.
Guru-guru beliau
Kemampuan
intelektual Imam Nasa’i menjadi matang dan berisi dalam masa lawatan ilmiahnya.
Namun demikian, awal proses pembelajarannya di daerah Nasa’ tidak bisa
dikesampingkan begitu saja, karena di daerah inilah, beliau mengalami proses
pembentukan intelektual, sementara masa lawatan ilmiahnya dinilai sebagai
proses pematangan dan perluasan pengetahuan.
Di
antara guru-guru beliau, yang teradapat didalam kitab sunannya adalah sebagai
berikut Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Hisyam bin ‘Ammar, Suwaid bin
Nashr, Ahmad bin ‘Abdah Adl Dabbi, Abu Thahir bin as Sarh, Yusuf bin ‘Isa Az
Zuhri,
Ishaq bin Rahawaih, Al Harits bin Miskin, Ali bin Kasyra, Imam Abu Dawud,
Imam Abu Isa at Tirmidzi Dan yang lainnya.
Ishaq bin Rahawaih, Al Harits bin Miskin, Ali bin Kasyra, Imam Abu Dawud,
Imam Abu Isa at Tirmidzi Dan yang lainnya.
Murid-murid beliau
Murid-murid
yang mendengarkan majlis beliau dan pelajaran hadits beliau adalah Abu al Qasim
al Thabarani, Ahmad bin Muhammad bin Isma’il An Nahhas an Nahwi, Hamzah bin
Muhammad Al Kinani, Muhammad bin Ahmad bin Al Haddad asy Syafi’i,
Al Hasan bin Rasyiq, Muhmmad bin Abdullah bin Hayuyah An Naisaburi,
Abu Ja’far al Thahawi, Al Hasan bin al Khadir Al Asyuti, Muhammad bin Muawiyah bin al Ahmar al Andalusi, Abu Basyar ad Dulabi, Abu Bakr Ahmad bin Muhammad as Sunni.
Dan yang lainnya
Al Hasan bin Rasyiq, Muhmmad bin Abdullah bin Hayuyah An Naisaburi,
Abu Ja’far al Thahawi, Al Hasan bin al Khadir Al Asyuti, Muhammad bin Muawiyah bin al Ahmar al Andalusi, Abu Basyar ad Dulabi, Abu Bakr Ahmad bin Muhammad as Sunni.
Dan yang lainnya
Persaksian
para ulama terhadap beliau Dari kalangan ulama seperiode beliau dan
murid-muridnya banyak yang memberikan pujian dan sanjungan kepada beliau,
diantara mereka yang memberikan pujian kepada beliau adalah;
Abu
‘Ali An Naisaburi menuturkan; ‘beliau adalah tergolong dari kalangan imam kaum
muslimin.’ Sekali waktu dia menuturkan; beliau adalah imam dalam bidang hadits
dengan tidak ada pertentangan.’
Abu
Bakr Al Haddad Asy Syafi’I menuturkan; ‘aku ridla dia sebagai hujjah antara aku
dengan Allah Ta’ala.’
Manshur
bin Isma’il dan At Thahawi menuturkan; ‘beliau adalah salah seorang imam kaum
muslimin.’
Abu
Sa’id bin yunus menuturkan; ‘ beliau adalah seorang imam dalam bidang hadits,
tsiqah, tsabat dan hafizh.’
Al
Qasim Al Muththarriz menuturkan; ‘beliau adalah seorang imam, atau berhak
mendapat gelar imam.’
Ad
Daruquthni menuturkan; ‘Abu Abdirrahman lebih di dahulukan dari semua orang
yang di sebutkan dalam disiplin ilmu ini pada masanya.’
Al
Khalili menuturkan; ‘beliau adalah seorang hafizh yang kapabel, di ridlai oleh
para hafidzh, para ulama sepakat atas kekuatan hafalannya, ketekunannya, dan
perkataannya bisa dijadikan sebagai sandaran dalam masalah jarhu wa ta’dil.’
Ibnu
Nuqthah menuturkan; ‘beliau adalah seorang imam dalam disiplin ilmu ini.’
Al Mizzi menuturkan; ‘beliau adalah seorang imam yang menonjol, dari kalangan para hafizh, dan para tokoh yang terkenal.’
Al Mizzi menuturkan; ‘beliau adalah seorang imam yang menonjol, dari kalangan para hafizh, dan para tokoh yang terkenal.’
Hasil karya beliau
Imam Nasa`i mempunyai beberapa
hasil karya, diantaranya adalah;
1. As
Sunan Ash Shughra
2. As
Sunan Al Kubra
3. Al
Kuna
4. Khasha`isu
‘Ali
5. ‘Amalu
Al Yaum wa Al Lailah
6. At
Tafsir
7. Adl
Dlu’afa wa al Matrukin
8. Tasmiyatu
Fuqaha`i Al Amshar
9. Tasmiyatu
man lam yarwi ‘anhu ghaira rajulin wahid
10. Dzikru
man haddatsa ‘anhu Ibnu Abi Arubah
11. Musnad
‘Ali bin Abi Thalib
12. Musnad
Hadits Malik
13. Asma`u
ar ruwah wa at tamyiz bainahum
14. Al
Ikhwah
15. Al
Ighrab
16. Musnad
Manshur bin Zadzan
17. Al
Jarhu wa ta’dil
4.
Sunan Abi Dawud
Nama lengkap Abu Dawud ialah Sulaiman bin al-Asy’as
bin Ishak bin Basyir bin Syidad bin Amar al-Azdi as-Sijistani.Beliau adalah Imam dan tokoh ahli hadits, serta pengarang
kitab sunan. Beliau dilahirkan tahun 202 H. di Sijistan. Abu Dawud wafat di
Basrah, tempat tinggal atas per-mintaan Amir sebagaimana yang telah
diceritakan. la wafat tanggal 16 Syawal 275 H. Semoga Allah senantiasa
melimpahkan rahmat dan ridanya kepada-nya.
Sejak kecil Abu Dawud sangat mencintai ilmu dan sudah
bergaul dengan para ulama untuk menimba ilmunya. Sebelum dewasa, dia sudah
mempersiapkan diri untuk melanglang ke berbagai negeri. Dia belajar hadits dari para ulama yang ditemuinya di Hijaz, Syam, Mesir,
Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri lainnya. Pengemba-raannya ke
beberapa negeri itu menunjang dia untuk mendapatkan hadits sebanyak-banyaknya.
Kemudian hadits itu disaring, lalu ditulis pada
kitab Sunan. Abu Dawud sudah berulang kali mengunjungi Bagdad. Di kota itu,
dia me-ngajar hadits dan fiqih dengan menggunakan kitab sunan sebagai buku pe-gangan. Kitab sunan itu ditunjukkan
kepada ulama hadits terkemuka, Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad bin Hanbal
mengatakan bahwa kitab itu sangat bagus.
Abu Dawud
termasuk ulama yang mencapai derajat tinggi dalam beribadah, kesucian diri,
kesalihan dan wara’ yang patut diteladani.
Sebagian ulama berkata: "Perilaku Abu Dawud, sifat dan kepribadiannya menyerupai Imam Ahmad
bin Hanbal. Imam Ahmad bin Hanbal seperti Sufyan as-Sauri, Sufyan seperti
Mansur, Mansur menyerupai Ibrahim an-Nakha’i, Ibrahim menyerupai Alqamah.
"Alqamah seperti Ibnu Mas’ud, dan Ibnu Mas’ud seperti Nabi Muhammad
Shalallahu alaihi wasallam.
Sifat dan
kepribadian seperti ini menunjukkan kesempurnaan beragama, prilaku dan akhlak
Abu Dawud.Abu Dawud mempunyai falsafah tersendiri dalam berpakaian. Salah satu
lengan bajunya lebar dan satunya lagi sempit. Bila ada yang bertanya, dia
menjawab: "Lengan yang lebar ini untuk membawa kitab, sedang yang satunya
tidak diperlukan. Kalau dia lebar, berarti pemborosan."
Ulama memuji Abu Dawud, Abu Dawud adalah seorang tokoh ahli hadits yang menghafal
dan memahami hadits beserta illatnya. Dia mendapatkan kehormatan dari para
ulama, terutama dari gurunya, Imam Ahmad
bin Hanbal. Al-Hafiz Musa bin Harun berkata: "Abu Dawud diciptakan di dunia untuk Hadits, dan di akhirat untuk surga.
Aku tidak pernah melihat orang yang lebih utama dari dia."
Sahal bin Abdullah at-Tastari, seorang sufi yang alim
mengunjungi Abu Dawud dan berkata: "Saya adalah Sahal, datang untuk
mengunjungimu." Abu Dawud menyambutnya dengan hormat dan mempersilakan
duduk. Lalu Sahal berkata: "Abu Dawud, saya ada keperluan." Dia
bertanya: "Keperluan apa?" Sahal menjawab: "Nanti saya katakan,
asalkan engkau berjanji memenuhi permintaanku." Abu Dawud menjawab:
"Jika aku mampu pasti kuturuti." Lalu Sahal mengatakan:
"Julurkanlah lidahmu yang engkau gunakan meriwayatkan hadits dari
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam sehingga aku dapat menciumnya" Lalu
Abu Dawud menjulurkan lidahnya kemudian dicium Sahal.
Ketika Abu Dawud menyusun kitab sunan, Ibrahim
al-Harbi, seorang Ulama hadits, berkata: "Hadits telah dilunakkan bagi Abu Dawud, sebagai-mana besi dilunakkan
untuk Nabi Dawud." Ungkapan itu adalah perumpama-an bagi keistimewaan
seorang ahli hadits. Dia telah mempermudah yang rumit dan mendekatkan yang
jauh, serta memudahkan yang sukar.
Seorang Ulama hadits dan fiqih terkemuka yang
bermazhab Hanbali, Abu Bakar al-Khallal, berkata: "Abu Dawud Sulaiman bin
al-Asy’as as-Sijistani adalah Imam terkemuka pada jamannya, penggali beberapa
bidang ilmu sekaligus mengetahui tempatnya, dan tak seorang pun di masanya
dapat menandinginya. Abu Bakar al-Asbihani dan Abu Bakar bin Sadaqah selalu
menyanjung Abu Dawud, dan mereka memujinya yang belum pernah diberikan kepada
siapa pun di masanya.Mazhab yang diikuti Abu Dawud.
Syaikh Abu Ishaq as-Syairazi dalam Tabaqatul Fuqaha
menggolong-kan Abu Dawud sebagai murid Imam Ahmad bin Hanbal. Begitu pula Qadi
Abdul Husain Muhammad bin Qadi Abu Ya’la (wafat tahun 526 H.) yang termaktub
dalam kitab Tabaqatul Hanabilah. Penilaian ini disebabkan, Imam Ahmad adalah
guru Abu Dawud yang istimewa. Ada yang mengatakan bahwa dia bermazhab Syafi’i.
Guru-gurunya
Jumlah guru Imam Abu Dawud sangat banyak. Di antara
gurunya yang paling menonjol antara lain: Ahmad bin Hanbal, al-Qan’abi, Abu
Amar ad-Darir, Muslim bin Ibrahim, Abdullah bin raja’, Abdul Walid at-Tayalisi
dan lain--lain. Sebagian gurunya ada yang menjadi guru Bukhari dan Muslim, seperti
Ahmad bin Hanbal, Usman bin Abu Syaibah dan Qutaibah bin sa’id.
Murid-muridnya
Ulama yang pernah menjadi muridnya dan yang
meriwayatkan hadits-nya antara lain Abu Isa at-Tirmizi, Abu Abdur Rahman
an-Nasa’i, putranya sendiri Abu Bakar bin Abu Dawud, Abu Awana, Abu Sa’id
aI-Arabi, Abu Ali al-Lu’lu’i, Abu Bakar bin Dassah, Abu Salim Muhammad bin
Sa’id al-Jaldawi dan lain-lain.
Karya-karya
Abu Dawud
Abu Dawud mempunyai karangan yang banyak, antara lain:
1.
Kitab as-Sunan
2. Kitab
al-Marasil
3. Kitab
al-Qadar
4. An-Nasikh
Wal Mansukh
5.
Fada’ilul A’mal
6. Kitab
az-Zuhud
7. Dalailun
Nubuwah
8. Ibtida’ul
Wahyu
9. Ahbarul
Khawarij
Di antara kitab tersebut, yang paling
populer adalah kitab as-Sunan, yang biasa dikenal dengan Sunan Abu Dawud.
5.
Sunan At Tirmidzi
Nama lengkapnya adalah Imam al-Hafidz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah
bin Musa bin ad-Dahhak As-Sulami at-Tirmidzi, pengarang berbagai kitab yang
masyur lahir pada 279 H di kota Tirmiz.As Sulami At Tirmidzi nisbah kepada
negri tempat beliau di lahirkan (Tirmidz), yaitu satu kota yang terletak di
arah selatan dari sungai Jaihun, bagian selatan Iran. Para pakar sejarah tidak
menyebutkan tahun kelahiran beliau secara pasti, akan tetapi sebagian yang lain
memperkirakan bahwa kelahiran beliau pada tahun 209 hijriah. Sedang Adz Dzahabi berpendapat dalam kisaran tahun 210
hijriah.
Di akhir kehidupannya, imam at Tirmidzi mengalami kebutaan, beberapa tahun beliau hidup sebagai tuna
netra, setelah itu imam atTirmidzi meninggal dunia. Beliau wafat di Tirmidz
pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H bertepatan dengan 8 Oktober 892, dalam
usia beliau pada saat itu 70 tahun.
Ada satu berita yang mengatakan bahwa imam At Tirmidzi di lahirkan dalam
keadaan buta, padahal berita yang akurat adalah, bahwa beliau mengalami
kebutaan di masa tua, setelah mengadakan lawatan ilmiah dan penulisan beliau
terhadap ilmu yang beliau miliki.
Beliau tumbuh di daerah Tirmidz,
mendengar ilmu di daerah ini sebelum memulai rihlah ilmiah beliau. Dan beliau
pernah menceritakan bahwa kakeknya adalah orang marwa, kemudian berpindah dari
Marwa menuju ke tirmidz, dengan ini menunjukkan bahwa beliau lahir di Tirmidzi.
Berbagai literatur-literatur yang ada tidak menyebutkan dengan pasti kapan
imam Tirmidzi memulai mencari ilmu, akan tetapi yang tersirat ketika kita
memperhatikan biografi beliau, bahwa
beliau memulai aktifitas mencari ilmunya setelah menginjak usia dua puluh
tahun.
Beliau memiliki kelebihan; hafalan yang
begitu kuat dan otak encer yang cepat menangkap pelajaran. Sebagai permisalan yang dapat menggambarkan kecerdasan
dan kekuatan hafalan beliau adalah, satu kisah perjalan beliau meuju Makkah,
yaitu; “Pada saat aku dalam perjalanan menuju Makkah, ketika itu aku telah
menulis dua jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang syaikh.
Kebetulan Syaikh tersebut berpapasan dengan kami. Maka aku bertanya kepadanya,
dan saat itu aku mengira bahwa “dua jilid kitab” yang aku tulis itu bersamaku.
Tetapi yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang
masih putih bersih belum ada tulisannya. aku memohon kepadanya untuk
menperdengarkan hadits kepadaku, dan ia mengabulkan permohonanku itu. Kemudian
ia membacakan hadits dari lafazhnya kepadaku. Di sela-sela pembacaan itu ia
melihat kepadaku dan melihat bahwa kertas yang kupegang putih bersih. Maka dia
menegurku: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ maka aku pun memberitahukan
kepadanya perkaraku, dan aku berkata; “aku telah mengahafal semuanya.” Maka
syaikh tersebut berkata; ‘bacalah!’. Maka aku pun membacakan kepadanya
seluruhnya, tetapi dia tidak mempercayaiku, maka dia bertanya: ‘Apakah telah
engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian aku
meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan
empat puluh buah hadits, lalu berkata: ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’
Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai tanpa salah satu huruf pun.”
Imam At Tirmidzi keluar dari negrinya menuju ke Khurasan, Iraq dan Haramain
dalam rangka menuntut ilmu. Di sana beliau mendengar ilmu dari kalangan ulama
yang beliau temui, sehingga dapat mengumpulkan hadits dan memahaminya. Akan
tetapi sangat di sayangkan beliau tidak masuk ke daerah Syam dan Mesir,
sehingga hadits-hadits yang beliau riwayatkan dari ulama kalangan Syam dan
Mesir harus melalui perantara, kalau sekiranya beliau mengadakan perjalanan ke
Syam dan Mesir, niscaya beliau akan mendengar langsung dari ulama-ulama
tersebut, seperti Hisyam bin ‘Ammar dan semisalnya.
Negri-negri yang pernah beliau masuki
adalah;
- Khurasan
- Bashrah
- Kufah
- Wasith
- Baghdad
- Makkah
- Madinah
- Ar Ray
Guru-guru beliau
Imam at Tirmidzi menuntut ilmu dan meriwayatkan hadits
dari ulama-ulama kenamaan. Di antara mereka adalah
- Qutaibah bin Sa’id
- Ishaq bin Rahuyah
- Muhammad bin ‘Amru As Sawwaq al Balkhi
- Mahmud bin Ghailan
- Isma’il bin Musa al Fazari
- Ahmad bin Mani’
- Abu Mush’ab Az Zuhri
- Basyr bin Mu’adz al Aqadi
- Al Hasan bin Ahmad bin Abi Syu’aib
- Abi ‘Ammar Al Husain bin Harits
- Abdullah bin Mu’awiyyah al Jumahi
- ‘Abdul Jabbar bin al ‘Ala`
- Abu Kuraib
- ‘Ali bin Hujr
- ‘Ali bin sa’id bin Masruq al Kindi
- ‘Amru bin ‘Ali al Fallas
- ‘Imran bin Musa al Qazzaz
- Muhammad bin aban al Mustamli
- Muhammad bin Humaid Ar Razi
- Muhammad bin ‘Abdul A’la
- Muhammad bin Rafi’
- Imam Bukhari
- Imam Muslim
- Abu Dawud
- Muhammad bin Yahya al ‘Adani
- Hannad bin as Sari
- Yahya bin Aktsum
- Yahya bun Hubaib
- Muhammad bin ‘Abdul Malik bin Abi Asy Syawarib
- Suwaid bin Nashr al Marwazi
- Ishaq bin Musa Al Khathami
- Harun al Hammal.
Murid-murid beliau
Kumpulan hadits dan ilmu-ilmu yang di miliki imam
Tirmidzi banyak yang meriwayatkan, diantaranya adalah;
- Abu Bakr Ahmad bin Isma’il As Samarqandi
- Abu Hamid Abdullah bin Daud Al Marwazi
- Ahmad bin ‘Ali bin Hasnuyah al Muqri`
- Ahmad bin Yusuf An Nasafi
- Ahmad bin Hamduyah an Nasafi
- Al Husain bin Yusuf Al Farabri
- Hammad bin Syair Al Warraq
- Daud bin Nashr bin Suhail Al Bazdawi
- Ar Rabi’ bin Hayyan Al Bahili
- Abdullah bin Nashr saudara Al Bazdawi
- ‘Abd bin Muhammad bin Mahmud An Safi
- ‘Ali bin ‘Umar bin Kultsum as Samarqandi
- Al Fadhl bin ‘Ammar Ash Sharram
- Abu al ‘Abbas Muhammad bin Ahmad bin Mahbub
- Abu Ja’far Muhammad bin Ahmad An Nasafi
- Abu Ja’far Muhammad bin sufyan bin An Nadlr An Nasafi al Amin
- Muhammad bin Muhammad bin Yahya Al Harawi al Qirab
- Muhammad bin Mahmud bin ‘Ambar An Nasafi
- Muhammad bin Makki bin Nuh An Nasafai
- Musbih bin Abi Musa Al Kajiri
- Makhul bin al Fadhl An Nasafi
- Makki bin Nuh
- Nashr bin Muhammad biA Sabrah
- Al Haitsam bin Kulaib
Persaksian para ulama terhadap beliau
Persaksian para ulama terhadap keilmuan dan kecerdasan
imam Tirmidzi sangatlah banyak, diantaranya adalah;
- Imam Bukhari berkata kepada imam At Tirmidzi; “ilmu yang aku ambil manfaatnya darimu itu lebih banyak ketimbang ilmu yang engkau ambil manfaatnya dariku.”
- Al Hafiz ‘Umar bin ‘Alak menuturkan; “Bukhari meninggal, dan dia tidak meninggalkan di Khurasan orang yang seperti Abu ‘Isa dalam hal ilmu, hafalan, wara’ dan zuhud.”
- Ibnu Hibban menuturkan; “Abu ‘Isa adalah sosok ulama yang mengumpulkan hadits, membukukan, menghafal dan mengadakan diskusi dalam hal hadits.”
- Abu Ya’la al Khalili menuturkan; “Muhammad bin ‘Isa at Tirmidzi adalah seorang yang tsiqah menurut kesepatan para ulama, terkenal dengan amanah dandan keilmuannya.”
- Abu Sa’d al Idrisi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam yang di ikuti dalam hal ilmu hadits, beliau telah menyusun kitab al jami’, tarikh dan ‘ilal dengan cara yang menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang alim yang kapabel. Beliau adalah seorang ulama yang menjadi contoh dalam hal hafalan.”
- Al Mubarak bin al Atsram menuturkan; “Imam Tirmidzi merupakan salah seorang imam hafizh dan tokoh.”
- Al Hafizh al Mizzi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam yang menonjol, dan termasuk orang yang Allah jadikan kaum muslimin mengambil manfaat darinya.
- Adz Dzahabi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah seorang hafizh, alim, imam yang kapabel
- Ibnu Katsir menuturkan: “Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam dalam bidangnya pada zaman beliau.”
Hasil karya beliau
Imam Tirmizi menitipkan ilmunya di dalam hasil karya
beliau, diantara buku-buku beliau ada yang sampai kepada kita dan ada juga yang
tidak sampai. Di antara hasil karya beliau yang sampai kepada kita adalah:
1.
Kitab Al Jami’, terkenal
dengan sebutan Sunan at Tirmidzi.
2.
Kitab Al ‘Ilal
3.
Kitab Asy Syama’il an
Nabawiyyah.
4.
Kitab Tasmiyyatu ashhabi
rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
5.
Kitab At-Tarikh.
6.
Kitab Az Zuhd.
7.
Kitab Al Asma’ wa al kuna.
6.
Sunan Ibni Majah
Nama lengkap ibnu majah adalah Muhammad bin Yazid bin
Mâjah al Qazwînî. Nama yang lebih familier adalah Ibnu Mâjah yaitu laqab
bapaknya (Yazîd
Ibnu Majah dilahirkan pada tahun 209 hijirah. Referensi-referensi yang ada tidak memberikan ketetapan yang pasti, di mana Ibnu Majah di lahirkan, akan tetapi masa pertumbuhan beliau berada di Qazwin. Maka bisa jadi Qazwin merupakan tempat tinggal beliau. Beliau meninggal pada hari senin, tanggal 21 ramadhan tahun 273 H. Di kuburkan esok harinya pada hari selasa. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan keridlaan-Nya kepada beliau.
Ibnu Majah dilahirkan pada tahun 209 hijirah. Referensi-referensi yang ada tidak memberikan ketetapan yang pasti, di mana Ibnu Majah di lahirkan, akan tetapi masa pertumbuhan beliau berada di Qazwin. Maka bisa jadi Qazwin merupakan tempat tinggal beliau. Beliau meninggal pada hari senin, tanggal 21 ramadhan tahun 273 H. Di kuburkan esok harinya pada hari selasa. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan keridlaan-Nya kepada beliau.
Ibnu majah memulai aktifitas menuntut ilmunya di negri
tempat tinggalnya Qazwin. Akan tetapi sekali lagi referensi-referensi yang ada
sementara tidak menyebutkan kapan beliau memulai menuntut ilmunya. Di Qazwin
beliau berguru kepada Ali bin Muhammad at Thanafusi, dia adalah seorang yang tsiqah, berwibawa dan banyak meriwayatkan
hadits. Maka Ibnu Majah tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dia
memperbanyak mendengar dan berguru kepadanya. Ath Thanafusi meninggal pada
tahun 233 hijriah, ketika itu Ibnu Majah berumur sekitar 24 tahun. Maka bisa di
tarik kesimpulan bahwa permulaan Ibnu Majah menuntut ilmu adalah ketika dia
berumur dua puluh tahunan.
Ibnu Majah termotivasi untuk menuntut ilmu, dan dia tidak puas dengan hanya tinggal di negrinya, maka beliaupun mengadakan rihlah ilmiahnya ke sekitar negri yang berdampingan dengan negrinya, dan beliau mendengar hadits dari negri-negri tersebut.
Ibnu Majah termotivasi untuk menuntut ilmu, dan dia tidak puas dengan hanya tinggal di negrinya, maka beliaupun mengadakan rihlah ilmiahnya ke sekitar negri yang berdampingan dengan negrinya, dan beliau mendengar hadits dari negri-negri tersebut.
Ibnu Majah meniti jalan ahli ilmu pada zaman tersebut,
yaitu mengadakan rihlah dalam rangka menuntut ilmu. Maka beliau pun keluar
meninggalkan negrinya untuk mendengar hadits dan menghafal ilmu. Berkeliling
mengitari negri-negri islam yang menyimpan mutiara hadits. Bakat dan minatnya
di bidang Hadis makin besar. Hal inilah yang membuat Ibnu Majah berkelana ke
beberapa daerah dan negri guna mencari, mengumpulkan, dan menulis Hadis.
Puluhan negri telah ia kunjungi, antara lain:
1.
Khurasan; Naisabur dan yang
lainnya
2.
Ar Ray
3.
Iraq; Baghdad, Kufah,
Wasith dan Bashrah
4.
Hijaz; Makkah dan Madinah
5.
Syam; damasqus dan Himsh
6.
Mesir
Guru-guru beliau
Ibnu Majah sama dengan ulama-ulama pengumpul hadits
lainnya, beliau mempunyai guru yang sangat banyak sekalia. Diantara guru beliau
adalah;
1.
‘Ali bin Muhammad ath
Thanâfusî
2.
Jabbarah bin AL Mughallas
3.
Mush’ab bin ‘Abdullah az
Zubair
4.
Suwaid bin Sa’îd
5.
Abdullâh bin Muawiyah al
Jumahî
6.
Muhammad bin Ramh
7.
Ibrahîm bin Mundzir al
Hizâmi
8.
Muhammad bin Abdullah bin
Numair
9.
Abu Bakr bin Abi Syaibah
10.
Hisyam bin ‘Ammar
11.
Abu Sa’id Al Asyaj
Murid-murid beliau
Keluasan ‘ilmu Ibnu Majah membuat para penuntut ilmu
yang haus akan ilmu berkeliling dalam majlis yang beliau dirikan. Maka sangat
banyak sekali murid yang mengambil ilmu darinya, diantara mereka adalah;
1.
Muhammad bin ‘Isa al Abharî
2.
Abu Thayyib Ahmad al
Baghdadî
3.
Sulaiman bin Yazid al Fami
4.
‘Ali bin Ibrahim al
Qaththan
5.
Ishaq bin Muhammad
6.
Muhammad bin ‘Isa ash Shiffar
7.
‘Ali bin Sa’îd al ‘Askari
8.
Ibnu Sibuyah
9.
Wajdî Ahmad bin Ibrahîm
Persaksian para ulama terhadap beliau
1.
Al HafizhAl Khalili
menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang yang tsiqah kabir, muttafaq ‘alaih,
dapat di jadikan sebagai hujjah, memiliki pengetahuan yang mendalam dalam
masalah hadits, dan hafalan.”
2.
Al Hafizh Adz Dzahabi
menuturkan; "(Ibnu Majah) adalah seorang hafizh yang agung, hujjah dan
ahli tafsir."
3.
Al Mizzi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah
seorang hafizh, pemilik kitab as sunan dan beberapa hasil karya yang
bermanfa’at.”
4.
Ibnu Katsîr menuturkan:
“Ibnu Majah adalah pemilik kitab as Sunnan yang Masyhur. Ini menunjukkan
‘amalnya, ‘ilmunya, keluasan pengetahuannya dan kedalamannya dalam hadits serta
ittibâ’nya terhadap Sunnah dalam hal perkara-perakra dasar maupun cabang
Hasil karya beliau
Ibnu Majah adalah seorang ulama penyusun buku, dan
hasil karya beliau cukuplah banyak. Akan tetapi sangat di sayangkan, bahwa
buku-buku tersebut tidak sampai kekita. Adapun diantara hasil karya beliau yang
dapat di ketahui sekarang ini adalah:
1.
Kitab as-Sunan yang masyhur
2.
Tafsîr al Qurân al Karîm
3.
Kitab at Tarîkh yang berisi
sejarah mulai dari masa ash-Shahâbah sampai masa beliau.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Istilah Kutubus Sittah digunakan untuk menyebut enam kitab induk
hadits, yaitu :
1. Shahih Al Bukhari
2. Shahih Muslim
3. Sunan An Nasa`I
4. Sunan Abi Dawud
5. Sunan At Tirmidzi
6. Sunan Ibni Majah
Kutubu Sittah ini termasuk Diantara
kitab yang terbagus penulisan dan penyusunannya, paling banyak benarnya dan
sedikit kesalahannya, paling meluas umum manfaatnya dan paling banyak
faidahnya, paling besar barakahnya, paling mudah kesukarannya, paling baik
penerimaannya disisi orang pro dan kontra dan paling penting posisinya
dikalangan semua orang.
Masing-masing kitab enam tersebut
memiliki ciri khas yang hanya diketahui oleh orang yang ahli dibidang ini,
sehingga kitab-kitab tersebut dikenal oleh manusia dan tersebar diseluruh
pelosok negeri Islam dan pemanfaatannya menjadi besar serta para penuntut ilmu
berusaha keras untuk mendapatkannya dan memahaminya.
Banyak sekali karya tulis berupa
syarah dan ta’liq terhadap kitab-kitab tersebut. Sebagiannya mengkaji tentang
mengenal isi kandungan dari matan-matan hadits yang termuat didalamnya, dan
sebagian yang lain mengkaji tentang mengenal kandungan sanad-sanadnya, sebagian
yang lain mengkaji tentang gabungan semua itu.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Siyar A’laam An-Nubala’ karya Al Imam Adz-Dzahabi
Ø Fi Rihabi as-Sunnah al Kutubi al-Shihahi al-Sittah
Ø Biografi Tirmidzi dalam Kutubus Sittah;Abu Syuhbah no.83
Ø Mohammad Nor Ichwan,”Studi Ilmu
Hadits”,Semarang:RaSAIL Media Group
Ø http://ikhwanmuslim.com/fikih/mengenal-kutubus-sittah-enam-kitab-induk-hadits
Anda sedang membaca artikel tentang Makalah PERAWI AL-KUTUB AL-SITTAH AL-MUWATHTHA’, AL-MUSNAD IMAM AHMAD DAN SUNAN AL-DARIMY dan anda bisa menemukan artikel Makalah PERAWI AL-KUTUB AL-SITTAH AL-MUWATHTHA’, AL-MUSNAD IMAM AHMAD DAN SUNAN AL-DARIMY ini dengan url http://anekamakalahkita.blogspot.com/2013/01/makalah-perawi-al-kutub-al-sittah-al_5228.html. Anda dapat Mengcopy Artikel Makalah PERAWI AL-KUTUB AL-SITTAH AL-MUWATHTHA’, AL-MUSNAD IMAM AHMAD DAN SUNAN AL-DARIMY ini untuk kepentingan pendidikan. Semoga artikel Makalah PERAWI AL-KUTUB AL-SITTAH AL-MUWATHTHA’, AL-MUSNAD IMAM AHMAD DAN SUNAN AL-DARIMY ini bermanfaat Bagi Anda. Mohon tinggalkan komentar setelah Anda membaca artikel Makalah PERAWI AL-KUTUB AL-SITTAH AL-MUWATHTHA’, AL-MUSNAD IMAM AHMAD DAN SUNAN AL-DARIMY ini. untuk dijadikan sebagai perbaikan dari artikel ini. bagi yang mau menyumbangkan makalah kirim melalui email sangmahasiswaabadi@gmail.com