BAB I
TINJAUAN PERMASALAHAN
Ada manusia
yang dalam hidupnya, dia tidak mau berusaha. Segala modal dan aset yang
ada pada dirinya dibiarkan dan tidak digunakan. Baik ilmu dan pemikirannya, kemahirannya, tenaganya, masanya ataupun kekayaan, tanah
dan hartanya. Manusia seperti ini sangat rugi.
Ada pula
manusia yang dalam hidupnya sangat berusaha. Digunakan segala kepunyaannya
dan segala apa yang ada pada dirinya. Tetapi usahanya itu tidak membawa berkah dan ketenangan kerana usahanya itu tidak dihalakan
kepada suatu arah yang tertentu atau kepada hal yang
betul. Orang berusaha maka dia pun berusaha. Dia melihat
sibuk, dia pun sibuk. Apa tujuannya dia tidak tahu. Oleh karena
itu, usahanya tinggal usaha tanpa ada apa-apa hasil yang bermanfaat.
Orang seperti
ini, dua kali rugi. Sudah tidak dapat apa-apa seperti orang yang tidak
berusaha tadi, ditambah dia dapat letih dan capek serta modalnya habis begitu saja. Orang yang langsung tidak berusaha, setidak-tidaknya dia
tidak letih dan modalnya tidak habis.
Begitulah umumnya
sifat, watak dan perangai umat Islam masa kini di seluruh dunia. Mereka
malas berusaha atau mereka berusaha tetapi tidak ada niatnya
dan hasilnya tidak ke mana. Sudah amal ibadah mereka kurang, disempitkan pula hanya kepada ibadah yang berbentuk khusus
semata-mata. Umat Islam hari ini beramal tidak tahu untuk
dapat apa. Untuk dapat pujian? Untuk dihormati? Untuk
disokong dan diberi undian? Supaya tidak dikucilkan oleh masyarakat
atau supaya tidak dihukum kerana tidak bersyariat? Kalau ditanya, paling mereka menjawab kerana mau mengumpulkan pahala. Seolah-olah
Syurga itu ada maharnya dan bisa dibeli. Ada harga dan
nilainya. Semua kenikmatan di dunia, semuanya bisa
dibeli. Kalau tidak dengan duit, dengan pahala.
Amal ibadah itu
sama, ada yang lahir maupun yang batin adalah syariat. Tujuan kita
bersyariat tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membesarkan Allah. Syariat itu tidak besar. Yang besar ialah Allah. Kita beramal
dan bersyariat untuk mendapat Allah SWT. Untuk mendapat
ridho, kasih sayang dan kekuasaan Allah. Untuk mendapat pemeliharaan,
perlindungan dan keselamatan dari Allah. Atau dengan kata
lain, untuk mendapat taqwa. Segala amalan itu untuk menambah taqwa. Kerana Allah hanya menerima ibadah dari orang-orang yang
bertaqwa. Allah hanya membela, membantu dan melindungi
orang-orang yang bertaqwa. Hanya orang-orang yang
bertaqwa saja yang akan selamat di sisi Allah Taala.
Selama ini ada
di antara kita yang memahami taqwa itu sebagai takut. Sedangkan
taqwa itu bukan berarti takut kepada Allah. Jadi bilamana khatib membaca khutbah Jumaat, seringkali juga khatib itu melaungkan
Ittaqullah, kemudian diterjemahkan sebagai Takutlah kamu
kepada Allah. Kalaulah istilah takut itu mau digunakan,
maka hendaknya disebut khaufullah. Sebab itu makna sebenarnya
takutlah kepada Allah. Takut kepada Allah itu hanyalah satu sifat daripada berbagai-berbagai sifat taqwa. Ia adalah sebiji buah taqwa
daripada himpunan buah-buah taqwa yang beratus banyaknya.
Oleh itu tidaklah tepat ditafsirkan taqwa itu sebagai
takut.
Apa pengertian
sebenar taqwa? Merujuk kepada bahasa Arab, taqwa itu berasal dari
perkataan waqa. Atau lebih tepat lagi ia adalah dari rangkaian kalimah waqa-yaqi-wiqoyah. Waqa ini terjemahannya adalah memelihara. Jadi bila
dikatakan ittaqullah itu bererti hendaklah kamu ambil Allah itu
sebagai pemelihara. Atau dapatkanlah pemeliharaan dari
Allah. Dalam makna yang sama, hendaklah kamu jadikan
Allah sebagai benteng. Jadikan Allah sebagai pelindung atau
pendinding kamu. Bila Allah sudah jadi pemelihara, atau Allah sudah jadi
benteng, maka benda luar yang jahat tidak akan dapat masuk atau
menembusi kamu. Kamu seolah-olah sudah dipakaikan baju
besi oleh Allah sehingga tidak luput kejahatan menembusi
kamu.
Timbul
pula persoalan bagaimana menjadikan Allah itu sebagai pemelihara atau
pendinding? Itulah dia merujuk kepada Iman, Islam dan Ihsan. Iman itu apa?
Lebih khusus kita pergi beriman kepada Allah. Dalam arti kata
lain, kita kena benar-benar mengenali Tuhan sehingga kita
dapat meyakini dan memahami Tuhan itu sendiri. Jadi, bila
kita hendak menjadikan Allah sebagai pemelihara, wajiblah
kita mengenali Allah itu dahulu. Rasulullah pun mengenalkan Tuhan dahulu kepada pengikutnya dan ia memakan masa selama 13 tahun.
Kemudian daripada itu, seolah-olah Tuhan kata tak cukup
dengan itu sahaja. Kamu perlu mengamalkan syariatKu.
Itulah dia Islam. Syariat Islam berbagai-bagai. Jadi Tuhan
perintahkan amalkan syariatNya yang ada didalamnya perintah suruh dan perintah larang. Jadi, hendak menjadikan Allah sebagai pemelihara,
kena ambil syariat Allah dan amalkan. Buat apa yang
disuruh, dan tinggalkan apa yang dilarang-Nya.
Belum cukup
dengan itu, Tuhan arahkan Ihsan pula. Sesudah membuat syariatNya,
tidak cukup dengan itu, Tuhan mahukan rohnya pula. Tuhan mahu lihat yang dalamnya. Itulah pentingnya ihsan iaitu kita membuat
syariat dengan rasa kita melihat Tuhan, dan sudah pasti
itu tidak dapat kita lakukan, maka kita mestilah merasai
bahawa Tuhan sentiasa melihat kita. Bukan setakat melihat luaran kita tetapi dalam kita juga. Ihsan inilah yang dikatakan
sebagai rasa bertuhan. Bila sudah dapat ihsan barulah
lengkap pakej menjadikan Allah sebagai pemelihara. Tuhan
tidak sekadar memberi arahan supaya bertaqwa kepadaNya, tetapi
Tuhan bagi satu paket berupa panduan dan amalan caramana hamba- hambaNya dapat bertaqwa kepadaNya. Itulah dia Iman, Islam dan Ihsan.
Bilamana
hamba-hambaNya dapat melakukan sedemikian, sampai satu tahap,
Allah akan membuat perisytiharan, seolah-olah Tuhan berkata begini:
“Orang-orang ini sudah menjadi
orang-orang Aku, maka layaklah mereka mendapat pembelaan dari Aku.” Maka, orang-orang yang
mengusahakan taqwa sehingga
bertaqwa, di waktu itu, mereka akan mendapat pemeliharaan dan pertolongan Tuhan. Ini telah dijanjikan
Tuhan dalam Al-Quran. Banyak ayat-ayat menerangkannya dan di antaranya adalah:
“Dan
Allah akan menjadi pembela kepada orang-orang bertaqwa”(Al-Jasiyah:19) “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, akan
dipermudahkan urusannya” (At-Thalaq:3)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian, kedudukan dan ruang lingkup taqwa
1. Pengertian dan kedudukan taqwa
Taqwa berasal
dari kata waqa, yaqi dan wiqayah yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi. Maka taqwa dapat diartikan sebagai
sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama islam. Taqwa secara bahasa berarti penjagaan/
perlindungan yang membentengi manusia dari hal-hal yang
menakutkan dan mengkhawatirkan. Oleh karena itu, orang
yang bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah
berdasarkan kesadaran dengan mengerjakan perintah-Nya dan
tidak melanggar larangan-Nya kerena takut terjerumus ke
dalam perbuatan dosa.
Taqwa adalah
sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap
sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar,
pantang berbuat salah dan melakukan kejahatan pada orang lain,
diri sendiri dan lingkungannya.
Dari berbagai
makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam
agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah
pokok dan ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.
2. Ruang lingkup Taqwa
A.Hubungan manusia dengan Allah SWT
B.Hubungan manusia dengan hati nuranui dan dirinya sendiri
C.Hubungan manusia dengan sesama manusia
D.Hubungan manusia dengan lingkungan hidup
A.Hubungan manusia dengan Allah SWT
B.Hubungan manusia dengan hati nuranui dan dirinya sendiri
C.Hubungan manusia dengan sesama manusia
D.Hubungan manusia dengan lingkungan hidup
B. Hubungan dengan Allah SWT
Seorang yang
bertaqwa (muttaqin) adalah seorang
yang menghambakan dirinya kepada Allah SWT dan selalu menjaga hubungan
dengannya setiap saat sehingga kita dapat menghindari dari kejahatan
dan kemunkaran serta membuatnya konsisten terhadap
aturan-aturan Allah. Memelihara hubungan dengan Allah
dimulai dengan melaksanakan ibadah secara sunguh-sungguh dan
ikhlas seperti mendirikan shalat dengan khusyuk sehingga dapat memberikan warna dalam kehidupan kita, melaksanakan puasa dengan
ikhlas dapat melahirkan kesabaran dan pengendalian diri,
menunaikan zakat dapat mendatangkan sikap peduli dan
menjauhkan kita dari ketamakan. Dan hati yang dapat
mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari takabur dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Segala perintah-perintah Allah
tersebut ditetapkannya bukan untuk kepentingan Allah
sendiri melainkan merupakan untuk keselamatan manusia.
Ketaqwaan
kepada Allah dapat dilakukan dengan cara beriman kepada Allah menurut
cara-cara yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya
untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia, seperti yang terdapat dalam surat Ali-imran ayat 138 yang artinya:
“inilah
(Al-quran) suatu ketenangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi
orang-orang yang bertaqwa “. (QS.
Ali-imran 3:138)
manusia juga harus beribadah
kepada Allah dengan menjalankan shalat lima waktu, menunaikan
zakat, berpuasa selama sebulan penuh dalam setahun,
melakukan ibadah haji sekali dalam seumur hidup, semua itu kita lakukan menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Sebagai
hamba Allah sudah sepatutnya kita bersyukur atas segala nikmat
yang telah diberikan-Nya, bersabar dalam menerima segala
cobaan yang diberikan oleh Allah serta memohon ampun atas
segala dosa yang telah dilakukan.
C. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
Selain kita harus
bertaqwa kepada Allah dan berhubungan baik dengan sesama serta lingkungannya,
manusia juga harus bisa menjaga hati nuraninya dengan baik seperti
yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dengan
sifatnya yang sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah,
mawas diri dll. Selain itu manusia
juga harus bisa mengendalikan hawa nafsunya karena tak banyak diantara umat manusia yang tidak
dapat mengendalikan hawa
nafsunya sehingga semasa hidupnya hanya menjadi budak nafsu belaka seperti yang tertulis dalam Al-quran
Surat Yusuf ayat 53 yang artinya:
“Dan aku tidak membebaskan diriku (berbuat kesalahan), sesungguhnya nafsu itu menyuruh kepada kejahatan, kecuali siapa yang
diberi rahmat oleh tuhanku. Sesungguhnya tuhanku maha pengampum lagi maha penyayang”. (QS. Yusuf
12:53)
Maka dari itu
umat manusia harus bertaqwa kepada Allah dan diri sendiri agar mampu
mengendalikan hawa nafsu tersebut. Ketaqawaan terhadap
diri sendiri dapat ditandai dengan ciri-ciri, antara lain :
1) Sabar
2) Tawaqal
3) Syukur
4) Berani
2) Tawaqal
3) Syukur
4) Berani
Sebagai umat
manusia kita harus bersikap sabar dalam menerima apa saja yang
datang kepada dirinya, baik perintah, larangan maupun musibah. Sabar dalam menjalani segala perintah Allah karena dalam pelaksanaan
perintah tersebut terdapat upaya untuk mengendalikan diri agar
perintah itu bisa dilaksanakan dengan baik. Selain
bersabar, manusia juga harus selalu berusaha dalam
menjalankan segala sesuatu dan menyerahkan hasilnya kepada
Allah (tawaqal) karena umat manusia hanya bisa berencana tetapi Allah yang menentukan, serta selalu bersyukur atas apa yang telah
diberikan Allah dan berani dalam menghadapi resiko dari
seemua perbuatan yang telah ditentukan.
D. Hubungan
manusia dengan manusia
Agama islam
mempunyai konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan,
kebangasaan dll. Semua konsep tersebut memberikan gambaran
tentang ajaran-ajaran yang berhubungan dengan manusia dengan manusia (hablum minannas) atau disebut pula sebagai ajaran
kemasyarakatan, manusia diciptakan oleh Allah terdiri
dari laki-laki dan perempuan. Mereka hidup
berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dan bernegara. Mereka saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia dirsebut sebagai
makhluk social. Maka tak ada tempatnya diantara mereka saling
membanggakan dan menyombongkan diri., sebab kelebihan suatu kaum
tidak terletak pada kekuatannya, harkat dan martabatnya,
ataupun dari jenis kelaminnya karena bagaimanapun semua
manusia sama derajatnya dimata allah, yang membedakannya
adalah ketaqwaannya. Artinya orang yang paling bertaqwa
adalah orang yang paling mulia disisi allah swt.
Hubungan dengan
allah menjadi dasar bagi hubungan sesama manusia. Hubungan antara manusia
ini dapat dibina dan dipelihara antara lain dengan mengembangkan
cara dan gaya hidupnya yang selaras dengan nilai dan norma agama, selain itu sikap taqwa juga tercemin dalam bentuk kesediaan
untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan
keberpihakan pada kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu
orang yang bertaqwa akan menjadi motor penggerak, gotong
royong dan kerja sama dalam segala bentuk kebaikan dan
kebijakan.
Surat Al-baqarah ayat 177:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatukebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu
ialah beriman kepada allah, hari kemudian, malaikat,
kitab, nabi, danmemberikan harta yang dicintainya kepada
kerabat, anak yatim, oaring miskin, musafir(yang memerlukan
pertolongan), dan orang-orangyang meminta-minta, dan (merdekakanlah)hamba
sahaya, mendirikan shalat danmenunaikan zakat. Dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang yang bersabar dalam kesempatan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka
itulah orang yang benar(imannya)mereka itulah orang yang
bertaqwa. (Al- baqarah 2:177).
Dijelaskan
bahwa ciri-ciri orang bertaqwa ialah orang yang beriman kepada Allah,
hari kemudian, malaikat dan kitab Allah. Aspek tersebut merupakan
dasar keyakinan yang dimiliki orang yang bertaqwa dan dasar hubungan dengan Allah. Selanjutnya Allan menggambarkan hubungan
kemanusiaan, yaitu mengeluarkan harta dan orang-orang menepati
janji. Dalam ayat ini Allah menggambarkan dengan jelas
dan indah, bukan saja karena aspek tenggang rasa terhadap
sesama manusia dijelaskan secara terurai, yaitu siapa
saja yang mesti diberi tenggang rasa, tetapi juga mengeluarkan harta diposisikan antar aspek keimanan dan shalat
E. Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup
Taqwa dapat di
tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya.
Manusia yang bertakwa adalah manusia yang memegang tugas
kekhalifahannya di tengah alam, sebagai subjek yang bertanggung
jawab menggelola dan memelihara lingkungannya. Sebagai penggelola,
manusia akan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan hidupnya didunia tanpa harus merusak lingkungan disekitar mereka. Alam dan
segala petensi yang ada didalamnya telah diciptakan Allah
untuk diolah dan dimanfaatkan menjadi barang jadi yang berguna bagi manusia.
Alam yang penuh dengan sumber
daya ini mengharuskan manusia untuk bekerja keras
menggunakan tenaga dan pikirannya sehingga dapat menghasilkan
barang yang bermanfaat bagi manusia. Disamping itu, manusia bertindak pula sebagai penjaga dan pemelihara lingkungan alam. Menjaga
lingkunan adalah memberikan perhatian dan kepedulian kepada lingkungan hidup dengan saling memberikan manfaat. Manusia memanfaatkan lingkungan untuk kesejahteraan hidupnya tanpa harus merusak dan
merugikan lingkungan itu sendiri.
Orang yang
bertaqwa adalah orang yang mampu menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya.
Ia dapat mengelola lingkungan sehingga dapat bermanfaat
dan juga memeliharanya agar tidak habis atau musnah. Fenomena kerusakan lingkungan sekarang ini menunjukan bahwa manusia jauh dari
ketaqwaan. Mereka mengeksploitasi alam tanpa mempedulikan apa
yang akan terjadi pada lingkungan itu sendiri dimasa
depan sehingga mala petaka membayangi kehidupan manusia.
Contoh dari mala petaka itu adalah hutan yang dibabat
habis oleh manusia mengakibatkan bencana banjir dan erosi tanah sehingga terjadi longsor yang dapat merugikan manusia.
Bagi orang yang
bertaqwa, lingkungan alam adalah nikmat Allah yang harus disyukuri dengan
cara memenfaatkan dan memelihara lingkungan tersebut
dengan sebaik-baiknya. Disamping itu alam ini juga adalah amanat yang harus dipelihara dan dirawat dengan baik. Mensyukuri nikmat Allah
dengan cara ini akan menambah kualitas nikmat yang diberikan
oleh Allah kepada manusia. Sebaliknya orang yang tidak
bersyukur terhadap nikmat Allah akan diberi azab yang
sangat menyedihkan. Azab Allah dalam kaitan ini adalah
bencana alam akibat eksploitasi alam yang tanpa batas karena kerusakan manusia.
BAB III
KESIMPULAN
Amal ibadah itu
sama, ada yang lahir maupun yang batin adalah syariat. Kita beramal
dan bersyariat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Untuk mendapat ridho, kasih sayang dan kekuasaan Allah. Untuk mendapat
pemeliharaan, perlindungan dan keselamatan dari Allah. Atau
dengan kata lain, untuk mendapat taqwa. Segala amalan itu untuk menambah
taqwa. Kerana Allah hanya menerima ibadah dari orang-orang yang
bertaqwa. Allah hanya membela, membantu dan melindungi
orang-orang yang bertaqwa. Hanya orang-orang yang
bertaqwa saja yang akan selamat di sisi Allah Ta’ala.
Dari berbagai
makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam
agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah
pokok dan ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.
Taqwa tidak hanya
berhubungan dengan Allah swt, tetapi juga berhubungan dengan manusia dengan
dirinya sendiri, antar sesama manusia, dan dengan Lingkungan Hidup.
DAFTAR PUSTAKA
file:///F:/agama/Makalah-Agama-Taqwa.html
Azra.
Azumardi, Dr. Prof. Dkk, Pendidikan Agama Islam pada Perguruan
Tinggi
Umum: Jakarta. 2002
Cholid, M, Drs. M, M.Ag, dkk. Pendidikan
Agama Islam untuk Perguruan
Tinggi, Bandung:STPDN Press, 2003
Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah
Umum Negeri,
Penerbit. PT Ahsana Indah Kitab, Jakarta. 1994
Nata, Abudin, H, Drs, M.A, dkk. Ensiklopedii
Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoevem 1996
Anda sedang membaca artikel tentang Makalah Pendidikan Agama dan anda bisa menemukan artikel Makalah Pendidikan Agama ini dengan url http://anekamakalahkita.blogspot.com/2013/01/makalah-pendidikan-agama_3049.html. Anda dapat Mengcopy Artikel Makalah Pendidikan Agama ini untuk kepentingan pendidikan. Semoga artikel Makalah Pendidikan Agama ini bermanfaat Bagi Anda. Mohon tinggalkan komentar setelah Anda membaca artikel Makalah Pendidikan Agama ini. untuk dijadikan sebagai perbaikan dari artikel ini. bagi yang mau menyumbangkan makalah kirim melalui email sangmahasiswaabadi@gmail.com