KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT. Karena atas kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan. Adapun
tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah HIV / AIDS dan petunjuk
pencegahan HIV / AIDS. Dalam penyelesaian makalah ini, penulisan banyak
mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan.
Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat
diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya.
Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu pengetahuan
serta wawasan tentang HIV / AIDS. Sehingga kita semua dapat terhindar dari
penyakit berbahaya tersebut. Akhirnya kepada Allah jualah penulis mohon taufik
hidayah, semoga usaha kami ini mendapat manfaat yang baik. Serta mendapat ridho
dari Allah SWT. Amin ya rabbal alamin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 4
1. Latar Belakang ................................................................................................ 4
2.Tujuan ............................................................................................................... 4
3. Metode Penulisan ............................................................................................. 4
BAB II KAJIAN TEORI..................................................................................... 5
BAB III RUMUSAN MASALAH...................................................................... 27
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 28
BAB V PENUTUP............................................................................................... 29
1. Kesimpulan ....................................................................................................... 29
2. Saran.................................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 31
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kita semua mungkin sudah banyak mendengar cerita-cerita yang
menyeramkan tentang HIV/AIDS. Penyebrangan AIDS itu berlangsung secara cepat
dan mungkin sekrang sudah ada disekitar kita. Sampai sekarang belum ada obat
yang bisa menyembuhkan AIDS, bahkan penyakit yang saat ini belum bisa dicegah
dengan vaksin. Tapi kita semua tidak perlu takut. Jika kita berprilaku sehat
dan bertanggung jawab serta senantiasa memegang teguh ajaran agama, maka kita
akan terbebas dari HIV/AIDS.
B. Tujuan
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan
yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan.
Secara terperinci tujuan dari penelitian dan penulisan
makalah ini adalah :
1. Mengetahui penyebab AIDS serta bahaya yang ditimbulkan.
2. Mengetahui cara pencegahan HIV / AIDS.
C Metode
Penulisan
Untuk mendapatkan
data dan informasi yang diperlukan penulis mempergunakan metode observasi dan
kepustakaan. Adapun teknik-teknik yang dipergunakan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Teknik
Wawancara
Tujuan dari
teknik wawancara ini adalah agar diperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai
kasus yang dibahas. Repondennya meliputi beberapa kaum pendidik yang penulis
anggap cukup mengerti tentang masalah ini.
2. Studi Pustaka
Pada metode ini,
penulis membaca buku-buku dan literatur yang berhubungan dengan penulisan
makalah ini.
3. Internet
Pada metode ini
penulis, juga mencari materi yang berhubungan dengan penulisan ini di internet
BAB II
KAJIAN TEORI
HIV (Human Immunodeficiency Virus)
Klasifikasi Virus :
Kelompok: Kelompok VI (ssRNA-RT)
Familia: Retroviridae
Genus: Lentivirus
Spesies: Human immunodeficiency virus 1
Spesies: Human immunodeficiency virus 2
HIV (human immunodeficiency
virus) adalah sebuah retrovirus yang menginfeksi sel sistem kekebalan tubuh
manusia - terutama CD4+ Sel T dan macrophage, komponen vital dari sistem sistem
kekebalan tubuh "tuan rumah" - dan menghancurkan atau merusak fungsi
mereka. Infeksi dari HIV menyebabkan pengurangan cepat dari sistem kekebalan
tubuh, yang menyebabkan kekurangan imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS.
Perkenalan
Istilah HIV telah digunakan sejak
1986 (Coffin et al., 1986) sebagai nama untuk retrovirus yang diusulkan pertama
kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc Montagnier dari Perancis, yang awalnya
menamakannya LAV (lymphadenopathy-associated virus) (Barre-Sinoussi et al.,
1983) dan oleh Robert Gallo dari Amerika Serikat, yang awalnya menamakannya
HTLV-III (human T lymphotropic virus type III) (Popovic et al., 1984).
HIV adalah anggota dari genus
lentivirus [1], bagian dari keluarga retroviridae [2] yang ditandai dengan
periode latensi yang panjang dan sebuah sampul lipid dari sel-host awal yang
mengelilingi sebuah pusat protein/RNA. Dua spesies HIV menginfeksi manusia:
HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 adalah yang lebih "virulent" dan lebih mudah
menular, dan merupakan sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia;
HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika barat (Reeves and Doms, 2002). Kedua
spesies berawal di Afrika barat dan tengah, melompat dari primata ke manusia
dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis.
HIV-1 telah berevolusi dari
sebuah simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang ditemukan dalam subspesies
simpanse, Pan troglodyte troglodyte (Gao et al., 1999).HIV-2 melompat spesies
dari sebuah strain SIV yang berbeda, ditemukan dalam sooty mangabeys, monyet
dunia lama Guinea-Bissau (Reeves and Doms, 2002).
HIV-1 memiliki 3 kelompok atau
grup yang telah berhasil diidentifikasi berdasarkan perbedaan pada envelope-nya
yaitu M, N, dan O (Thomson dkk, 2002). Kelompok M yang paling besar
prevalensinya dan dibagi kedalam 8 subtipe berdasarkan seluruh genomnya, yang
masing-masing berbeda secara geografis (Carr dkk, 1998). Subtipe yang paling
besar prevalensinya adalah subtipe B (banyak ditemukan di Afrika dan Asia), subtipe A dan D (banyak ditemukan di Afrika), dan
C (banyak ditemukan di Afrika dan Asia);
subtipe-subtipe ini merupakan bagian dari kelompok M dari HIV-1. Ko-infeksi
dengan subtipe yang berrbeda meningkatkan sirkulasi bentuk rekombinan (CRFs)
Penularan
HIV menular melalui hubungan
kelamin dan hubungan seks oral, atau melalui anus, transfusi darah, penggunaan
bersama jarum terkontaminasi melalui injeksi obat dan dalam perawatan
kesehatan, dan antara ibu dan bayinya selama masa hamil, kelahiran dan masa
menyusui. UNAIDS transmission. Penggunaan pelindung fisik seperti kondom latex
dianjurkan untuk mengurangi penularan HIV melalui seks. Belakangan ini,
diusulkan bahwa penyunatan dapat mengurangi risiko penyebaran virus HIV [3],
tetapi banyak ahli percaya bahwa hal ini masih terlalu awal untuk
merekomendasikan penyunatan lelaki dalam rangka mencegah HIV [4].
Pada akhir tahun 2004
diperkirakan antara 36 hingga 44 juta orang yang hidup dengan HIV, 25 juta di
antaranya adalah penduduk sub-Sahara Afrika. Perkiraan jumlah orang yang
terinfeksi HIV di seluruh dunia pada tahun 2004 adalah antara 4,3 juta hingga
6,4 juta orang. (AIDS epidemic update December 2004).
Wabah ini tidak merata di
wilayah-wilayan tertentu karena ada negara-negara yang lebih menderita daripada
yang lainnya. Bahkan pada tingkatan negara pun ada perbedaan tingkatan
infeksinya pada daerah-daerah yang berlainan. Jumlah orang yang hidup dengan
HIV terus meningkat di semua bagian dunia, meskipun telah dilakukan berbagai
langkah pencegahan yang ketat.
Sub-Sahara Afrika tetap merupakan
daerah yang paling parah terkena HIV di antara kaum perempuan hamil pada usia
15-24 tahun di sejumlah negara di sana.
Ini diduga disebabkan oleh banyaknya penyakit kelamin, praktek menoreh tubuh,
transfusi darah, dan buruknya tingkat kesehatan dan gizi di sana (Bentwich et al., 1995). Pada tahun
2000, WHO memperkirakan bahwa 25% unit darah yang ditransfusikan di Afrika
tidak dites untuk HIV, dan bahwa 10% infeksi HIV di benua itu terjadi lewat
darah. [5].
Di Asia, wabah HIV terutama
disebabkan oleh para pengguna obat bius lewat jarum suntik, hubungan seks baik
antarpria maupun dengan pekerja seks komersial, dan pelanggannya, serta
pasangan seks mereka. Pencegahannya masih kurang memadai.
Struktur
HIV berbeda dalam struktur dengan
retrovirus yang dijelaskan sebelumnya. Besarnya sekitar 120 nm dalam diameter
(seper 120 milyar meter, kira-kira 60 kali lebih kecil dari sel darah merah)
dan kasarnya "spherical"
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Pita Merah terlipat adalah simbol
solidaritas orang-orang yang positif terinfeksi virus HIV dan AIDS.
Acquired Immunodeficiency
Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah
sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV;[1] atau infeksi
virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan
lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human
Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan
yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini
belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya
umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran
mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti
darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[2][3]
Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral),
transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama
kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan
cairan-cairan tubuh tersebut.
Para
ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.[4] Kini
AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta
orang di seluruh dunia.[5] Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO
memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang
sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit
ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim
telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005
saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak.[5] Sepertiga
dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat
pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana.
Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan
parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia
di semua negara.[6]
Hukuman sosial bagi penderita
HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit
mematikan lainnya. Terkadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan
kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang
yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
Gejala dan komplikasi
Berbagai gejala AIDS umumnya
tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang
baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan
parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh
yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS.[7]
HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga beresiko lebih
besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker
sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki
gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari),
pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat
badan.[8][9] Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga
tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah
geografis tempat hidup pasien.
Penyakit paru-paru utama
Foto sinar-X pneumonia pada
paru-paru,
disebabkan oleh Pneumocystis
jirovecii.
Pneumonia pneumocystis (PCP)[10]
jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuh yang baik,
tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.
Penyebab penyakit ini adalah
fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan tindakan
pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini umumnya
segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini masih
merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum dites, walaupun
umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang dari 200
per µL.[11]
Tuberkulosis (TBC) merupakan
infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dapat
ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan
(respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat
muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun
demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial
pada penyakit ini.
Meskipun munculnya penyakit ini
di negara-negara Barat telah berkurang karena digunakannya terapi dengan
pengamatan langsung dan metode terbaru lainnya, namun tidaklah demikian yang
terjadi di negara-negara berkembang tempat HIV paling banyak ditemukan. Pada
stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per µL), TBC muncul sebagai
penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai penyakit
sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner).
Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan tidak
terbatasi pada satu tempat.TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang
sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar
getah bening (nodus limfa regional), dan sistem syaraf pusat.[12] Dengan
demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya
penyakit ekstrapulmoner.
Penyakit saluran pencernaan utama
Esofagitis adalah peradangan pada
kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada
individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur
kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat
disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka.[13]
Diare kronis yang tidak dapat
dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai penyebab; antara lain
infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria,
Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak
umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium
avium complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).
Pada beberapa kasus, diare
terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk menangani
HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain
itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan
untuk menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada
stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya
perubahan cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan
komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV.[14]
Penyakit syaraf dan kejiwaan
utama
Infeksi HIV dapat menimbulkan
beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric
sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah
menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Toksoplasmosis adalah penyakit
yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii.
Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma
ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada
mata dan paru-paru.[15] Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran
yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus
neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan
muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak
ditangani dapat mematikan.
Leukoensefalopati multifokal
progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan
selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga
merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70%
populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan
penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi
pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar
(multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan
setelah diagnosis.[16]
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit
penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena menurunnya
metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV;
dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia
pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin.[17]
Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif,
perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi.
Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya
muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di
negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%,[18] namun di India hanya
terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV.[19][20] Perbedaan ini mungkin terjadi
karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.
Kanker dan tumor ganas (malignan)
Sarkoma Kaposi
Pasien dengan infeksi HIV pada
dasarnya memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker.
Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama
virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan virus
papiloma manusia (HPV).[21][22]
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang
paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada
sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama wabah
AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae,
yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus herpes Sarkoma Kaposi
(KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan,
tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan
paru-paru.
Kanker getah bening tingkat
tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan
terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma Burkitt
(Burkitt's lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large
B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih sering
muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan
perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah
tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr
atau virus herpes Sarkoma Kaposi.
Kanker leher rahim pada wanita
yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus
papiloma manusia.
Pasien yang terinfeksi HIV juga
dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin, kanker usus besar bawah
(rectum), dan kanker anus. Namun demikian, banyak tumor-tumor yang umum seperti
kanker payudara dan kanker usus besar (colon), yang tidak meningkat kejadiannya
pada pasien terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus
yang sangat aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang
berhubungan dengan AIDS menurun, namun pada saat yang sama kanker kemudian
menjadi penyebab kematian yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV.[23]
Infeksi oportunistik lainnya
Pasien AIDS biasanya menderita
infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik, terutama demam ringan dan
kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium
avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan
gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan
gangguan radang pada retina mata (retinitis sitomegalovirus), yang dapat
menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei,
atau disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling
umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di
daerah endemik Asia Tenggara.[24]
Penyebab
HIV yang baru memperbanyak diri
tampak bermunculan sebagai bulatan-bulatan kecil (diwarnai hijau) pada
permukaan limfosit setelah menyerang sel tersebut; dilihat dengan mikroskop
elektron.
AIDS merupakan bentuk terparah
atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang
organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T),
makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak
langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat
berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut
hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel
akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV
akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV
awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+
di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus,
rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai
sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar
9,2 bulan.[25] Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang
sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang
mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV
(seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi.[26][27] Orang tua
umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda,
sehingga lebih beresiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang
kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti
tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini.[25][28][29]
Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah
orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. [30] HIV memiliki
beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan
menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda
pula.[31][32][33] Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat
memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu
kemampuan penderita bertahan hidup.
Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara
seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan
preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut
pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih beresiko daripada
hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan resiko hubungan seks anal lebih
besar daripada resiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak
berarti tak beresiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun
insertif.[34] Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV
karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik
terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.[35]
Penyakit menular seksual
meningkatkan resiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan
jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya
penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan sekresi
vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika
Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar resiko
terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh
sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata,
walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing
nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal
limfosit dan makrofag.[36]
Transmisi HIV bergantung pada
tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang
belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit
ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi
tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat
kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan
81% peningkatan laju transmisi HIV.[36][37] Wanita lebih rentan terhadap
infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal,
dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.[38][39] Orang yang
terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih
mematikan.
Kontaminasi patogen melalui darah
Poster CDC tahun 1989, yang
mengetengahkan
bahaya AIDS sehubungan dengan
pemakaian narkoba.
Jalur penularan ini terutama
berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien
transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik
(syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis
penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan resiko utama atas infeksi
HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik
merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi
hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko
terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang
terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan
obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi resiko itu.[40] Pekerja fasilitas
kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga
dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi
pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan
universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang
tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub
Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak
aman.[41] Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung
oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia
menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas
kesehatan.[42]
Resiko penularan HIV pada
penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan
donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO,
mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan
"antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang
terinfeksi".[43]
Penularan masa perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak
dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu
minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani,
tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah
sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi
antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya
hanya sebesar 1%.[44] Sejumlah faktor dapat memengaruhi resiko infeksi,
terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus,
semakin tinggi resikonya). Menyusui meningkatkan resiko penularan sebesar
4%.[45]
Diagnosis
Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak
definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World
Health Organization tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian, kedua sistem
tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk
penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif
ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem World Health Organization
untuk infeksi HIV digunakan dengan memakai data klinis dan laboratorium;
sementara di negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers for
Disease Control (CDC) Amerika Serikat.
Sistem tahapan infeksi WHO
Grafik hubungan antara jumlah HIV
dan jumlah CD4+ pada rata-rata infeksi HIV yang tidak ditangani. Keadaan
penyakit dapat bervariasi tiap orang.
jumlah limfosit T CD4+
(sel/mm³)
jumlah RNA HIV per mL
plasma
Pada tahun 1990, World Health
Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan
memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.[46]
Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini
adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.
Stadium I: infeksi HIV
asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
Stadium II: termasuk manifestasi
membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas yang berulang
Stadium III: termasuk diare
kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri
parah, dan tuberkulosis.
Stadium IV: termasuk
toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan
sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
Sistem klasifikasi CDC
Terdapat dua definisi tentang
AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention
(CDC). Awalnya CDC tidak memiliki nama resmi untuk penyakit ini; sehingga AIDS
dirujuk dengan nama penyakit yang berhubungan dengannya, contohnya ialah
limfadenopati. Para penemu HIV bahkan pada mulanya menamai AIDS dengan nama
virus tersebut.[47][48] CDC mulai menggunakan kata AIDS pada bulan September
tahun 1982, dan mendefinisikan penyakit ini.[49] Tahun 1993, CDC memperluas
definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang jumlah sel T CD4+ di
bawah 200 per µL darah atau 14% dari seluruh limfositnya sebagai pengidap
positif HIV.[50] Mayoritas kasus AIDS di negara maju menggunakan kedua definisi
tersebut, baik definisi CDC terakhir maupun pra-1993. Diagnosis terhadap AIDS
tetap dipertahankan, walaupun jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per µL
darah setelah perawatan ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah
sembuh.
Tes HIV
Banyak orang tidak menyadari
bahwa mereka terinfeksi virus HIV.[51] Kurang dari 1% penduduk perkotaan di
Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan persentasenya
bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung
di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan
tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka ini
bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan.[51] Dengan
demikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk
pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasai
enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV
pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun
demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi
yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah
sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan
hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV
lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi
HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun
metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi
HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara maju.
Pencegahan
Tiga jalur utama (rute) masuknya
virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan)
dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau
bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat
ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak
terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan
demikian resiko infeksinya secara umum dapat diabaikan.[59]
Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal
dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang salah satunya terkena
HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia.[60] Selama
hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi
kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan
hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim
mengurangi resiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang,
walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam
setiap kesempatan.[61] Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan dengan
benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang
paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan
penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa
pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak
digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan
lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen
menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar
minyak digunakan dengan kondom poliuretan.[62]
Kondom wanita adalah alternatif
selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya untuk
digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar
daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk
cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki
cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk
memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini
kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak terjangkau untuk
sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya
kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat
relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita
merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.[63]
Penelitian terhadap pasangan yang
salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang
konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di
bawah 1% per tahun.[64] Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di
negara-negara maju. Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa
dan Amerika Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang
tetap melakukan kegiatan beresiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang
HIV/AIDS, sehingga mengabaikan resiko yang mereka hadapi atas infeksi HIV.[65]
Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah menurun, dan
transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara maju.
Pada bulan Desember tahun 2006,
penelitian yang menggunakan uji acak terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat
laki-laki menurunkan resiko infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai
sekitar 50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang
terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan dengan
sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat.
Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada
laki-laki bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual beresiko sehingga
mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini.[66]
Pemerintah Amerika Serikat dan
berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan
resiko terkena HIV melalui hubungan seksual.[67] Adapun rumusannya dalam bahasa
Indonesia:[68]“
Anda jauhi seks,
Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom.
Kontaminasi cairan tubuh
terinfeksi
Pekerja kedokteran yang mengikuti
kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik
dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS
menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang
diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik,
kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu
menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi
tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas
kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara maju, jarum bersih
terdapat gratis di sejumlah kota,
di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah
melegalkan kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan
dari apotek tanpa perlu resep dokter.
Penularan dari ibu ke anak
Penelitian menunjukkan bahwa obat
antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi peluang
penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child transmission, MTCT).[69] Jika
pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah,
terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak
menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat
terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan
pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin.[5] Pada tahun 2005,
sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui penularan
ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika.[70] Dari semua
anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal di
Afrika Sub Sahara.[5]
Penanganan
Abacavir – Nucleoside analog
reverse transcriptase inhibitor
(NARTI atau NRTI)
Sampai saat ini tidak ada vaksin
atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui untuk
pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal,
perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara
signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP).[40] PEP memiliki jadwal
empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping
yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.[71]
Terapi antivirus
Struktur kimia Abacavir
Penanganan infeksi HIV terkini
adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly active antiretroviral
therapy, disingkat HAART).[72] Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi
orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah ditemukannya
HAART yang menggunakan protease inhibitor.[6] Pilihan terbaik HAART saat ini,
berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat (disebut "koktail) yang terdiri
dari paling sedikit dua macam (atau "kelas") bahan antiretrovirus.
Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse transcriptase
inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat
perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi
perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa.[73]
Di negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART, seorang dokter
akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta
kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai perawatan awal.[74]
Perawatan HAART memungkinkan
stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus dalam darah) pada pasien,
tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun menghilangkan gejalanya. HIV-1
dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan gejalanya kembali
setelah perawatan dihentikan.[75][76] Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih dari
seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan
HAART.[77] Meskipun demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang
hebat pada kesehatan umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya
penurunan drastis atas tingkat kesakitan (morbiditas) dan tingkat kematian
(mortalitas) karena HIV.[78][79][80] Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi
HIV menjadi AIDS terjadi dengan kecepatan rata-rata (median) antara sembilan
sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS
hanyalah 9.2 bulan.[25] Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan
pasien selama 4 sampai 12 tahun.[81][82] Bagi beberapa pasien lainnya, yang
jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh persen, perawatan HAART memberikan
hasil jauh dari optimal. Hal ini karena adanya efek samping/dampak pengobatan
tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan
infeksi HIV tertentu yang resisten obat. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan
dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama mengapa kebanyakan
individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan HAART.[83] Terdapat
bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk penerapan
HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama ialah kurangnya akses atas
fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit kejiwaan, serta
penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena adanya beragam
kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan lain-lain yang
harus dijalankan secara rutin .[84][85][86] Berbagai efek samping yang juga
menimbulkan keengganan untuk teratur dalam penerapan HAART, antara lain
lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan resiko sistem
kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.[87][88]
Obat anti-retrovirus berharga
mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia tidaklah memiliki akses
terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut.[89]
Penanganan eksperimental dan
saran
Telah terdapat pendapat bahwa
hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan epidemik global (pandemik) karena
biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan lainnya, sehingga negara-negara
berkembang mampu mengadakannya dan pasien tidak membutuhkan perawatan
harian.[89] Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan
target yang sulit bagi vaksin.[89]
Beragam penelitian untuk
meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi efek samping obat,
penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan pemakaian, dan penentuan
urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya resistensi obat.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah pencegahan infeksi
oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi
HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk pasien yang belum
terinfeksi virus ini dan dalam beresiko terinfeksi.[90] Pasien yang mengalami
penekanan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan mendapatkan terapi
pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia pneumosistis, demikian juga pasien
toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis yang akan banyak pula mendapatkan
manfaat dari terapi propilaktik tersebut.[71]
Pengobatan alternatif
Berbagai bentuk pengobatan
alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah arah perkembangan
penyakit.[91] Akupuntur telah digunakan untuk mengatasi beberapa gejala,
misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral neuropathy) seperti kaki kram,
kesemutan atau nyeri; namun tidak menyembuhkan infeksi HIV.[92] Tes-tes uji
acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat
bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada perkembangan
penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek samping negatif
yang serius.[93]
Beberapa data memperlihatkan
bahwa suplemen multivitamin dan mineral kemungkinan mengurangi perkembangan
penyakit HIV pada orang dewasa, meskipun tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa
tingkat kematian (mortalitas) akan berkurang pada orang-orang yang memiliki
status nutrisi yang baik.[94] Suplemen vitamin A pada anak-anak kemungkinan
juga memiliki beberapa manfaat.[94] Pemakaian selenium dengan dosis rutin
harian dapat menurunkan beban tekanan virus HIV melalui terjadinya peningkatan
pada jumlah CD4. Selenium dapat digunakan sebagai terapi pendamping terhadap
berbagai penanganan antivirus yang standar, tetapi tidak dapat digunakan
sendiri untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas.[95]
Penyelidikan terakhir menunjukkan
bahwa terapi pengobatan alteratif memiliki hanya sedikit efek terhadap
mortalitas dan morbiditas penyakit ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup
individu yang mengidap AIDS. Manfaat-manfaat psikologis dari beragam terapi
alternatif tersebut sesungguhnya adalah manfaat paling penting dari
pemakaiannya.[96]
Epidemiologi
Meratanya HIV diantara orang
dewasa per negara pada akhir tahun 2005.
██ 15–50%
██
5–15%
██ 1–5%
██
0.5–1.0%
██ 0.1–0.5%
██
<0 .1=".1" font="font">0>
██
tidak ada data
UNAIDS dan WHO memperkirakan
bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui
tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada
sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di
banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta
(antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta
(570.000) merupakan anak-anak.[5] Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang
kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang
terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia,
peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.[5]
Afrika Sub-Sahara tetap merupakan
wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa
kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah
anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua
orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat
(76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta
[10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara.[5] Asia
Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar
15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi
HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan
3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang
sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara
ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia.[97] Di 35 negara di Afrika
dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun
sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.[98]
Sejarah
AIDS pertama kali dilaporkan pada
tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika
Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan
sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima
laki-laki homoseksual di Los Angeles.[99]
Dua spesies HIV yang diketahui
menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih
mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di
dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika
Barat.[100] Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari
simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan.[101]
HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau,
Gabon, dan Kamerun.
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV
masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan primata lainnya, contohnya
selama berburu atau pemotongan daging.[102] Teori yang lebih kontroversial yang
dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa epidemik AIDS dimulai
pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary
Koprowski terhadap vaksin polio.[103][104] Namun demikian, komunitas ilmiah
umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti
yang ada.[105][106][107]
Sosial dan budaya
Stigma
Ryan White sebagai model poster
HIV.
Ia dikeluarkan dari sekolah
dengan alasan terinfeksi HIV.
Hukuman sosial atau stigma oleh
masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap pengidap AIDS terdapat dalam
berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan, penolakan,
diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV;
diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau
perlindungan kerahasiaannya; dan penerapan karantina terhadap orang-orang yang
terinfeksi HIV.[108] Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan, telah mencegah
banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka,
atau berusaha untuk memperoleh perawatan; sehingga mungkin mengubah suatu sakit
kronis yang dapat dikendalikan menjadi "hukuman mati" dan menjadikan
meluasnya penyebaran HIV.[109]
Stigma AIDS lebih jauh dapat
dibagi menjadi tiga kategori:
Stigma instrumental AIDS - yaitu
refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan
penyakit mematikan dan menular.[110]
Stigma simbolis AIDS - yaitu penggunaan
HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang
dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.[110]
Stigma kesopanan AIDS - yaitu
hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang
positif HIV.[111]
Stigma AIDS sering diekspresikan
dalam satu atau lebih stigma, terutama yang berhubungan dengan homoseksualitas,
biseksualitas, pelacuran, dan penggunaan narkoba melalui suntikan.
Di banyak negara maju, terdapat
penghubungan antara AIDS dengan homoseksualitas atau biseksualitas, yang
berkorelasi dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya
sikap-sikap anti homoseksual.[112] Demikian pula terdapat anggapan adanya
hubungan antara AIDS dengan hubungan seksual antar laki-laki, termasuk bila
hubungan terjadi antara pasangan yang belum terinfeksi.[110]
Dampak ekonomi
HIV dan AIDS memperlambat
pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan
produksi (human capital).[5] Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan
obat yang ada di negara-negara berkembang, orang di negara-negara tersebut
menjadi korban AIDS. Mereka tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan
membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan
runtuhnya ekonomi dan hubungan di daerah. Di daerah yang terinfeksi berat,
epidemik telah meninggalkan banyak anak yatim piatu yang dirawat oleh kakek dan
neneknya yang telah tua.[113]
Semakin tingginya tingkat
kematian (mortalitas) di suatu daerah akan menyebabkan mengecilnya populasi
pekerja dan mereka yang berketerampilan. Para
pekerja yang lebih sedikit ini akan didominasi anak muda, dengan pengetahuan
dan pengalaman kerja yang lebih sedikit sehingga produktivitas akan berkurang.
Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota keluarga yang sakit atau cuti
karena sakit juga akan mengurangi produktivitas. Mortalitas yang meningkat juga
akan melemahkan mekanisme menghasilkan human capital dan investasi pada
masyarakat, yaitu karena hilangnya pendapatan dan meninggalnya para orang tua.
Karena AIDS menyebabkan meninggalnya banyak orang dewasa muda, ia melemahkan
populasi pembayar pajak, mengurangi dana publik seperti pendidikan dan
fasilitas kesehatan lain yang tidak berhubungan dengan AIDS. Ini memberikan
tekanan pada keuangan negara dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Efek
melambatnya pertumbuhan jumlah wajib pajak akan semakin terasakan bila terjadi
peningkatan pengeluaran untuk penanganan orang sakit, pelatihan (untuk
menggantikan pekerja yang sakit), penggantian biaya sakit, serta perawatan
yatim piatu korban AIDS. Hal ini terutama mungkin sekali terjadi jika
peningkatan tajam mortalitas orang dewasa menyebabkan berpindahnya
tanggung-jawab dan penyalahan, dari keluarga kepada pemerintah, untuk menangani
para anak yatim piatu tersebut.[113]
Pada tingkat rumah tangga, AIDS
menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh
suatu rumah tangga. Berkurangnya pendapatan menyebabkan berkurangnya
pengeluaran, dan terdapat juga efek pengalihan dari pengeluaran pendidikan
menuju pengeluaran kesehatan dan penguburan. Penelitian di Pantai Gading
menunjukkan bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan biaya dua
kali lebih banyak untuk perawatan medis daripada untuk pengeluaran rumah tangga
lainnya.[114]
Penyangkalan atas AIDS
Sekelompok kecil aktivis,
diantaranya termasuk beberapa ilmuwan yang tidak meneliti AIDS, mempertanyakan
tentang adanya hubungan antara HIV dan AIDS,[115] keberadaan HIV itu
sendiri,[116] serta kebenaran atas percobaan dan metode perawatan yang
digunakan untuk menanganinya. Klaim mereka telah diperiksa dan secara luas
ditolak oleh komunitas ilmiah,[117] walaupun terus saja disebarkan melalui
internet dan sempat memiliki pengaruh politik di Afrika Selatan melalui mantan
presiden Thabo Mbeki, yang menyebabkan pemerintahnya disalahkan atas respon
yang tidak efektif terhadap epidemik AIDS di negara tersebut.[118][119][120]
BAB III
RUMUSAN MASALAH
Dari Ekonomi HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan
menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi (human capital).[5]
Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di negara-negara
berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban AIDS. Mereka tidak hanya
tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan yang
memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan
di daerah. Di daerah yang terinfeksi berat, epidemik telah meninggalkan banyak
anak yatim piatu yang dirawat oleh kakek dan neneknya yang telah tua.[113]
Semakin tingginya tingkat
kematian (mortalitas) di suatu daerah akan menyebabkan mengecilnya populasi
pekerja dan mereka yang berketerampilan. Para
pekerja yang lebih sedikit ini akan didominasi anak muda, dengan pengetahuan
dan pengalaman kerja yang lebih sedikit sehingga produktivitas akan berkurang.
Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota keluarga yang sakit atau cuti
karena sakit juga akan mengurangi produktivitas. Mortalitas yang meningkat juga
akan melemahkan mekanisme menghasilkan human capital dan investasi pada
masyarakat, yaitu karena hilangnya pendapatan dan meninggalnya para orang tua.
Karena AIDS menyebabkan meninggalnya banyak orang dewasa muda, ia melemahkan
populasi pembayar pajak, mengurangi dana publik seperti pendidikan dan
fasilitas kesehatan lain yang tidak berhubungan dengan AIDS. Ini memberikan
tekanan pada keuangan negara dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Efek
melambatnya pertumbuhan jumlah wajib pajak akan semakin terasakan bila terjadi
peningkatan pengeluaran untuk penanganan orang sakit, pelatihan (untuk
menggantikan pekerja yang sakit), penggantian biaya sakit, serta perawatan
yatim piatu korban AIDS. Hal ini terutama mungkin sekali terjadi jika
peningkatan tajam mortalitas orang dewasa menyebabkan berpindahnya
tanggung-jawab dan penyalahan, dari keluarga kepada pemerintah, untuk menangani
para anak yatim piatu tersebut.[113]
Pada tingkat rumah tangga, AIDS
menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh
suatu rumah tangga. Berkurangnya pendapatan menyebabkan berkurangnya
pengeluaran, dan terdapat juga efek pengalihan dari pengeluaran pendidikan
menuju pengeluaran kesehatan dan penguburan. Penelitian di Pantai Gading
menunjukkan bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan biaya dua
kali lebih banyak untuk perawatan medis daripada untuk pengeluaran rumah tangga
lainnya.[114]
BAB IV
PEMBAHASAN
HIV
(human immunodeficiency virus) adalah sebuah retrovirus yang menginfeksi sel sistem
kekebalan tubuh manusia - terutama CD4+ Sel T dan macrophage, komponen vital
dari sistem sistem kekebalan tubuh "tuan rumah" - dan menghancurkan
atau merusak fungsi mereka. Infeksi dari HIV menyebabkan pengurangan cepat dari
sistem kekebalan tubuh, yang menyebabkan kekurangan imun. HIV merupakan
penyebab dasar AIDS.
Acquired
Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat
AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV;[1] atau
infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV,
dan lain-lain).
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Generasi muda adalah generasi yang baru saja menginjakkan
kakinya di dunia dewasa. Pada umumnya mereka masih mencari jati diri sebagai
manusia yang ingin dianggap dewasa. Sehingga setiap langkah yang diambil pada
umumnya cenderung mencoba – coba karena sifat keingintahuan manusia terhadap
hal – hal yang dianggap baru. Jika ternyata langkah yang mereka ambil salah
tentunya akan berakibat sangat fatal.
Hal-hal tersebut adalah masa-masa rawan yang merupakan
langkah awal yang sangat harus diwaspadai oleh generasi muda. Generasi muda
juga sangat mudah terbujuk oleh hasutan orang-orang di sekitarnya. Selain itu
generasi muda adalah masa di mana persahabatan adalah segalanya, dan melakukan
sesuatu bersama, jadi apabila salah satu dari mereka ada yang memakai narkoba
maka teman lainnya akan penasaran dan akhirnya mereka mencoba juga. Dimana
narkoba sangatlah dekat kaitanya dengan miras, rokok, dan seks bebas yang
menyebabkan HIV/AIDS .
Pada umumnya pengguna narkoba dengan jarum suntik adalah
jenis ketergantungan yang paling banyak digunakan oleh kaum muda. Dan cara ini
pulalah yang paling rentan terhadap penularan virus HIV/AIDS, sehingga banyak
tunas – tunas bangsa yang layu sebelum berkembang dan akhirnya memudarkan
harapan untuk menjadi penerus bangsa.
SARAN
Seperti yang telah penulis uraikan pada bab sebelumnya bahwa
HIV/AIDS adalah penyakit yang berbahaya karena virus tersebut menyerang sistim
kekebalan tubuh kita dalam melaan segala penyakit. Untuk menghindari hal
tersebut dapat penulis sarankan hal – hal sebagai berikut :
1. Bagi yang belum terinfeksi virus HIV/AIDS sebaiknya :
a). Belajar agar dapat mengendalikan diri;
b). Memiliki prinsip hidup yang kuat untuk berkata “TIDAK”
terhadap segala jenis yang mengarah kepada narkoba dan psikotropika lainnya;
c). Membentengi diri dengan agama;
d). Menjaga keharmonisan keluarga karena pergaulan bebas
sering kali menjadi pelarian bagi anak – anak yang depresi.
2. Bagi penderita HIV/AIDS sebaiknya :
a). Memberdayakan diri terhadap HIV/AIDS;
b). Mencoba untuk hidup lebih lama;
c). Mau berbaur dengan orang disekitarnya/lingkungan;
d). Tabah dan terus berdoa untuk memohon kesembuhan.
3. Bagi keluarga penderita HIV/AIDS sebaiknya :
a). Memotivasi penderita untuk terbiasa hidup dengan
HIV/AIDS sehingga bisa melakukan pola hidup sehat;
b). Memotivasi penderita HIV/AIDS untuk mau beraktivitas dalam
meneruskan hidup yang lebih baik.
AIDS adalah penyakit berbahaya yang sampai saat ini belum di
temukan obatnya. Penyakit AIDS di sebabkan oleh jarum suntik dan seks bebas
yang di sebabkan oleh pergaulan bebas.
Jadi apa bila kita ingin aman dari AIDS kita sebaiknya :
Ø Belajar agar dapat mengendalikan diri
Ø Memiliki prinsip hidup yang kuat
Ø Membentengi diri dengan agama
Ø Dan menjaga keharmonisan keluarga Karena pergaulan bebas
sering kali menjadi pelarian anak-anak yang depresi
Dan bagi penderita HIV/AIDS sebaiknya :
Ø Memberdayakan diri terhadap AIDS
Ø Mencoba untuk hidup lebih lama
Ø Berbaur dengan orang disekitar
Ø Tabah dan terus berdoa
DAFTAR PUSTAKA
- http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS
- http://id.wikipedia.org/wiki/HIV
- hadesfromhell.blogspot.com/.../di-sekolah-gue-di-labschool-kalo-udah.html
- www.google.co.id
- http://iskandarnet.wordpress.com/2008/01/24/contoh-laporan-tentang-hivaids/
Anda sedang membaca artikel tentang Makalah HIV/ AIDS dan anda bisa menemukan artikel Makalah HIV/ AIDS ini dengan url http://anekamakalahkita.blogspot.com/2013/01/makalah-hiv-aids.html. Anda dapat Mengcopy Artikel Makalah HIV/ AIDS ini untuk kepentingan pendidikan. Semoga artikel Makalah HIV/ AIDS ini bermanfaat Bagi Anda. Mohon tinggalkan komentar setelah Anda membaca artikel Makalah HIV/ AIDS ini. untuk dijadikan sebagai perbaikan dari artikel ini. bagi yang mau menyumbangkan makalah kirim melalui email sangmahasiswaabadi@gmail.com