Makalah ini tentang skripsi dalam pengetahuan,..Baca dan rugi jika tidak di baca
BAB 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Imunisasi dalam sistem kesehatan nasional adalah salah satu bentuk
intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka
kematian bayi dan balita. Dasar utama pelayanan kesehatan, bidang
preventif merupakan prioritas utama. Dengan melakukan imunisasi terhadap
seorang anak atau balita, tidak hanya memberikan perlindungan pada anak
tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena terjadi
tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi
(Ranuh dkk, 2008).
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan pada bayi dan anak terhadap
berbagai penyakit, sehingga bayi dan anak tumbuh dalam keadaan sehat
(Hidayat, 2008). Pemberian imunisasi merupakan tindakan pencegahan agar
tubuh tidak terjangkit penyakit infeksi tertentu seperti tetanus, batuk
rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tubercoluse. atau
seandainya terkenapun, tidak memberikan akibat yang fatal bagi tubuh
(Rukiyah & Yulianti, 2010).
Pada tahun 1974 cakupan imunisasi baru mencapai 5% dan setelah
dilaksanakannya imunisasi global yang disebeut dengan Extended Program
on Immunization (EPI) cakupan terus meningkat (Ranuh dkk, 2008). Tanpa
imunisasi kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena
penyakit campak, sebanyak 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal
karena batuk rejan, satu dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena
penyakit tetanus, dan dari setiap 200.000 anak, satu akan menderita
penyakit polio (Proverawati & Andhini, 2010).
Dari tahun 1977, World Health Organization (WHO) mulai menetapkan
program imunisasi sebagai upaya global dengan Expanded Program on
Immunization (EPI), yang diresolusikan oleh World Health Assembly (WHA).
Ini menempatkan EPI sebagai komponen penting pelayanan kesehatan. Pada
tahun 1981 mulai dilakukan imunisasi polio, tahun 1982 imunisasi campak,
dan tahun 1997 imunisasi hepatitis mulai dilaksanakan. Pada akhir tahun
1988 diperkirakan bahwa cakupan imunisasi di Indonesia cukup tinggi
dibandingkan beberapa Negara berkembang lainnya (Proverawati &
Andhini, 2010).
Di Indonesia, cakupan bayi di imunisasi pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa dari jumlah sasaran 4.851.942 jiwa bayi, cakupan imunisasi
Hepatitis B (HB) usia O bulan atau kurang dari 7 hari (65,7%), imunisasi
Bacillus Celmette Guerin (BCG) (90,3%), imunisasi Polio 1 (97,7%),
imunisasi Difteri, Pertusis dan Tetanus/Hepatitis B (DPT/HB) 1 (96,1%),
imunisasi Polio 2 (94,2%), imunisasi DPT/HB 2 (93,0%), imunisasi Polio 3
(92,8%), imunisasi DPT/HB 3 (91,8%), imunisasi Polio 4 (89,9%), dan
imunisasi Campak (89,2%). Dari data tersebut cakupan yang paling rendah
yaitu pada imunisasi campak (89%) (Buletin data surveilans PD3I &
imunisasi, 2009).
Cakupan imunisasi pada bayi di provinsi ini pada tahun 2009 menunjukkan bahwa dari jumlah sasaran bayi sebanyak 323.846 jiwa, cakupan imunisasi (HB) usia 0 bulan atau kurang dari 7 hari (48,5%), imunisasi BCG (68,3%), imunisasi Polio 1 (91,2%), imunisai DPT/HB 1 (88,4%), imunisasi Polio 2 (86,9%), imunisasi DPT/HB 2 (85,6%), imunisasi Polio 3 (85,0%), imunisasi DPT/HB 3 (82,9%), imunisasi Polio 4 (82,0%), dan imunisasi campak (81,6%). Terlihat bahwa cakupan imunisasi yang paling rendah yaitu imunisasi hepatitis B (HB) usia O bulan atau kurang dari 7 hari dan imunisasi BCG (68,3%), dimana target cakupan untuk setiap imunisasi adalah 100% (Buletin data surveilans PD3I & imunisasi Provinsi Sumut, 2009).
Data di Puskesmas X pada November 2010, berdasarkan hasil survey
peneliti bahwa sasaran imunisasi di daerah tersebut sebanyak 87 jiwa
bayi, cakupan imunisasi Bacillus celmette Guerin (BCG) sebanyak 40 jiwa
bayi (45,97%), imunisasi DPT 1 sebanyak 28 jiwa bayi (32,18%), imunisasi
DPT 2 sebanyak 20 jiwa bayi (22,98%), imunisasi DPT 3 sebanyak 6 jiwa
bayi (6,89%), imunisasi Polio 1 sebanyak 50 jiwa bayi (57,47%),
imunisasi polio 2 sebanyak 44 jiwa bayi (50,57%), imunisasi Polio 3
sebanyak 30 jiwa bayi (34,48%), imunisasi Polio 4 sebanyak 15 jiwa bayi
(17,28%), dan imunisasi campak sebanyak 33 jiwa bayi (37,93%). Dari data
tersebut menunjukkan bahwa seluruh jenis imunisasi belum mencapai
target cakupan, dan cakupan yang paling rendah adalah pada imunisasi DPT
3 sebanyak 6 jiwa bayi (6,89%) dan imunisasi polio 4 sebanyak 15 jiwa
(17,24%) (Laporan Tahunan Puskesmas X, 2010).
Dari data diatas cakupan imunisasi belum memenuhi UCI (Universal
Coverage Imunization) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara
merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010 (Proverawati
& Andhini, 2010). Walaupun sudah diberikan gratis oleh pemerintah.
Hal tersebut dikarenakan dengan berbagai alasan seperti pengetahuan ibu
yang kurang tentang imunisasi dan rendahnya kesadaran ibu membawa
anaknya ke Posyandu atau Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi yang
lengkap karena takut anaknya sakit, dan ada pula yang merasa bahwa
imunisasi tidak diperlukan untuk bayinya, kurang informasi/penjelasan
dari petugas kesehatan tentang manfaat imunisasi ,serta hambatan lainnya
(Ranuh dkk, 2008).
Data dan uraian diatas menunjukkan bahwa cakupan pelayanan yang
berdampak pada penurunan angka kesehatan bayi di Puskesmas X masih
menunjukkan nilai yang masih rendah, salah satu penyebabnya adalah
pengetahuan ibu tentang imunisasi yang masih kurang.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan ibu dengan Kelengkapan
Imunisasi Dasar Pada anak di Kelurahan X.
1.2 Tujuan Umum
1.2.1.Mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak di kelurahan X.
1.3 Tujuan Khusus
1.3.1 Mengidentifikasi pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak di Kelurahan X.
1.3.2 Mengidentifikasi kelengkapan imunisasi dasar pada anak di Kelurahan X.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Pendidikan Keperawatan.
Diharapkan akan dapat menjadi sumber informasi tambahan bagi pendidikan
keperawatan dalam meningkatkan Ilmu pengetahuan dan pendidikan khususnya
yang berkaitan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak.
1.4.2 Praktek Keperawatan.
Diharapkan akan dapat digunakan untuk praktek keperawatan dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga menjadi tambahan informasi
dalam memahami kelengkapan imunisasi dasar pada anak.
1.4.3 Penelitian keperawatan.
Diharapkan akan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi peneliti, dan
dapat digunakan sebagai informasi awal untuk penelitian selanjutnya.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupannya, manusia tidak terlepas dari penggunaan bahasa. Dalam
dunia pendidikan bahasa memiliki peran yang sangat penting terutama
dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa.
Pembelajaran bahasa diharapkan membantu siswa mengembangkan kemampuannya
untuk mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan
gagasan dan perasaan, serta berpartisipasi aktif dalam masyarakat
pengguna bahasa tersebut. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia
dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan
apresiasi terhadap hasil karya kesusasteraan manusia Indonesia
(Depdiknas, 2006 : 260). Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan
adanya suatu layanan pendidikan yang mampu memberikan layanan yang
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya. Soedijarto (1993)
menyatakan pemberian layanan pendidikan tidak terlepas dari peran guru
sebagai orang yang berpengaruh dalam kegiatan proses belajar mengajar.
Oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki kemampuan profesional, di
antaranya dapat merencanakan program belajar mengajar, melaksanakan dan
memimpin kegiatan belajar dan mengajar, menilai kemajuan kegiatan
belajar mengajar, dan menafsirkan atau memanfaatkan hasil penilaian
kemajuan belajar mengajar serta informasi lainnya bagi penyempurnaan
perencanaan kegiatan belajar mengajar.
Untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanakan dan memimpin kegiatan
belajar dan mengajar, diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat
agar materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh siswa.
Subana (2009) mengatakan bahwa penggunaan model pembelajaran yang tepat
akan membantu proses belajar mengajar dan memperbaiki ketepatgunaan
pengajaran. Oleh karena itu, model pembelajaran yang tepat merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak pernah menjabarkan
model pembelajaran secara rinci. Oleh karena itu, guru dituntut untuk
lebih kreatif menentukan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan
materi yang diajarkan. Dengan demikian, diharapkan tujuan pengajaran
bahasa Indonesia dapat tercapai.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, menulis merupakan salah satu keterampilan dari keempat keterampilan berbahasa. Berdasarkan hierarkinya, menulis menduduki urutan keempat setelah keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Menurut Nurgiyantoro (1988 : 270) kemampuan menulis lebih sulit dikuasai dibandingkan dengan ketiga keterampilan berbahasa lain. Hal tersebut disebabkan dalam menulis dituntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang kompleks baik yang berkenaan dengan persyaratan unsur kebahasaan maupun unsur di luar kebahasaan yang mendukung suatu tulisan, sebagaimana yang dikemukakan Suzanna Alwasilah (2007 : 43) bahwa menulis pada dasarnya bukan hanya sekadar menuangkan bahasa ujaran ke dalam sebuah tulisan, tetapi merupakan mekanisme curahan ide, gagasan atau ilmu yang dituliskan dengan struktur yang benar, berkoherensi dengan baik antarparagraf dan bebas dari kesalahan-kesalahan mekanik seperti ejaan dan tanda baca. Menulis adalah sebuah kemampuan, kemahiran, dan kepiawaian seseorang dalam menyampaikan gagasannya ke dalam sebuah wacana agar dapat diterima oleh pembaca yang heterogen baik secara intelektual maupun sosial.
Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan menulis.
Akhaidah (Vismaia, 1992 : 2) mengemukakan bahwa dengan menulis seseorang
dapat mengenali potensi, mengembangkan gagasan, menguasai informasi,
mengorganisasi gagasan, menilai gagasan secara objektif, mendorong
seseorang belajar aktif, serta membiasakan berpikir dan berbahasa secara
tertib.
Mengingat betapa pentingnya arti kemampuan menulis bagi masyarakat
terutama siswa, maka pembelajaran menulis di sekolah-sekolah hendaknya
diperhatikan dan dibina secara intensif. Kemampuan menulis bisa
dikembangkan lewat latihan-latihan. Dengan latihan yang intensif, siswa
berlatih dan terus berlatih dan tanpa mereka sadari mereka telah
memiliki kemampuan menulis. Proses menulis lebih dititikberatkan pada
pengembangan gagasan yang dicurahkan untuk mendapatkan hasil gagasan
yang optimal.
Kenyataan di lapangan, guru seringkali mencekoki siswanya dengan
berbagai teori menulis dibandingkan dengan latihan-latihan menulis.
Padahal, menurut Tarigan (1994 : 4) bahwa keterampilan menulis merupakan
salah satu keterampilan berbahasa yang diperoleh melalui proses praktik
dan latihan secara teratur. Pembelajaran menulis bisa diawali dengan
penggunaan bahasa secara ekspresif dan imajinatif seperti menulis karya
sastra (cerpen). Siswa diberi kebebasan untuk menuangkan ide-ide yang
diperoleh dari pengalamannya sendiri, lingkungan, fenomena sosial
masyarakat, maupun dari hasil membaca karya-karya sastra yang sudah ada
ke dalam bahasa tulisan.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Syifa Amalia Fajari
(2008), Rafika Nur Sugiharti (2002), dan Dra. Nunung Kuraesin
menunjukkan bahwa kemampuan menulis siswa khususnya menulis cerpen masih
tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1) Faktor guru yang lebih menitikberatkan pada teori menulis
dibandingkan denganaplikasinya dalam bentuk latihan-latihan yang
intensif.
2) Minimnya ketersediaan buku-buku bacaan di sekolah terutama buku-buku kesusastraan.
3) Kurangnya motivasi membaca dari guru terhadap siswanya, padahal
membaca dan menulis memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Dengan banyak
membaca akan melahirkan inspirasi yang cemerlang untuk kemudian
dituangkan dalam tulisan.
4) Kegiatan Belajar Mengajar yang monoton. Selama ini guru hanya
menggunakan metode ceramah dan penugasan dalam pembelajaran menulis.
Guru hanya menugasi siswa untuk menulis dan mengumpulkannya sebagai
bukti telah mengerjakan tugas.
5) Siswa mengalami kesulitan dalam menulis khususnya dalam mengawali
tulisan, mencari ide cerita, mencari bahan kata yang tepat, dan
mengembangkan cerita.
Berdasarkan hal tersebut, guru hendaknya memiliki teknik, metode,
media/model pembelajaran yang tepat dan menarik untuk menumbuhkan minat
dan kemampuan dalam menulis cerpen pada diri siswa. Hal ini dikarenakan
proses pembelajaran pada hakekatnya adalah untuk mengembangkan aktivitas
dan kreativitas siswa, melalui berbagai interaksi dan berbagai
pengalaman belajar. Namun, dalam pelaksanaannya seringkali kita sebagai
seorang guru tidak sadar, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang
kita laksanakan justru menghambat aktivitas siswa. Kondisi ini dapat
dilihat di dalam proses pembelajaran di kelas, umumnya guru lebih
menekankan pada aspek kognitif. Kemampuan intelektual yang dipelajari
sebagian besar berpusat pada materi pelajaran yang bersifat ingatan.
Guru lebih sering menggunakan komunikasi satu arah, yakni dengan
menggunakan metode ceramah. Dalam situasi yang demikian, biasanya siswa
dituntut untuk menerima apa-apa yang dianggap penting oleh guru dan
menghafalnya. Siswa diibaratkan sebagai kaset kosong yang siap dijejali
dengan berbagai rekaman informasi, tanpa siswa banyak mengetahui tentang
siapa, mengapa , bagaimana, dan untuk apa materi itu diberikan
(Budiwati, 2010). Dengan kondisi yang demikian maka aktivitas dan
kreativitas siswa terhambat atau tidak berkembang secara optimal.
Hal lain yang cukup penting yang perlu diperhatikan oleh guru adalah bagaimana menciptakan suatu kondisi belajar yang nyaman, santai dan menyenangkan ketika pembelajaran sedang berlangsung. Menurut Deporter (2007 : 68), suasana belajar yang nyaman, santai, dan menyenangkan dapat membuat siswa lebih berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah. Dengan demikian, siswa akan lebih leluasa untuk menuangkan ide dan gagasannya sehingga melahirkan suatu tulisan (cerpen) yang lebih kreatif dan produktif.
Maka dari itu, peneliti akan mencoba menerapkan Model pembelajaran
Kreatif dan Produktif dalam pembelajaran menulis khususnya menulis
cerpen. Pembelajaran Kreatif dan Produktif adalah model yang
dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan pembelajaran yang
diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar,
antara lain belajar aktif, kreatif, konstruktif, serta kolaboratif dan
kooperatif. Pembelajaran ini berpijak kepada teori konstruktivistik yang
menganggap bahwa belajar adalah usaha pemberian makna oleh siswa kepada
pengalamannya, dengan demikian dalam pembelajaran ini para siswa
diharapkan dapat mengkonstruksi sendiri konsep atau materi yang mereka
dapatkan. Menurut model ini, pembelajaran tidak harus selalu dilakukan
di dalam kelas akan tetapi dapat pula dilakukan di luar kelas (out door
learning) (Joko, 2010). Potensi siswa akan lebih berkembang dengan baik
jika guru mampu menyiapkan kondisi dan tempat belajar yang kondusif.
Pembelajaran dengan model seperti ini diharapkan dapat menciptakan
suasana belajar yang lebih santai dan menyenangkan, melahirkan ide-ide
yang lebih banyak, kreatif, dan produktif yang bisa didapatkan dari
lingkungan sekitar dibandingkan dengan pembelajaran yang terbatas pada
lingkungan kelas. Namun, dalam hal ini pemilihan lokasi pembelajaran
harus disesuaikan dengan materi pembelajaran agar tujuan pembelajaran
menulis, khususnya menulis cerpen dapat terealisasi dengan baik.
Berdasarkan pertimbangan di atas, peneliti memberi judul penelitian ini
Penerapan Model pembelajaran Kreatif dan Produktif dalam Pembelajaran
Menulis Cerpen (Penelitian Eksperimen Semu terhadap Siswa Kelas IX SMPN
X).
1.2 Identifikasi Masalah Penelitian
Identifikasi permasalahan yang akan menjadi bahan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang paling kompleks. Oleh karena itu, memerlukan proses latihan yang intensif.
2) Pemilihan model/metode pembelajaran menulis selama ini kurang bervariasi sehingga kurang menarik motivasi siswa.
3) Penggunaan model/metode pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan kualitas hasil belajar.
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian
1.3.1 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam sebuah penelitian diperlukan untuk menentukan
arah penelitian dan menetapkan langkah-langkah yang dibutuhkan dalam
memecahkan masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam penelitian ini peneliti
memfokuskan pada penerapan Model pembelajaran Kreatif dan Produktif
dalam pembelajaran menulis cerpen siswa kelas IX SMPN X.
1.3.2 Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan
di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini sebagai berikut.
1) Apakah model pembelajaran Kreatif dan Produktif efektif digunakan dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa ?
2) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pembelajaran
menulis cerpen dengan menggunakan Model pembelajaran Kreatif dan
Produktif dan tanpa menggunakan model pembelajaran Kreatif dan Produktif
?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan :
1) keefektifan model pembelajaran Kreatif dan Produktif dalam pembelajaran menulis cerpen.
2) perbedaan tingkat kemampuan menulis cerpen dengan menggunakan Model
pembelajaran Kreatif dan Produktif dan tanpa menggunakan model
pembelajaran Kreatif dan Produktif ?
1.4.2 Manfaat Penelitian
Pelaksanaan penelitian eksperimen ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya :
1) Bagi Peneliti
Sebagai calon guru bahasa Indonesia peneliti menjadi lebih berwawasan
dan peka terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam
pembelajaran menulis, khususnya menulis cerpen, sehingga menuntut
peneliti untuk terus meningkatkan kualitas pembelajaran dengan berbagai
model metode pembelajaran yang lebih bervariatif, kreatif, inovatif, dan
menyenangkan guna meningkatkan keterampilan berbahasa.
2) Bagi Guru
Penelitian ini memberikan kontribusi dalam menumbuhkan dan meningkatkan
kemampuan anak didiknya dalam bidang menulis, khususnya menulis cerpen
dengan cara memilih model pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran
menulis cerpen yang lebih kreatif dan menyenangkan, serta dapat
diaplikasikan dalam proses pembelajaran.
3) Bagi Siswa
Hasil penelitian ini sangat bermanfaat dalam menumbuhkan dan
meningkatkan kreativitas, bakat, serta ide terhadap pembelajaran menulis
cerpen. Selain itu, penelitian ini juga memberikan pengalaman kepada
siswa untuk menulis cerita pendek dengan lebih kreatif dan produktif,
sehingga mampu meningkatkan kemampuan menulis siswa.
Anda sedang membaca artikel tentang SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI BAB I dan anda bisa menemukan artikel SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI BAB I ini dengan url http://anekamakalahkita.blogspot.com/2012/12/skripsi-hubungan-tingkat-pengetahuan.html. Anda dapat Mengcopy Artikel SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI BAB I ini untuk kepentingan pendidikan. Semoga artikel SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI BAB I ini bermanfaat Bagi Anda. Mohon tinggalkan komentar setelah Anda membaca artikel SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI BAB I ini. untuk dijadikan sebagai perbaikan dari artikel ini. bagi yang mau menyumbangkan makalah kirim melalui email sangmahasiswaabadi@gmail.com