KATA
PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puja & puji syukur atas rahmat &
ridho ALLAH SWT.karena tanpa rahmat & ridhoNYA,kami tidak dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat waktu. Tidak lupa pula
kami ucapkan terima kasih kepada Jumharijinis selaku dosen pengampu
kewarganegaraan yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini.Kami
juga mengucapkan kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu kami dalam
hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini.
Dalam makalah ini kami menjelaskan
tentang PANCASILA MITOS YANG MAKIN ATOS.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami
ketahui.Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari teman-teman maupun
dosen.Demi tercapainya makalah yang sempurna.
DAFTAR ISI
Halaman Judul
……………………………………………………………………….. 1
Kata Pengantar
………………………………………………………………………. 2
Daftar Isi ………………………………………………………………......................
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ………………………………………..…………………. 4
1.2
Rumusan Masalah ……………………………………..………………… 4
1.3
Sistematika Penulis ……………………………………..……………….. 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pancasila
2.1.1 Sejarah Pancasila …………………………………………………….
5
2.1.2
Beberapa Pendapat Tentang Pancasila ……………………………… 15
2.2 Keberagaman Tafsir
2.2.1 Masalah-Masalah Yang Timbul ………………...……………………
8
2.3 Pancasila sebagai Ideologi Nasaional………………………………………..18
Bab III KESIMPULAN & SARAN…………..……………………………………. . 21
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………..… 22
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Benarkah pancasila masih bisa dijadikan sebagai
ideologi bangsa Indonesia, falsafah atau pandangan hidup? Ataukah hanya sekedar
mitos belaka yang kini makin atos (keras) mengejawantahkannya dalam kehidupan
sehari-hari? Dengan latar belakang diatas sehingga pembahasan in sangat penting
untuk di kaji, diketahui dan di fahami oleh khalayak mahasiswa lebih-lebih
mahasiswa UAD fakultas ekonomi yang nantinya terjun ke zona publik.
1.2 Rumusan Masalah
- Apakah pancasila wujuduhu kaadaihi ?
- Apakah tafsir pancasila bersilat lidah ?
- Akankah lem perekat pancasila tetap erat?
- Apa maksud pancasila sebagai ideologi nasional?
1.3 Sistematika Penulis
Dalam
penyelesaian penyusunan makalah ini penulis menggunakan study kepustakaan,
yaitu penulis mencari buku-buku yang berhubungan dengan Pancasila dan
kewarganegaraan.
BAB
II
PEBAHASAN
2.1 PANCASILA
Pancasila adalah idiologi negara indonesia sehingga
pancasila begitu di sanjung dan di monumentalkan dalam rona perjuangan negara
yang berbentuk republik ini. Andai saja pancasila bisa tersenyum, tertawa, menangis dan
bersedih layaknya manusia pada umumnya maka tak khayal kalau sang pancasila
akan menangis histeris. Karna tidak bisa dipungkiri lagi bahwa orang semakin
tidak peduli terhadap pancasila. Maksudnya ada atau tidak adanya pancasila
bukan menjadi persoalan. Riil nya Seorang mahasiswa yang berstatus maha
tidak bisa melafalkan 5 butir pancasila apalagi mengamalkan . Malu dong sama
dunia!! [1] Seperti
ungkapan yang sering digunakan dalam dunia ke pesantren yaitu “wujuduhu ka
adamihi” benarkah?
2.1.1 SEJARAH PANCASILA
Mari
kita telusuri fakta-fakta sejarah tentang kelahiran pancasila. Dalam rapat
BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945, Bung Karno menyatakan antara lain:”Saya
mengakui, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S. di
Surabaya, saya dipengaruhi seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi
pelajaran kepada saya, – katanya : jangan berpaham kebangsaan, tetapi
berpahamlah rasa kemanusiaan seluruh dunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan
sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 1917. akan tetapi pada tahun 1918,
alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, ia adalah Dr. Sun Yat
Sen ! Di dalam tulisannya “San Min Cu I” atau “The THREE people’s Principles”,
saya mendapatkan pelajaran yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh
A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh
pengaruh“The THREE people’s Principles” itu. Maka oleh karena itu, jikalau
seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya,
yakinlah bahwasanya Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan
hormat dengan sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen,
-sampai masuk ke liang kubur.”
Lebih
lanjut ketika membicarakan prinsip keadilan sosial, Bung Karno, sekali lagi
menyebutkan pengaruh San Min Cu I karya Dr. Sun Yat Sen:”Prinsip nomor 4
sekarang saya usulkan. Saya didalam tiga hari ini belum mendengarkan prinsip
itu, yaitu kesejahteraan, prinsip: tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia
merdeka. Saya katakan tadi prinsipnya San Min Cu I ialah “Mintsu, Min Chuan ,
Min Sheng” : Nationalism, democracy, socialism. Maka prinsip kita …..harus ……
sociale rechtvaardigheid.”
Pada
bagian lain dari pidato Bung Karno tersebut, dia menyatakan:”Maka demikian pula
jikalau kita mendirikan negara Indonesia merdeka, Paduka tuan ketua, timbullah
pertanyaan: Apakah Weltanschaung” kita, untuk mendirikan negara Indonesia
merdeka di atasnya?Apakah nasional sosialisme ? ataukah historisch-materialisme
? Apakah San Min Cu I, sebagai dikatakan oleh Dr. Sun Yat Sen ? Di dalam tahun
1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka, tapi “Weltanschaung” telah
dalam tahun 1885, kalau saya tidak salah, dipikirkan, dirancangkan. Di dalam
buku “The THREE people’s Principles” San Min Cu I,-Mintsu, Min Chuan , Min
Sheng” : Nationalisme, demokrasi, sosialisme,- telah digunakan oleh Dr. Sun Yat
Sen Weltanschaung itu, tapi batu tahun 1912 beliau mendirikan negara baru di
atas “Weltanschaung” San Min Cu I itu, yang telah disediakan terlebih dahulu
berpuluh-puluh tahun.” (Tujuh Bahan Pokok demokrasi, Dua – R. Bandung, hal.
9-14.)
Pengaruh
posmopolitanisme (internasionalisme) kaya A. Baars dan San Min Cu I kaya Dr.
Sun Yat Sen yang diterima bung Karno pada tahun 1917 dan 1918 disaat ia
menduduki bangku sekolah H.B.S. benar-benar mendalam. Ha ini dapat dibuktikan
pada saat Konprensi Partai Indonesia (partindo) di Mataram pada tahun 1933,
bung Karno menyampaikan gagasan tentang marhaennisme, yang pengertiannya ialah
:
(a) Sosio – nasionalisme, yang terdiri dari :
Internasionalisme, Nasionalisme
(b) Sosio – demokrasi, yang tersiri dari :
Demokrasi, Keadilan sosial.
Jadi marhaenisme menurut
Bung Karno yang dicetuskan pada tahun 1933 di Mataram yaitu : Internasionalisme
; Nasionalisme ; Demokrasi : Keadilan sosial. (Endang Saifuddin Anshari
MA. Piagam Jakarta, 22 Juni 1945, Pustaka Bandung1981, hql 17-19.)
Dan
jika kita perhatikan dengan seksama, akan jelas sekali bahwa 4 unsur
marhainisme seluruhnya diambil dari Internasionalisme milik A. Baars dan
Nasionalisme, Demokrasi serta keadilan sosial (sosialisme) seluruhnya diambil
dari San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
Sekarang
marilah kita membuktikan bahwa pancasila yang dicetuskan Bung Karno pada
tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI adalah sama dengan Marheinisme yang
disampaikan dalam Konprensi Partindo di Mataram pada tahun 1933, yang itu
seluruhnya diambil dari kosmopolitanisme milik A. Baars dan San Min Cu I milik
Dr. Sun Yat Sen. Di dalam pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945 itu antara
lain berbunyi :”Saudara-saudara ! Dasar negara telah saya sebutkan, lima
bilangannya. Inikah Panca Dharma ? Bukan !Nama Panca Dharma tidak tepat di
sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar…..Namanya bukan
Panca Dharma, tetaoi….saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli
bahasa…..namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar dan diatas
kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.
Kelima sila tadi
berurutan sebagai berikut:
(a) Kebangsaan Idonesia;
(b) Internasionalisme atau
peri-kemanusiaan;
(c) Mufakat atau domokrasi;
(d) Kesejahteraan sosial;
(e) Ke-Tuhanan.
(Pidato Bung Karno pada
tanggal 1 juni 1945 dimuat dalam “20 tahun Indonesia Merdeka” Dep. Penerangan
RI. 1965.)
Kelima
sila dari Pancasila Bung Karno ini, kita cocokkan dengan marhaenisme Bung Karno
adalah persis sama, Cuma ditambah dengan Ke Tuhanan. Untuk lebih jelasnya
baiklah kita susun sebagai berikut:
(a) Kebangsaan Indonesia berarti
sama dengan nasionalisme dalam marhaenisme, juga sama dengan nasionalisme milik
San Min Cu I milik Dr. Sun yat Sen, Cuma ditambah dengan kata-kata Indonesia.
(b) Internasionalisme atau
peri-kemanusiaan berarti sama dengan internasionalisme dalam marhaenisme, juga
sama dengan internasionalisme (kosmopolitanisme) milik A. Baars.
(c) Mufakat atau demokrasi berarti
sama dengan demokrasi dalam marhaenisme, juga sama dengan demokrasi dalam San
Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen;
(d) Kesejahteraan sosial berarti
sama dengan keadilan sosial dalam marhaenisme, juga berarti sama dengan
sosialisme dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
(e) Ke-Tuhanan yang diambil dari
pendapat-pendapat para pemimpin Islam, yang berbicara lebih dahulu dari Bung
Karno, di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945.
Dengan
cara mencocokkan seperti ini, berarti nampak dengan jelas bahwa Pancasila yang
dicetuskan oleh Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945, yang merupakan”Rumus
Pancasila I”, sehingga dijadikan Hari Lahirnya Pancasila, berasal dari 3 sumber
yaitu:
a) Dari San Min Cu I Dr. Sun Yat Sen
(Cina);
b) Dari internasionalisme
(kosmopolitanisme A. Baars (Belanda).
c) Dari umat Islam.
Jadi
Pancasila 1 juni 1945, adalah bersumber dari : (1) Cina; (2) Belanda; dan (3)
Islam. Dengan begitu bahwa pendapat yang menyatakan Pancasila itu digali dari
bumi Indonesia sendiri atau dari peninggalan nenek moyang adalah sangat keliru
dan salah !
Sebagaimana
telah dimaklumi bahwa sebelum sidang pertama BPUPKI itu berakhir, dibentuklah
satu panitia kecil untuk :
a) Merumuskan kembali Pancasila
sebagai dasar negara, berdasarkan pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal
1 Juni 1945.
b) Menjadikan dokumen itu sebagai
teks untuk memproklamirkan Indonesia merdeka.
Dari
dalam panitia kecil itu dipilih lagi 9 orang untuk menyelenggarakan tugas itu.
Rencana mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni 1945, yang kemudian diberikan
nama dengan “Piagam Jakarta”.
Piagam
Jakarta berbunyi:
“Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan
pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas
berkat rahmat Alloh Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan
ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian
dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa dan ikut melasanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum Dasar Negara Indonesia yang berdasar
kedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada : Ke- Tuhanan, dengan menjalankan
syari’at Islam bagi pemeluk – kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indinesia.”
Jakarta,
22-6-1605.
Ir.
SOEKARNO ;
Drs.
Mohammad Hatta ;
Mr.
A.A Maramis ;
Abikusno
Tjokrosujoso ;
Abdul
Kahar Muzakir ;
H.A.
Salim ;
Mr.
Achmad Subardjo ;
Wachid
Hasjim ;
Mr.
Muhammad Yamin
(Moh.
Hatta dkk. Op.cit. hal. 30-32)
Dengan
begitu, maka Pancasila menurut Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan ini merupakan
Rumus Pancasila II, berbeda dengan Rumus Pancasila I. Lebih jelasnya Rumus
Pancasila II ini adalah sebagai berikut ;
a) Ke-Tuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab
;
c) Persatuan Indonesia ;
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan ;
e) Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Rumus
Pancasila II ini atau lebih dikenal dengan Pancasila menurut Piagam Jakarta
tanggal 22 Juni 1945, baik mengenai sitimatikanya maupun redaksinya sangat
berbeda dengan Rumus Pancasila I atau lebih dikenal dengan Pancasila Bung Karno
tanggal 1 juni 1945. pada rumus pancasila I, Ke-Tuhanan yang berada pada sila
kelima, sedangkan pada Rumus Pancasila II, ke-Tuhanan ada pada sila pertama,
ditambah dengan anak kalimat – dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Kemudian pada Rumus Pancasila I, kebangsaan Indonesia yang
berada pada sila pertama, redaksinya berubah sama sekali menjadi Persatuan
Indonesia pada Rumus Pancasila II, dan tempatnyapun berubah yaitu pada sila
ketiga. Demikian juga pada Rumus Pancasila I . Internasionalisme atau peri
kemanusiaan, yang berada pada sila kedua, redaksinya berubah menjadi
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Selanjutnya pada Rumus Pancasila I, Mufakat
atau Demokrasi, yang berbeda pada sila ketiga, redaksinya berubah sama sekali
pada Rumus Pancasila II, yaitu menjadi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan menempati sila keempat. Dan
juga pada Rumus Pancasila I, kesejahteraan sosial yang berada pada sila
keempat, baik redaksinya, maka Pancasila pada Rumus II ini, tentunya mempunyai
pengertian yang jauh berbeda dengan Pancasila pada Rumus I.
Rumus
Pancasila II ini atau yang lebih populer dengan nama Pancasila menurut Piagam
Jakarta tertanggal 22 Juni 1945, yang dikerjakan oleh panitia 9, maka pada
rapat terakhir BPUPKI pada tanggal 17 Juni 1945, secara bulat diterima rumus
Pancasila II ini.
Sehari
sesudah proklamasi, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, terjadilah rapat
“Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (PPKI). Panitia ini dibentuk sebelum
proklamasi dan mulai aktip bekerja mulai tanggal 9 Agustus 1945 dengan
beranggotakan 29 orang. Dengan mempergunakan rancangan yang telah dipersiapkan
oleh BPUPKI, maka PPKI dapat menyelesiakan acara hari itu, yaittu:
a) Menetapkan Undang-Undang Dasar ;
dan
b) Memilih Presidan dan Wakil
Presiden dalam waktu rapat selama 3 jam.
Dengan
demikian terpenuhilah keinginan Bung Karno yang diucapkan pada waktu membuka
rapat itu sebagai ketua panitia dengan kata-kata sebagai berikut ; “Tuan-tuan
sekalian tentu mengetahui dan mengakui, bahwa kita duduk di dalam suatu zaman
yang beralih sebagai kilat cepatnya. Maka berhubungan dengan itu saya minta
sekarang kepada tuan-tuan sekalian, supaya kitapun bertindak di dalam sidang
ini dengan kecepatan kilat.”
Sedangkan
mengenai sifat dari Undang-Undang Dasarnya sendiri Bung Karno
berkata:”Tuan-tuan tentu mengerti bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar
sementara, Undang-Undang Dasar Kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula,
inilah revolutie grodwet. Nanti kita akan membuat undang-Undang Dasar yang
lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan, agar kita
ini harus bisa selesai dengan Undang-Undang Dasar itu.”
Dalam
beberapa menit saja, tanpa ada perdebatan yang substansil disahkan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, dengan beberapa perubahan, khususnya
dalam rumus pancasila. (Pranoto Mangkusasmito, Pancasila dan sejarahnya,
Lembaga Riset Jakarta, 1972, hal. 9-11.)
Adapun
Pembukaan undang-Undang Dasar, yang didalamnya terdapat Rumus Pancasila II,
yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, adalah sebagai berikut :
PEMBUKAAN
“Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan
perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas
berkat Rahmat Alloh Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan
ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian
dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan
kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melasanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam satu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada : Ke- Tuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
serta mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dengan
demikian disahkannya Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 oleh PPKI pada tanggal
18 Agustus 1945, maka Rumus Pancasila mengalami perubahan lagi, yaitu:
a) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab
;
c) Persatuan Indonesia ;
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan ;
e) Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Perubahan
esensial dari Rumus Pancasila II atau Pancasila menurut Piagam Jakarta tanggal
22 Juni 1945 dengan Rumus Pancasila III atau Pancasila menurut Pembukaan
Undang-Undang Dasar tanggal 18 Agustus 1945, yaitu pada sila pertama
“Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,”
diganti dengan “Ke-Tuhanan Yang Maha Esa” . perubahan ini ternyata dikemudian
hari menumbuhkan benih pertentangan sikap dan pemikiran yang tak kunjung
berhenti sampai hari ini. Sebab umat Islam menganggap bahwa pencoretan anak
kalimat pada sila pertama Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya, oleh PPKI adalah suatu pengkhianatan oleh
golongan nasionalis dan kristen. Karena Rumus Pancasila II telah diterima
secara bulat oleh BBUPKI pada tanggal 17 Juli 1945.
Selanjutnya
melalui aksi militer Belanda ke-I dan ke- II , dan dibentuknya negara-negara
bagian oleh Belanda, pemberontakan PKI di Madiun, statemen Roem Royen yang
mengembalikan Bung Karno dan kawan-kawannya dari Bangka ke Jogjakarta,
sedangkan Presiden darurat RI pada waktu itu ialah Mr. Syafruddin
Prawiranegara, sampailah sejarah negara kita kepada konfrensi meja bundar di
Den Haag (Nederland). Konfrensi ini berlangsung dari tanggal 23 Agustus 1949
sampai tanggal 2 November 1949. dengan ditandatanganinya “Piagam Persetujuan”
antara delegasi Republik Indonesia dan delegasi pertemmuan untuk
permusyawaratan federal (B.F.O.) mengenai “Konstitusi Republik Indinesia
Serikat” (RIS) di Seyeningen pada tanggal 29 Oktober 1949, maka ikut berubahlah
Rumus Pancasila III menjadi Rumus Pancasila IV. Rumus Pancasila IV ini termuat
dalam muqadimah Undang-Undang Dasar Republik Indinesia Serikat (RIS), yang
bunyinya sebagai berikut:
Mukadimah
Kami bangsa Indonesia semenjak berpuluh-puluh tahun
lamanya bersatu padu dalam perjuangan kemerdekaan, dengan senantiasa berhati
teguh berniat menduduki hak hidup sebagai bangsa yang merdeka berdaulat.
Ini dengan berkat dan rahmat Tuhan telah sampailah
kepada ringkatan sejarah yang berbahagia dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam
satu piagam negara yang berbentuk Republik Federasi berdasarkan pengakuan
“Ketuhanan Yang Maha Esa, Peri kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan keadilan
sosial.”
Untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan,
perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia Merdeka
yang berdaulat sempurna.
Secara jelasnya Rumus Pancasila IV atau pancasila
menurut mukadimah Undang-Undang Dasar RIS tanggal 29 Oktober 1949, adalah
sebagai berikut;
a.
Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b.
Peri-Kemanusiaan.
c.
Kebangsaan.
d.
Kerakyatan dan
e.
Keadilan sosia.
Perubahan
yang terjadi antara Rumus Pancasila II dengan Rumus Pancasila IV adalah
perubahan redaksional yang sangat banyak, yang sudah barang tentu akan membawa
akibat pengertian pancasila itu menjadi berubah pula.
Republik
Indinesia Serikat tidak berumur sampai 1 tahun. Pada tanggal 19 Mei 1950
ditanda tangani “Piagam Persetujuan” antara pemerintah RIS dan pemerintah RI.
Dan pada tanggal 20 Juli 1950 dalam pernyataan bersama kedua pemerintah
dinyatakan, antara lain menyetujui rencana Undang-Undang Dasar sementara negara
kesatuan Republik Indonesia seperti yang dilampirkan pada pernyataan bersama”.
Pembukaan Undang-Undang Dasar sementara negara kesatuan Repiblik Indonesia
seperti yang dilampirkan pada pernyataan bersama. Pembukaan Undang-Undang Dasar
sementara 1950, yang didalamnya terdapat rumus Pancasila, adalah sebagai
berikut;
Mukadimah
“Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan.
Dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
Dengan
berkat dan rahmat Tuhan tercapailah tingkat sejarah yang berbahagia dan luhur.
Maka
demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang
berbentuk Republik Kesatuan, berdasarkan pengakuan ketuhanan yang maha esa,
peri kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, untuk mewujudkan
kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan yang berdaulat
sempurna”.
Untuk
jelasnya Rumus Pancasila di dalam mukadimah Undang-Undang Dasar sementara dapat
disusun sebagai berikut;
a)
Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b)
Peri-Kemanusiaan.
c)
Kebangsaan.
d)
Kerakyatan dan
e)
Keadilan sosial.
Rumus Pancasila dalam mukadimah Undang-Undang Dasar
sementara adalah merupakan rumus pancasila V. dan ternyata antara Rumus
Pancasila IV dan Rumus Pancasila V tidak ada perubahan baik sistimatikanya
maupun redaksinya.
Tetapi setelah dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959,
yang menyatakan “Pembubaran kostituante dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang
Dasar 1945”, Rumus Pancasila mengalami perubahan, baik redaksinya maupun
pengertiannya secara esensial dan mendasar. Sebab setelah itu Bung Karno
merumuskan Pancasila dengan menggunakan “ Teori Perasan” yaitu pancasila itu
diperasnya menjadi tri sila ( tiga sila) : sosionasionalisme (yang mencakup
kebangsaan Indonesia dan peri kemanusiaan); Sosio demokrasi (yang mencakup
demokrasi dan kesejahteraan sosial dan ketuhanan. Trisila ini diperas lagi
menjadi Ekasila (satu sila); Ekasila itu tidak lain ialah gotong-royong. Dan
gotong royong diwujudkan oleh Bung Karno dalam bentuk nasakom (nasional, agama
dan komunis).
Lebih jelasnya teori perasan Bung Karno dapat disusun
sebagai berikut:
1.
Pancasila itu diperasnya menjadi tri sila (tiga sila).
2.
Trisila terdiri atas:
a)
Sosionasionalisme
b)
Sosio
c)
Ketuhanan.
3.
Trisila diperas menjadi Ekasila
4.
Ekasila yaitu gotong-royong.
Teori perasan Bung Karno ni bukan masalah baru, tetapi
itulah hakekat Pancasila yang ia lahirkan pada tanggal 1 Juni 1945; dan hal ini
dapat dilihat dari pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di depan BPUPKI, yang
antara lain berbunyi, “Atau barang kali ada saudara-saudara yang tidak senang
adas bilangan itu ? Saya boleh peras sehingga tinggal tiga saja. Saudara Tanya
kepada saya apakah perasan tiga perasan itu ? Berpuluh-puluh tahun sudah saya
pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia, Weltanschaung kita. Dua dasar
yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme; kebangsaan dan peri
kemanusiaan, saya peras menjadi satu : itulah yang dahulu saya namakan
socio-nationalisme. Dan demokresi yang bukan demokrasi barat, tetapi pilitiek
economiche democratie, yaitu pilitieke democratie dengan sociale
rechtvaardigheid, demikrasi dengan kesejahteraan saya peraskan pula menjadi
satu. Inilah yang dulu saya namakan socio democratie.
Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama
lain.
Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga:
socionationalisme, sociodemocratie dan ketuhanan. Kalau tuan senang dengan
simbul tiga ambillah yang tiga ini. Tetapui barangkali tidak semua tuan-tuan
senang kepada trisila ini, dan minta satu dasar saja ? Baiklah, saya jadikan
satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu ? ……Jikalau saya peras
yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu
perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan gotong-royong ! alangkah
hebatnya ! negara gotong-royong.
Selain “teori perasan’ Pancasila, Bung Karno
menjabarkan dan melengkapi Pancasila itu dengan Manifesto Politik ( Manipol )
dan USDEK ( Undang-Undang Dasar 45, Sosialisme Indonesis, Demokrasi Terpimpin,
Ekonomi Terpimpin dan Kepribaian Indonesia). Hal ini bisa kita jumpai di dalam
“Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi”, ynag antara lain menyatakan : “Ada orang
menanya : Kepada Manifesto Polotik ? Kan kita sudah mempunyai Pancasila?
Manifesto Politik adalan pancaran dari Pancasila; USDEK adalah pemancaran dari
pada Pancasila. Manifesto Politik, USDEK dan Pancasila adalah terjalin satu
salam lain. Manifesto politik, USDEK dan pancasila tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Jika saya harus mengambil qiyas agama – sekadar qiyas – maka saya
katakan : Pancasila adalah semacam Qur’annya dan Manifesto Politik dan USDEK
adalah semacam Hadits-haditsnya. Awas saya tidak mengatakan bahwa Pancasila
adalah Qur’an dan Manifsesto Politik dan USDEK adalah hadits ! Qur’an dan
Hadits shahih merupakan satu kesatuan, – maka pancasila dan Manifesto politik
dan USDEK adalah merupakan satu kesatuan. Teori perasan Pancasila yang
dilengkapi dengan manifesto Politik dan USDEK adalah merupakan Rumus Pancasila
VI.
Dengan Naskaom memberi peluang yang besar kepada
golongan komunis seperti Partai Komunis Indonesia ( PKI ) untuk memasuki
berbagai instansi sipil dan militer. Dominasi komunis di dalam pemerintahan dan
berbagai sektor kehidupan, memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan
kudeta dan perebutan kekuasaan; meletuslah Gerakan 30 September PKI.
Meletusnya G 30 S / PKI dari kandungan Nasakom, yang
membawa runtuhnya rezim Orde Lama, menurut regim Orde baru disebabkan oleh
penyelewengan pancasila dari rel yang sebenarnya. Oleh karena itu rezim Orde
Baru mencanangkan semboyan “Laksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan
konsekwen”.
Menurut Orde baru, khususnya angkatan ’66, bahwa
penyelewengan Pancasila oleh rezim orde Lama disebabkan “belum jelasnya
filsafat Pancasila dan belum adanya tafsiran yang terperinci”. Pendapat ini
bisa dilihat dari kesimpulan “Simposium Kebangkitan Generasi ’66 Menjelajah
Tracee baru”, yang diselenggarakan pada tanggal 6 mei 1966, bertempat di
Universitas Indonesia; yang isinya antara lain sebagai berikut :
Hal
ini sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang dasar ’45
pasal
1 ayat 2 yang berbunyi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR.”
Dan juga
terdapat dalam pasal 3 yang berbunyi: “MPR menetapkan undang-undang dasar dan
garis-garis besar pada haluan negara.”
2.1.2 Beberapa pendapat tentang pancasila
Menurut
M. Dawam Rahardjo, banyak kalangan yang menganggap bahwa pancasila itu sebagai
sesuatu yang sakti. Bahkan ibarat mantra yang mandraguna. Hal ini bisa
digunakan sebagai sesuatu yang daya gunanya sangat legitimasi. Namun katanya,
banyak ahli lain beda pendapat seperti diungkapkan oleh teori Daniel Bell
tentang the end of ideologi, berakhirnya peran ideologi pada pertengahan
abad ke-20.
Namun juga
berbeda keyakinan seperti yang diungkap beberapa orang [2] Katanya,
pancasila itu adalah the end of history. Maksudnya sebuah batas akhir
dari perkembangan pemikiran ideologis bahwa Indonesia. Konon, ini dipinjam dari
istilah Francis Fukuyama tentang tesis faham demokrasi liberal.
Lihat saja
negara yang tanpa pancasila sebagai ideologi, banyak yang maju. Hal ini karena
tidak terikat oleh doktrin yang totaliter yang membatasi kebebasan berpikir.
Akhirnya merekapun bisa bebas berkreasi dan berpikir dalam ranah pengetahuan
sebagai pengganti dari ideologi semacam pancasila.
Kalau begitu,
bagaimana duduk persoalan pancasila ala Indoensia itu bisa bermain. Dalam
kerangka dan nilai apakah sehingga ia bisa membangun masyarakat dan negara.
Melihat persoalan ini, Dawam Rahardjo mengklaim bahwa batasan pancasila itu
dapat menjadi semacam korelasi nilai di negara yang serba multi. Sebab katanya,
negara yang ilmu pengetahuan dan peradaban memerlukan landasan nilai. Tanpa
pancasila sebagai sistem nilai, dalam negara, seolah tidak ada lagi penjaga
gawang, batas garis dan wasit moral.
Hal ini cukup
bisa menjadi ekses negatif. Sebab akan timbul wacana negara federal. Dimana
masyarakat yang terdiri dari suku, agama dan golongan akan kehilangan tali
pengikatnya. Karena itu menurut Dawam, solidaritas seperti yang diungkapkan
oleh Ibnu Khaldun dianggap sebagai fondasi masyarakat dan peradaban akan cair.
Nasionalisme dan wawasan atau kebangsaan akan pudar. Akhirnya mengarah kepada
timbulnya primordialisme baru.
Dengan
ketiadaan penafsiran yang bersifat totalitarianisme itu, maka kini, pancasila
diberi kebebasan untuk ditafsir menurut kebebasan dari berbagai sudut pandang
atau perspektif yang berbeda. Tentu saja, kata Dawam, akan menghasilkan
perbedaan tafsir dan justru ini sangat bermanfaat sebagai bentuk dinamisasi
pemikiran al-firqatu rahatun. Akhirnya menjadilah pancasila itu sebagai
ideologi yang terbuka bukan sesuatu yang tertutup dan bebas tafsir.
Bahkan [3]Cak
Nur seorang pengamat politik pernah berkata bahwa Pancasila itu adalah
ideologi yang terbuka yang memungkinkan bisa masuknya berbagai pengauruh,
sebagaimana teori Marxis, kondisi ini mempengaruhi kesadaran. Dengan kata lain,
perkembangan nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakat. Karenanya,
Pancasila mestilah terbuka jangan tertutup dari pengaruh luar.
2.2 KEBERAGAAN TAFSIR
Bagaimana tafsir pancasila yang bisa mengejawantah dalam ronah perkembangan kekinian. Ini bisa dilihat dari teori mutakhir menurut Coleman dan Fukuyama. Bahwa Pancasila katanya bisa menjadi jaminan untuk saling percaya antar anak bangsa, gotong royong atau solidaritas. Semuanya itu bisa masuk dalam bingkai nilai trust (kebenaran). Semacam resep penggerak kemajuan bangsa menuju kemoderenan sebagaimana yang telah dicapai bangsa yang lebih dulu maju: Jepang, Jerman, USA dan negara-negara maju lainya
2.2.1 Masalah-masalah yang timbul
Masalahnya
kemudian mengapa bangsa ini justru terpuruk oleh berbagai persoalan seperti
elite yang doyan korupsi katakan saja Soeharto mantan presiden RI bukan lagi
hitungan juta melainkan 15 M-35 M[4],
kekearasan antara agama, terorisme dan berbagai gejala disintegrasi?
Dalam
kacamata kang Dawam, persoalan itu bisa dilihat dari berbagai hipotesa. Salah
jawabannya yang pertaa adalah bahwa hal tersebut karena hilangnya
sebuah keteladanan dari para elit. Alih-alih mereka menjadi pemimpin bangsa
yang damai, justru melahirkan banyak kebobrokan yang timbul karena contoh yang
buruk terutama dalam korupsi yang cukup membuat urat malu hampir putus.
Kedua,
nilai pancasila itu tidak dipahami dalam kalangan kelas menengah kota. Tapi
masih dalam benak orang-orang kampung: gotong royong, berani berkorban dan
keikhlasan berbuat. Namun kini, nilai-nilai itu pun kini hampir hilang di dunia
pedesaaan. Hal ini pun tidak dipungkiri akibat pengaruh gaya dan contoh yang
ditonjolkan secara centang perenang di kalangan kota, uatamanya para elit.
Ketiga,
bangsa kita masih dipengaruhi oleh globalisasi dan kapitalisme. Hal ini menurut
akan memberi sumbangan besar terhadap daya tahan budaya dan kultur bangsa.
Sebab jangan-jangan budaya asing itu akan lebih baik dari budaya lokal.
Otomatis bangsa Indonesia yang masih miskin dan terbelakang (bodoh) ini akan
makin rawan saja. Karena itu solusinya adalah mengembangkan dan menggiatkan
pendidikan yang dinamis.
Keempat,
Pancasila lahir dari fakta bhineka tunggal ika. Keberagaman yang sangat gampang
melahirkan berbagai gesekan budaya ini mesti ada sebuah lem perkat antar
budaya. Kenyataan ini sebagaimana diungkap Denys Lombart, Indoensia
dibangun di atas geologi kebudayaan yang berlapis-lapis yang menghasilkan
masyarakat plural dan multikultural yang mengandung potensi konflik. Tak ada
cara lain kecuali adanya pengikat.
Kelima,
bangsa kitapun terbangun atas dasar pondasi geologi budaya. Karenanya, kata
kang Dawam sejak agama Budha, Hindu, Islam dan Konghucu juga Kristen berada di
antara kita, maka Pancasila juga merupakan jawaban pada tantangan masyarakat
yang makin dewasa dan majemuk.
2.3 Pancasila Sebagai ideologi Nasional
Filsafat merupakan suatu nilai atau kebenaran yang dijadikan keyakinan
atau pandangan hidup suatu bangsa. Bagi suatu bangsa, kebenaran ini menjadi
dijadikan dasar negara atau ideologi negara.
Ideologi berasal dari kata ideo
artinya cita-cita,gagasan,konsep pengertian dasar, cita-cita. dan logy berarti: pengetahuan, ilmu dan
paham. Dalam pengertian sehari-hari, idea disamakan artinya dengan “cita-cita”.
Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai
sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan dasar atau pandangan/paham. Hubungan
manusia dan cita-ctanya disebut dengan ideologi. Ideologi berisi seperangkat
nilai, dimana nilai-nilai itu menjadi cita-citanya atau manusia bekerja dan
bertindak untuk mencapai nilai-nilai tersebut. Ideologi yang pada mulanya
berisi seperangkat gagasan, dan cita-cita berkembang secara luas menjadi suatu
paham menngenai seperangkat nilai atau pemikiran yang dipegang oleh seseorang
atau sekelompok orang untuk menjadi pegangan hidup.
Adapun ideologi negara itu ternasuk dalam golongan pengetahuan sosial,
dan tepatnya dapat digolongkan kedalam ilmu politik atau political sciences
sebagai anak cabangnya. Bila kita terapakan rumusan ini pada Pancasila dengan
definisi-definisi filsafat dapat kita simpulkan, maka Pancasila itu ialah hasil
usaha pemikiran manusia untuk mencari kebenaran, kemudian sampai mendekati atau
menggangggap suatu kesanggupan yang digenggamnya seirama dengan ruang dan
waktu. Hasil pemikiran manusia Indonesia yang sungguh-sungguh secara sistematis
radikal itu kemudian dituangkan dalam suatu rangkaian kalimat yang mengandung
satu pemikiran yang bermakna bulat dan utuh untuk dijadikan dasar, asas dan
pedoman atau norma hidup dan kehidupan bersama dalam rangka perumusan satu
negara Indonesia merdeka, yang diberi nama
Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara, maka mengamalkan dan mengamankan
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai
sifat imperative dan memaksa, artinya setiap warga negara Indonesia harus
tunduk dan taat kepadanya. Siapa saja yang melanggar Pancasila sebagai dasar
negara harus ditindak menurut hukum, yaitu hukum yang berlaku di Indonesia.
Dengan kata lain pengamalan Pancasila
sebagai ideologi , yaitu
pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari tidak disertai sanksi-sanksi
hukum tetapi mempunyai sifat mengikat,
artinya setiap manusia Indonesia terkiat dengan cita-cita yang terkandung
didalamnya untuk mewujudkan dalam hidup dan kehidupannya, sepanjang tidak
melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jadi mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar negara mempunyai
sifat imperative dan memaksa. Sedangkan pengamalan atau pelaksanaan Pancasila
sebagai pandangan hidup dalam hidup
sehari-hari tidak disertai sanksi-sanksi
hukum tetapi punya sifat mengikat.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara dihubungkan dengan fungsinya
sebagai dasar negara, yang merupakan landasan idiil bangsa Indonesia dan negara
Republik Indonesia dapatlah disebut sebagai ideologi nasional atau lebih tepat
ideologi negara. Artinya Pancasila merupakan satu ideologi
yang dianut oleh negara atau pemerintah dan rakyat Indonesia secara
keseluruhan, bukan milik atau monopoli seseorang ataupun sesuatu golongan
masyarakat tertentu.
Dalam ideologi terkandung
nilai-nilai. Nilai-nilai itu dianggap sebagai nilai yang baik, luhur dan
dianggap menguntungkan masyarakat sehingga diterima nilai tersebut. Oleh karena
itu, ideologi digambarkan sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama.
Seperangkat nilai yang dianggap benar, baik dan adil dan menguntugkan itu
dijadikan nilai bersama. Apabila sekelompok masyarakat bangsa menjadikan nilai dalam ideologi
sebagai nilai bersama maka ideologi tersebut menjadi ideologi bangsa atau
ideologi nasional bangsa yang bersangkutan.
Ada 2 (dua) fungsi utama ideologi dalam masyarakat, Pertama yaitu sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai
secara bersama oleh suatu masyarakat.Kedua,
sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian
konflik yang terjadi di masyarakat. Dalam kaitannya dengan yang pertama, nilai
dalam ideologi menjadi cita-cita atau tujuan dari masyarakat. Tujuan hidup
bermasyarakat adalah untu mencapai terwujudnya nila-nilai dalam ideologi itu.
Adapun dalam kaitannya yang kedua , nilai dalam ideologi itu merupakan nilai
yang disepakati bersama sehingga dapat mempersatukan masyarakat itu, serta
nilai bersama tersebut dijadikan acuan bagi penyelesaian suatu masalah yang
mungkin timbul dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Ideologi sebagai
suatu sistem pemikiran dapat dibedakan menjadi ideologi terbuka dan ideologi
tertutup.
- Ideologi Terbuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ideologi terbuka mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
§ Bahwa
nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar melainkan digali
dan diambil dari moral, budaya masayarakat itu sendiri.
§ Dasarnya
bukan keyakinan ideologis sekelompok orang melainkan hasil musyawarah dari
konsensus masyarakat tersebut.
§ Nilai-nilai
itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung
operasional.
- Ideologi tertutup, merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Ideologi ini mempunyai cirri sebagai berikut.
§ Merupakan
cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbaharui masyarakat.
Atas Nama Ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada
masyarakat.
§ Isinya
bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri
tuntutan-tuntutan konkret dan oprasional yang keras dan diajukan mutlak.
Pancasila sebagai sebuah pemikiran memenuhi ciri
sebagai ideoloi terbuka. Nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila
bukanlah nilai-nilai luar tetapi bersumber dari kekayaan rohani bangsa, serta
diterimanya nilai bersama itu adalah hasil kesepakatan warga bangsa bukan
paksaan atau tekanan pihak lain.
BAB III
KEIMPULAN
Karena itu,
pancasila sebagai perekat bangsa dan sebuah ideologi, dengan penafsiran terbuka
masih mampu sebagai jembatan multikultur. Tentu saja dengan membauat penafsiran
baru akan semakin memberi nuansa pemikiran yang bisa mempersatukan dalam
perbedaan dan membedakan dalam konteks kebersamaan. Karena itu ideologi
pancasila bukan lagi sebagai sesuatu yang patut ditinggalkan karena dia bukan
mitos yang semakin atos. Wallahu a’lam.
SARAN
Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila
merupakan ideologi bangsa Indonesia, maka kita harus menjungjung tinggi dan
mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh
rasa tanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
DR. Kaelani,M.S,
pendidikan pancasila, cetakan ke delapan,
penerbit Offest, Yogyakarta
Sumaatmadja,Nursid,dkk(2007).Konsep
Dasar IPS.
Penebit Universitas Terbuka,
Jakarta
Anda sedang membaca artikel tentang Makalah Pancasila dan anda bisa menemukan artikel Makalah Pancasila ini dengan url http://anekamakalahkita.blogspot.com/2013/01/makalah-pancasila.html. Anda dapat Mengcopy Artikel Makalah Pancasila ini untuk kepentingan pendidikan. Semoga artikel Makalah Pancasila ini bermanfaat Bagi Anda. Mohon tinggalkan komentar setelah Anda membaca artikel Makalah Pancasila ini. untuk dijadikan sebagai perbaikan dari artikel ini. bagi yang mau menyumbangkan makalah kirim melalui email sangmahasiswaabadi@gmail.com